Akademisi Malaysia Khawatirkan Ekstremisme di Kampus, Puji Langkah Indonesia
Ekstremisme juga mengancam perguruan tinggi di Malaysia
REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG – Akademisi Universitas Malaya Malaysia, Prof Rahimin Afandi bin Abdul Rahim menyampaikan pemaparan tentang pentingnya museum yang menampilkan perspektif Islam.
Dia berpandangan, keberadaan museum seperti itu akan memunculkan pemahaman bahwa Islam menjunjung tinggi perdamaian dan kemanusiaan.
Dia menuturkan, sejak peristiwa 11 September 2001, Islamofobia berkembang sehingga Muslim dicap radikal sebagainya. Namun di sisi lain, adanya museum yang menyuguhkan koleksi-koleksi Islam telah menampik cap tersebut. Hal ini sudah terjadi di negara-negara Barat.
"Salah satu museum di Barat, ditonjolkan bahwa Islam adalah agama yang damai dan sebagainya. Mereka menampilkan koleksi yang menunjukkan bahwa Islam ini penuh perdamaian dan moderat," tuturnya dalam konferensi pers AICIS 2024 di UIN Walisongo Semarang, Sabtu (3/2/2024).
Rahimin mencontohkan British Museum di London Inggris, dan museum di Leiden Belanda, yang telah menggelar pameran haji. Di dalam pameran ini, yang ditampilkan bukan artefak-artefak terkait haji tetapi falsafah haji itu sendiri.
"Dengan ditonjolkannya seperti itu, pengunjung Barat menjadi paham bahwa Islam penuh dengan nilai-nilai kemanusiaan dan agama yang rahmatan lil alamin," ujarnya.
Dia pun kagum dengan Indonesia yang telah memiliki banyak museum artefak yang bisa digunakan untuk menampilkan perspektif Islam. Di Kuala Lumpur Malaysia, kata dia, museum kesenian Islam menjadi populer bagi para wisatawan asing.
Baca juga: Mengapa Kita Dianjurkan Perbanyak Shalawat? Ini Penjelasan Imam Al Ghazali
Adapun, lanjut Rahimin, museum kesenian Islam di Indoneia ini ada banyak, yang bisa digunakan untuk itu. Namun persoalannya sekarang yaitu belum adanya panduan atau pedoman tentang bagaimana merancang museum yang sesuai dengan perspektif Islam.
Selain itu, Rahimin juga mengulas soal konsep moderasi beragama di Indonesia. Dia kagum karena di setiap perguruan tinggi di Indonesia terdapat rumah moderasi beragama.
"Sedangkan di tempat kami tidak ada rumah moderasi beragama. Akibatnya, hasilnya ada ekstremisme yang berkembang di perguruan tinggi di Malaysia. Karena itu, ada banyak hal yang kami pelajari dari Indonesia. Dan kami belajar dari konsep-konsep itu, insya Allah kami terapkan di Malaysia," terangnya.