BI: Faktor Pemberitaan Jadi Salah Satu Penyebab Rupiah Melemah

Pelemahan rupiah saat ini hanya bersifat sementara atau dalam jangka pendek.

Tangkapan Layar
Tangkapan Layar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo yang mengunumkan tetap mempertahankan BI Rate pada level enam persen dalam konferensi pers RDG Bulanan BI Desember pada Kamis (21/12/2023).
Red: Fuji Pratiwi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menilai pemberitaan jadi salah satu faktor yang berdampak terhadap pelemahan nilai tukar rupiah saat ini.

Baca Juga


Faktor pemberitaan turut berkontribusi selain faktor permintaan dan penawaran (supply & demand). "Perkembangan harga apapun baik, inflasi ataupun nilai tukar, selalu dipengaruhi dua faktor utama, yaitu satu faktor fundamental itu supply demand, kedua adalah berita," kata Perry dalam konferensi pers KSSK di Jakarta, Selasa (30/1/2024).

Saat ini nilai tukar rupiah berada di posisi Rp 15.798,10 per dolar AS. Menurut Perry pelemahan tersebut hanya bersifat sementara atau dalam jangka pendek.

Perry merincikan adanya prediksi pasar bahwa Bank Sentral AS (The Fed) akan memangkas suku bunga acuan pada semester I 2024. Namun mengacu pada situasi seperti inflasi inti AS yang masih belum turun di bawah sasaran, menurut Perry keyakinan pasar turut berpengaruh.

"Ternyata data-data terakhir, kayaknya Federal Open Market Commite (FOMC) sabar untuk tidak buru-buru menurunkan FFR (Feds Fund Rate) karena ekonomi masih tumbuh bagus dan inflasi inti juga belum turun di bawah sasaran," ujarnya.

Kemudian, kabar lain yang turut mempengaruhi nilai rupiah yakni terkait eskalasi geopolitik global tak kunjung mereda. Bahkan konflik geopolitik yang tadinya hanya terjadi di wilayah Timur Tengah, meluas hingga Laut China Selatan. Konflik geopolitik tersebut berdampak terhadap gangguan rantai pasok global. Kebijakan regulator China dalam menghentikan peminjaman saham tertentu juga turut menjadi katalisator.

Namun Perry menegaskan bukan hanya rupiah yang mengalami pelemahan tetapi nilai tukar di negara-negara berkembang lainnya juga mencatat pelemahan. Padahal, menurutnya, nilai tukar rupiah seharusnya mengalami penguatan sejalan dengan fundamental Indonesia yang tetap kuat.

Perry menyampaikan, nilai tukar rupiah masih kuat secara fundamental dengan didukung oleh surplus neraca perdagangan, tingkat inflasi yang rendah, serta imbal hasil SBN yang tinggi. "Karena ini faktor-faktor jangka pendek ya kami intervensi. Tugasnya BI ya begitu, kalau tekanan lagi tinggi, ya kami stabilkan supaya pergerakan stabil dan kita giring untuk lebih menguat sesuai fundamental," kata Perry.

 

sumber : ANTARA
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler