Kondisi Gaza Buruk, Biden Cegah Deportarsi Warga Palestina dari AS
Langkah Biden tersebut akan memberikan warga Palestina di AS tempat aman sementara
WASHINGTON – Presiden AS Joe Biden menandatangani sebuah perintah untuk melindungi warga Palestina di negaranya dari deportasi untuk 18 bulan ke depan. Gedung Putih mengungkapkan mengenai perintah Biden tersebut, Rabu (14/2/2024).
Pertimbangan Biden adalah situasi kemanusiaan di Gaza yang memburuk. ‘’Kebijakan Biden ini menjamin tidak adanya pemaksaan pemulangan kepada sekitar 6.000 warga Palestina,’’ demikian pernyataan seorang pejabat Pemerintah AS.
Dalam sebuah pernyataan, penasihat keamanan nasional Gedung Putih, Jake Sullivan menjelaskan, menyusul terjadinya serangan 7 Oktober oleh Hamas dan respons militer Israel, kondisi kemanusiaan di Gaza kian memburuk.
‘’Langkah Biden tersebut akan memberikan warga Palestina di AS tempat aman sementara. Namun, siapa saja yang secara sukarela memutuskan kembali ke Palestina tak lagi mendapatkan perlindungan ini,’’ kata Sullivan.
Setelah lebih dari empat bulan perang Israel di Gaza, Biden menghadapi tekanan agar tegas melindungi warga sipil Palestina di Gaza serta mengalirkan bantuan kemanusiaan ke sana. Biden pun dihujani kritik dari Arab-Amerika karena tak menyerukan gencatan senjata permanen.
Direktur Eksekutif American-Arab Anti-Discrimination Committee, Adeb Ayoub mengatakan perlu tindakan berani untuk melindungi warga Palestina di AS.’’Kami melihat situasi di Gaza dan Palestina tidak akan lebih baik dan kebijakan ini kami sambut,’’ katanya.
Ia menambahkan, akan sangat menggembirakan melihat kebijakan Biden tak mendeportasi warga Palestina dari AS terlaksana dengan baik di lapangan. Apalagi hingga saat ini militer Israel terus menggempur Gaza dan korban jiwa semakin banyak berjatuhan.
Para pejabat kesehatan Gaza mengungkapkan setidaknya sudah 28.500 warga Palestina meninggal dunia akibat serangan Israel sejak 7 Oktober 2023. Israel mengeklaim warga yang tewas akibat serangan Hamas sebanyak 1.200 orang dan 250 lainnya jadi sandera Hamas. reuters/han