Dewas KPK Singgung Sosok Hengky "Si Pelopor" Pungli Rutan KPK
Hengky merupakan pegawai KPK yang berasal dari instansi Kemenkumham.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) Tumpak Hatorangan Panggabean mengungkapkan sosok mantan pegawai KPK Hengky. Hengky disebut sebagai "pelopor" pungli yang sistematis di Rutan KPK.
Tumpak menjelaskan Hengky sempat bekerja di KPK sebagai Koordinator Keamanan dan Ketertiban Rutan KPK. Hengky merupakan pegawai KPK yang berasal dari instansi lain yaitu Kemenkumham.
"Sekarang sudah tidak disini. Saya nggak tahu dimana. Katanya sudah di Pemda DKI," kata Tumpak kepada wartawan, Kamis (15/2/2024).
Tumpak menerangkan Hengky memang sengaja tak diperiksa dalam perkara etik pungli rutan KPK. Sebab, Dewas KPK merasa keterangan yang disampaikan para terperiksa sudah memadai.
"Dalam kasus ini, dia tidak diperiksa karena semua terperiksa mengaku jadi nggak perlu periksa dia lagi karena sudah terbukti," ujar Tumpak.
Menunjuk 'lurah'...
Di masa aktifnya di KPK, Tumpak menyebut Hengky berperan menunjuk siapa yang jadi "lurah". Lurah merupakan istilah yang digunakan untuk petugas rutan bertugas mengumpulkan uang dari tahanan. Sedangkan koordinator para tahanan disebut Korting atau Koordinator Tinggal.
"Setelah kumpul diserahkan ke Lurah, setelah Hengky nggak ada nunjuk Lurah antarmereka sendiri yang dituakan," ujar Tumpak.
Tumpak tak menampik bahwa Hengky lah yang mulai membuat pungli di Rutan KPK menjadi terstruktur. Bahkan jumlah uang yang mesti disetorkan tahanan awalnya ditetapkan Hengky.
"Awal mulanya ini (Hengky) hingga terstruktur secara baik. Angkanya dia yang tentukan (untuk masuk ponsel), termasuk tiap bulan supaya bebas pakai HP," ujar Tumpak.
Anggota Dewas KPK Albertina Ho menambahkan, pungli di Rutan KPK mulanya terjadi tak sistematis. Pungli terjadi secara pribadi saja. Lalu, Hengky lah yang disebut membuat pungli ini tersistem.
"Sebenarnya awal mula pungutan itu belum sistematis, masih pribadi. Setelah ada Hengky, mulai dibuat sistematis, ada 'korting' dari tahanan, dari KPK ada 'lurah'. Itu sistemnya, lebih sistematis dengan Hengky. Setelah Hengky pergi ditunjuk yang dituakan, kebanyakan pakai istilah Lurah," ujar Albertina.
Awal temuan...
Diketahui, Dewas KPK menjatuhkan sanksi etik berat terhadap 78 pegawai KPK. Mereka terjerat kasus pungli di Rumah Tahanan (Rutan) KPK. Adapun 12 pegawai lainnya lolos dari sanksi etik karena diduga melakukannya sebelum Dewas KPK ada.
Mereka yang disanksi melakukan pelanggaran etik dan perilaku sesuai Pasal 4 Ayat (2) huruf b Peraturan Dewas KPK Nomor 03 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK. Dalam Peraturan Dewas KPK, sanksi berat yang dijatuhkan bagi pegawai memang berupa permintaan maaf secara langsung. Hal ini berdasarkan Pasal 11 Ayat (3) Peraturan Dewas KPK Nomor 03 tahun 2021.
Dewas KPK memutuskan tak ada hal-hal yang meringankan bagi para terperiksa. Tapi Dewas KPK mencantumkan sejumlah hal memberatkan yaitu perbuatan para terperiksa dilakukan terus menerus, merusak kepercayaan publik terhadap KPK, perbuatan para terperiksa tak mendukung pemberantasan korupsi.
Awalnya, kasus pungli ini didapati Dewas KPK lewat temuan awal hingga Rp 4 miliar per Desember 2021 sampai Maret 2023. Uang haram tersebut diduga berhubungan dengan penyelundupan uang dan ponsel bagi tahanan kasus korupsi. Dewas KPK lantas melakukan rangkaian pemeriksaan etik. Dari proses itu, ditemukan jumlah uang pungli di Rutan KPK ditaksir di angka Rp 6 miliar sepanjang tahun 2018-2023.
Untuk menyelundupkan ponsel ke dalam rutan KPK, tahanan wajib menebusnya dengan uang sekitar Rp 10 juta hingga Rp 20 juta. Parahnya lagi, ada uang bulanan yang wajib dibayarkan. Dalam perkara etik ini, Dewas KPK pun mengantongi 65 bukti berupa dokumen penyetoran uang dan lainnya. Mereka menerima uang agar tutup mata atas penggunaan ponsel di dalam Rutan KPK.