Kepala Bapanas Diperiksa KPK Terkait Utak-atik Eselon I Kementan
Arief menghadiri pemeriksaan di KPK pada Jumat (2/2/2024).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap hasil pemeriksaan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dalam perkara dugaan korupsi yang menjerat eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL). Arief ditanyai perihal jabatan eselon I di Kementan.
Arief memenuhi panggilan KPK pada Jumat (2/2/2024). Arief hadir sebagai saksi dalam perkara tersebut. "Saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain tentang dugaan utak-atik komposisi jabatan eselon I di Kementan sesuai arahan tersangka SYL," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin (5/2/2024).
Sebelumnya, Arief Prasetyo Adi menyebut ditanya sekitar sepuluh pertanyaan oleh tim KPK. Arief merasa ada pertanyaan yang tidak nyambung dengan tugas dan kewenangannya.
"Cukup banyak, ya. Sampai mungkin ada 10 (pertanyaan). Tapi semuanya memang ada yang nggak nyambung, ya, antara Badan Pangan dan Kementan," kata Arief setelah memberi keterangan di KPK pada Jumat (2/2/2024).
Arief menyampaikan pertanyaannya menyangkut riwayat pekerjaan, biodata, hubungannya dengan Kementan. Arief menegaskan Bapanas dan Kementan merupakan lembaga yang berbeda.
"Saya sampaikan bahwa Bapanas itu institusi terpisah, tapi dulu memang pernah jadi eselon 1-nya Kementan, tapi pada saat saya join memang sudah institusi terpisah. Saya jelaskan bahwa saya dilantik oleh Presiden tanggal 21 Februari 2022 dan bertanggungjawab kepada pak Presiden," ujar Arief.
Arief juga membantah isu setoran uang Bapanas ke Kementan. Sebab anggaran kedua lembaga itu sudah terpisah. "Nggak ada (setoran) karena kan institusi terpisah. Anggarannya, BA (badan anggaran)-nya juga terpisah. Kegiatannya juga berbeda. Tugasnya juga beda," ujar Arief.
Tercatat, petinggi Partai Nasdem sekaligus Wakil Bendahara Umum (Wabendum) Timnas AMIN, Rajiv, memenuhi panggilan KPK pada Selasa (30/1/2024). Rajiv juga diperiksa sebagai saksi dalam kasus SYL.
Diketahui, SYL ditetapkan sebagai tersangka bersama Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta, dan Sekjen Kementan Kasdi Subagyono. Mereka diduga melakukan korupsi berupa pemerasan disertai penerimaan gratifikasi. Mereka diduga menikmati uang haram sekitar Rp 13,9 miliar.
SYL disebut pernah memerintahkan Hatta dan Kasdi menarik setoran senilai 4.000-10 ribu dolar AS atau dirupiahkan Rp 62,8 juta sampai Rp 157,1 juta (Rp 15.710 per dolar AS pada 11 Oktober 2023) setiap bulan dari pejabat unit eselon I dan eselon II di Kementan. Uang tersebut berasal dari dari realisasi anggaran Kementan yang digelembungkan, serta setoran dari vendor yang memperoleh proyek.