Beras Premium Langka, Wapres Minta Bulog Salurkan Stok kepada Masyarakat
Wapres menyebut impor 400 ribu ton beras tengah diproses dan segera tiba.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden RI, KH Ma'ruf Amin, meminta Bulog menyalurkan stok beras kepada masyarakat untuk mengatasi kelangkaan beras premium di sejumlah daerah. Kiai Ma'ruf menyebut ketersediaan cadangan beras di Bulog harus mampu mengatasi kelangkaan.
"Saya kira beras itu, menurut yang saya tahu, di Bulog itu ada sekitar 800 ribu ton. Oleh karena itu, saya minta memang ini (beras) supaya segera bisa digelontorkan kepada masyarakat, supaya tidak ada kekurangan beras di masyarakat," kata Wapres, dikutip Selasa (13/2/2024).
Selain masalah stok beras, Wapres juga meminta kepada segenap pemangku kepentingan untuk menjaga harga beras agar tetap stabil. Jangan sampai harga beras tinggi.
Wapres mengatakan, selain pasokan beras sebanyak 800 ribu ton di Bulog, sebanyak 400 ribu ton beras juga sedang dalam proses impor. Sehingga dalam waktu dekat, pasokan beras ini akan mencapai 1,2 juta ton. Ia berharap distribusi beras ini akan menekan gejolak di masyarakat, sekaligus menekan harga beras agar tidak melambung tinggi.
"Kalau (beras) tidak digelontorkan, di pasaran jadi tidak ada. Kedua, sekaligus menekan harga jangan sampai tinggi," ucap Wapres.
Sebelumnya diberitakan beras premium mengalami kelangkaan di sejumlah daerah. Di antaranya di DKI Jakarta dan juga Jawa Barat.
Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) menyoroti harga beras di pasaran yang terus mengalami kenaikan. Sekretaris Jenderal DPP Ikappi Reynaldi Sarijowan menyebutkan harga beras kini makin tak jelas dan melampaui harga eceran tertinggi (HET)
"Kami mendapati laporan untuk harga beras medium terkerek di Rp 13.500 per kilo, sedangkan beras premium sudah menyentuh Rp 18.500 per kilogram," ujar Reynaldi, Senin (12/2/2024).
Reynaldi pun menyampaikan alasan harga beras yang tak kunjung menyentuh HET karena beberapa faktor. Ia menilai pemerintah tidak serius dalam pengelolaan beras sejak musim tanam tahun 2022 hingga saat ini. Kondisi ini membuat data produktivitas beras nasional menjadi simpang siur.
"Ikappi mendorong agar sinkronisasi data antara beras yang disebarkan di masyarakat digunakan untuk bansos dan yang disebarkan untuk pedagang pasar itu penting untuk keberlangsungan pasar agar harga di pasar tidak tinggi," katanya.