Lahan Basah Berperan Penting Jaga Kelestarian Keanekaragaman Hayati
Aliran air pada lahan basah jadi faktor pendukung kelestarian keanekaragaman hayati.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan keberadaan lahan basah memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung pelestarian keanekaragaman hayati. Kepala Sub Direktorat Pengawetan Spesies dan Genetik KLHK Badi'ah mengatakan, aliran air pada lahan basah yang kaya nutrien menjadi faktor pendukung kelestarian keanekaragaman hayati, terutama spesies langka.
"Inilah pentingnya lahan basah sebagai habitat dari spesies-spesies kunci, spesies-spesies langka, dan endemik di Indonesia," ujarnya dalam diskusi memperingati Hari Lahan Basah Sedunia di Jakarta, Jumat (2/2/2024).
Badi'ah mencontohkan populasi bekantan yang menggantungkan hidup pada lahan basah. Monyet berhidung panjang itu mengambil tunas dan memakan buah-buahan yang tumbuh pada ekosistem lahan basah. Selain itu lahan basah memberikan akses mudah bagi kebutuhan air yang sudah terfilterisasi dengan baik, sehingga aman dari sedimen dan polutan.
"Spesies endemik yang hidup di situ menjadi lebih baik karena ketersediaan pakan yang mencukupi," katanya.
Indonesia memiliki tujuh situs lahan basah yang dirancang untuk kepentingan internasional di bawah Konveni Ramsar yakni Taman Nasional Berbak, Taman Nasional Sembilang, Taman Nasional Danau Sentarum, Taman Nasional Wasur, Suaka Margasatwa Pulau Rambut, dan Taman Nasional Tanjung Puting. Selain itu, menurut Badi'ah, lahan basah juga menjadi tempat berkembang biak bekantan karena tutupan vegetasi yang lebat membuat mereka bisa membangun sarang dan hidup berkelompok.
"Ekosistem lahan basah dan vegetasi yang subur membuat bekantan terlindungi dari predator," ucapnya.
Badan Restorasi Gambut dan Mangrove Nasional (BRGM) menargetkan restorasi lahan gambut seluas 1,2 juta hektare dan restorasi mangrove 600 ribu hektare dalam masa empat tahun dari 2021 hingga 2024. Kepala Kelompok Kerja Edukasi dan Sosialisasi BRGM Suwignya Utama mengatakan pihaknya melakukan dua pendekatan untuk merestorasi lahan gambut di Indonesia.
Pertama, aspek pendekatan teknis dengan membahas lahan gambut yang rusak, menanam pohon, dan revitalisasi ekonomi. Kedua, aspek kelembagaan guna menjaga keberlanjutan dari lahan basah dengan memperkuat kelembagaan kelompok masyarakat dan desa.
"Tahun lalu kami mencapai 271.721 hektare areal gambut yang terjaga kebasahannya," kata Suwignya.
Lebih lanjut dia mengungkapkan gambut erat kaitannya dengan kebakaran. Mayoritas kebakaran yang terjadi bersumber dari gambut yang kering.
BRGM memiliki sejumlah upaya untuk menjaga gambut agar tidak terbakar, mulai dari pemantauan tinggi muka air secara real-time, pembangunan infrastruktur (sekat kanal, sumur bor, hingga revegetasi), operasi pembasahan melalui teknologi modifikasi cuaca, hingga dukungan kelembagaan.