Reaksi Kontras Kubu 01, 02, dan 03 Atas Film Dirty Vote
Kubu paslon 01.02, dan 03 memberikan reaksi berbeda atas film Dirty Vote.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ronggo Astungkuro, Nawir Arsyad Akbar, Dessy Suciati Saputri, M Noor Alfian Choir, Eva Rianti
Film dokumenter 'Dirty Vote' yang dirilis pada Ahad (11/2/2024) kemarin telah ditonton hingga 4 juta penonton hingga Senin (12/2/2024) siang. Tiga ahli tata negara yakni Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari dalam film itu bergantian menjabarkan praktik-praktik dugaan kecurangan terkait pelaksanaan Pemilu 2024.
"Untuk menjalankan skenario kotor seperti ini, tak perlu kepintaran atau kecerdasa. Yang diperlukan cuma dua, mental culas dan tahan malu," ujar Bivitri dalam kalimat penutup film itu.
Ragam reaksi langsung bermunculan merespons film tersebut. Kubu Tim Kemenangan Nasional (TKN) Prabowo-Gibran yang paling cepat bereaksi dengan menggelar konferensi pers tak lama setelah Dirty Vote tayang.
"Di negara demokrasi semua orang memang bebas menyampaikan pendapat. Namun perlu kami sampaikan sebagian besar yang disampaikan dalam film tersebut adalah sesuatu yang bernada fitnah, narasi kebencian yang sangat asumtif dan sangat tidak ilmiah," ucap Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Habiburokhman, dalam konferensi pers di Media Center TKN, Jakarta, Ahad siang.
Habiburokman merasa, ada tendensi untuk mendegradasi Pemilu 2024 dengan narasi-narasi yang tidak berdasar lewat film yang baru keluar pada siang hari ini tersebut. Sebab itu, dia mempertanyakan kapasitas para tokoh yang ada di dalam film itu.
Dia mengaku sudah menonton film berdurasi kurang lebih dua jam itu, bukan hanya melihat trailer-nya. Menurutnya, nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) merupakan tokoh yang paling sering disebut dalam film yang berupaya mengungkap kecurangan dalam Pemilu 2024 tersebut. Dia menilai apa yang dikatakan para pakar dalam film itu berseberangan dengan pandangan masyarakat umum.
"Rakyat pasti sangat paham, tokoh yang paling sering disebut dalam film itu sangat berkomitmen dalam menegakkan demokrasi. Rakyat juga tahu, pihak mana yang sebenarnya melakukan kecurangan dan pihak mana yang mendapatkan dukungan sebagai besar rakyat dengan program yang rekam jejak yang jelas berpihak kepada rakyat," jelas dia.
Habiburokhman menukil kalimat yang disampaikan oleh Zainal pada film itu, yang juga ada di trailer, yakni agar rakyat menjadikan film itu sebagai dasar penghukuman. Mendengar itu, pihaknya justru khawatir rakyatlah yang akan menghukum mereka dengan cara rakyat sendiri. Di mana, rakyat sangat antusias dengan rencana Prabowo melanjutkan capaian dari pemerintahan Jokowi.
"Jadi tindakan-tindakan mereka mereka yang menyampaikan informasi yang sangat tak argumentatif, tetapi tendensius untuk menyudutkan pihak tertentu, berseberangan dengan apa yang menjadi sikap sebagian besar rakyat," tutur dia.
Namun, kata dia, TKN Prabowo-Gibran menyarankan rakyat untuk tetap tenang, tidak terhasut, dan tidak terprovokasi oleh narasi dalam film tersebut, yang dia sebut sebagai narasi kebohongan. Pihaknya tak ingin rakyat sampai melakukan pelanggaran hukum karena terprovokasi oleh film itu.
"Kita harus pastikan kemudian 2024 berlangsung damai, luber dan jurdil. Pastikan rakyat untuk bisa menggunakan hak politiknya dengan sebaik-baiknya karena itu akan menentukan masa depan kita semua ke depan," jelas Habiburokhman.
Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Ketua Dewan Pengarah TKN Prabowo-Gibran, Airlangga Hartarto menyebut, film Dirty Vote tersebut sebagai film kampanye hitam yang bermuatan politis untuk menyerang lawan politik.
"Itu namanya kan black movie, black campaign, ya kalau itu kan ngga perlu dikomentarin," kata Airlangga usai mengikuti rapat terbatas di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (12/2/2024).
Apalagi, kata dia, film ini diunggah di platform Youtube saat masa minggu tenang. "Ya artinya kan namanya juga black movie pas minggu tenang akhir-akhir ini," tambahnya.
Menurut Airlangga, pemilu saat ini sudah berjalan aman , tertib, dan lancar. Karena itu, ia meminta agar tak ada pihak yang memperkeruh suasana saat ini.
"Saya rasa sih pemilu kan sudah berjalan dengan aman, tertib, dan berjalan dengan lancar jadi tidak perlu dibuat apa namanya dibuat keruh," kata dia.
Menurut Airlangga, paslon Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka pun tak terganggu dengan film Dirty Vote tersebut. Yang terpenting, kata dia, masyarakat tetap datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk memberikan suaranya.
"Ya yang penting tanggal 14 masyarakat perlu nyoblos," ujarnya.
Disinggung soal film tersebut, Gibran mengaku belum menonton. "Belum Ya saya belum nonton, Makasih ya untuk masukannya," katanya.
Disinggung soal adanya dugaan mengarah kecurangan Paslon 02, cawapres Gibran Rakabuming Raka hanya memberikan respons santai. Ia mengatakan jika ada kecurangan silakan dibuktikan dan dilaporkan.
"Kalau ada kecurangan silakan nanti dibuktikan dilaporkan njeh," katanya.
Ditanya apakah film tersebut merugikan pihaknya, Gibran mengaku biasa saja. "Saya belum nonton, biasa saja," katanya, Senin (12/2/2024).
Jika kubu 02 menilai Dirty Vote sebagai bagian dari kampanye hitam, Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud mengapresiasi film yang dirilis H-3 pencoblosan Pemilu 2024 itu. Menurutnya, film tersebut dapat memberikan literasi politik kepada masyarakat Indonesia.
Isi film tersebut sejalan dalam pemberitaan di banyak media massa. Misalnya soal pengarahan kepala desa, intimidasi, politisasi bansos, hingga persebaran 20 persen suara sebagai syarat kemenangan pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
"Anda boleh tidak setuju dengan Dirty Vote, tetapi film ini membantu mengedukasi dan meningkatkan literasi politik di Indonesia. Kita ini bisa kuat karena punya demokrasi, dan inilah yang jadi taruhan sebagai sebuah bangsa dan negara," ujar Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Jakarta, Ahad (11/2/2024).
"Banyak orang baperan kalau dikritik, sikap ini berbahaya. Kalau tidak setuju dengan film itu, bantah saja dengan membuat film lain atau dengan argumen yang baik. Kritik harus dibalas dengan kritik," ujar Todung, menambahkan.
Menurut Todung, "jangan kemudian pihak-pihak yang merasa dirugikan melapor ke polisi. Karena, menurutnya, kriminalisasi hanya akan membunuh demokrasi, menghambat kreativitas, dan mematikan industri kreatif.
Di samping itu, ia sebenarnya melihat tak ada hal baru dalam film itu. Todung pun tak setuju atas pernyataan Wakil Ketua Komisi III DPR Habiburokhman yang menyebut Dirty Vote sengaja dibuat untuk mendegradasi penyelenggaraan Pemilu 2024.
"Dengan segala respect, saya tak sependapat dengan yang disampaikan Habiburokhman. Apa yang disampaikannya tak mencerminkan yang dirasakan publik. Kritik atas intimidasi itu sudah ada di mana-mana. Jangan baper dan sedikit-sedikit lapor ke kepolisian, sehingga membuat dalam demokrasi kita jadi tak sehat dan mengalami kemunduran," ujar Todung.
Wakil Presiden (Wapres) ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) pun berkomentar tentang film dokumenter Dirty Vote yang baru-baru ini rilis dan menjadi trending topic di media sosial. JK menilai substansi dalam film tersebut yang menceritakan kecurangan dalam Pemilu 2024 belum seberapa, alias baru terungkap sebagian saja.
"Saya sudah nonton tadi malam, dan film itu betul luar biasa. Tapi bagi saya, saya kira Dirty Vote ini masih ringan dibanding kenyataan yang ada," ujar JK di kediamannya saat konferensi pers bersama capres nomor urut 1 Anies Baswedan di kediamannya di Jalan Brawijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (12/2/2024).
Bahkan menurut perhitungan JK, kecurangan yang diungkapkan di dalam film tersebut hanya sekitar 20 persennya. Sehingga, ada banyak hal yang belum terungkap.
"Masih tidak semuanya (diungkap), mungkin baru 25 persen karena tidak mencakup kejadian di daerah-daerah kejadian di kampung-kampung, kejadian bagaimana bansos diterima orang, bagaimana datang petugas-petugas memengaruhi orang. Jadi masih banyak lagi sebenarnya yang jauh lebih banyak, mungkin sutradaranya lebih sopan lah, masih sopan, tapi pihak lain masih marah apalagi kalau dibongkar semuanya," ungkapnya.
JK mengingatkan, berkaca dari film tersebut bahwa pemilu yang kotor akan menghasilkan pemilih yang tidak sempurna.