Asumsi Anomali Suara PDIP dan Ganjar-Mahfud di Kandang Banteng
Raihan suara Ganjar-Mahfud di kandang banteng tak maksimal pada Pemilu 2024.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Febrian Fachri, Febryan A
Sekretaris Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Hasto Kristiyanto mengungkap adanya anomali dalam hitung cepat atau quick count yang digelar oleh sejumlah lembaga survei. Anomali tersebut dinilainya terjadi karena adanya indikasi kecurangan yang menyasar Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Sebab dalam hasil quick count, perolehan suara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk pemilihan legislatif (Pileg) berkutat pada 17 hingga 19 persen. Sedangkan suara untuk Ganjar-Mahfud, berada di kisaran 16-18 persen.
"Justru itulah yang salah satu anomalinya, karena pergerakan dari struktur (PDIP) itu sangat masif," ujar Hasto di Gedung High End, Jakarta, Kamis (15/2/2024).
Ia menjelaskan, adanya intimidasi yang dialami oleh kader PDIP yang menjabat sebagai kepala daerah. Hal tersebut membuat "kandang banteng" seperti Jawa Tengah, Bali, Sulawesi Utara, dan Nusa Tenggara Timur tidak maksimal ke Ganjar-Mahfud.
"Kepala-kepala daerah dari kami banyak sekali yang dilakukan intimidasi, yang dilakukan dengan menggunakan proses-proses hukum," ujar Hasto.
Karenanya, TPN Ganjar-Mahfud akan membentuk sebuah tim khusus bertugas untuk menginvestigasi indikasi kecurangan yang terjadi di banyak wilayah. Jika benar ditemukan kecurangan, mereka akan membawanya ke ranah hukum.
"Semua mencermati bahwa proses hukum ini harus dikedepankan, karena kita negara hukum. Kemudian dikaji juga proses-proses politik baik yang ada di parlemen, maupun juga proses-proses politik di dalam pencermatan terhadap seluruh tahapan pemilu itu sendiri," ujar Hasto.
Diketahui, Ganjar-Mahfud menghadiri rapat evaluasi pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Dalam rapat tersebut, hadir empat ketua umum partai politik pengusung dan pengurus inti TPN Ganjar-Mahfud.
Salah satu yang dibahas adalah indikasi kecurangan yang ditemukan pihaknya di banyak wilayah. Karenanya, hasil hitung cepat atau quick count belum dapat dijadikan landasan untuk mengeklaim kemenangan Pilpres 2024.
"Kita sudah sepakat kita akan menunggu keputusan KPU, sesuai dengan apa yang disampaikan KPU sambil teman-teman bekerja," singkat Ganjar di Gedung High End, Jakarta.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin, menilai, ada kemungkinan pemilih loyal PDIP memiliki pilihan lain untuk capres-cawapres pada Pemilu 2024. Akibatnya, perolehan suara PDIP tidak selaras dengan suara Ganjar-Mahfud menurut hasil quick count berbagai lembaga survei berada di posisi paling buncit atau urutan tiga di bawah Prabowo-Gibran dan Anies-Muhaimin.
"Ini artinya pemilih PDIP tidak ikut pilihan partai untuk capres-cawapres,"kata Ujang, Kamis (15/2/2024).
Menurut Ujang, adalah hal wajar bila ada perbedaan pilihan partai dan pilihan terhadap capres-cawapres. Untuk pilihan partai kata Ujang, kader-kader yang menyentuh akar rumput sudah menjalin keterikatan yang sangat erat dengan pemilihnya sejak lama. Bahkan, jauh-jauh hari sebelum pemilu.
Sedangkan capres-cawapres menurut Ujang baru berkeliling menyapa masyarakat tiga bulan pada masa kampanye. Sehingga, ikatan emosional capres-cawapres dengan masyarakat tidak sekuat dengan kader-kader yang maju menjadi calon legislatif.
"Capres-cawapres ini keterikatannya kan baru begitu dideklarasikan sebagai pasangan kan baru beberapa bulan lalu,"ujar Ujang.
Ujang juga menduga PDIP memang realistis untuk tidak memburu kemenangan di dua kontesasi yakni pileg dan pilpres. "Saya melihat di situ. PDIP yang penting jangan sampai kalah dua-duanya. Jadi strateginya memenangkan pileg, enggak apa-apa pilpres kalah," kata Ujang menambahkan.
Hal serupa juga dikemukakan Guru Besar Ilmu Politik Universitas Andalas, Asrinaldi. Menurut dia, preferensi orang ke partai berbeda dengan preferensi ke paslon.
"Tidak semua kekuatan akar rumput PDIP memilih Ganjar, sehingga memilih sesuai dengan keinginannya. Bisa saja ke 02 yang didukung Pak Jokowi. Walau PDIP suara maksimal, tapi calonnya tidak," kata Asrinaldi.
Pada awal bulan ini, hasil survei teranyar yang dirilis LSI Denny JA menemukan, bahwa sepertiga pemilih PDIP ternyata mendukung pasangan capres-cawapres Prabowo-Gibran. Padahal, PDIP adalah partai pengusung pasangan Ganjar-Mahfud.
Peneliti Senior LSI Denny JA, Adjie Alfaraby menjelaskan, survei yang dilakukan dalam rentang 26 Januari hingga 6 Februari 2024 itu menemukan bahwa pemilih PDIP yang mendukung Ganjar-Mahfud sebesar 60,4 persen. Sisanya, sebesar 32,8 mendukung Prabowo-Gibran dan 5,5 persen mendukung Anies-Muhaimin.
"Jadi, konstituen PDIP yang memilih Prabowo-Gibran angkanya cukup tinggi, yakni 32,8 persen," kata Adjie saat memaparkan hasil surveinya di Jakarta, Jumat (9/2/2024).
Adjie menjelaskan, fenomena tersebut biasa disebut split-ticket voting atau kondisi ketika pemilih punya pilihan berbeda atas pemilihan legislatif dan pemilihan presiden. Dia mengatakan, PDIP bukan satu-satunya partai yang mengalami split-ticket voting dalam jumlah besar.
Partai lain adalah PKB, partai pengusung pasangan Anies-Muhaimin. Sebanyak 30,5 persen pemilih PKB ternyata mendukung Prabowo-Gibran. Pemilih PKB yang memilih Anies-Muhaimin sebesar 46 persen.
Split-ticket voting juga dialami Partai Demokrat, partai pengusung Prabowo-Gibran. Sebanyak 27,1 persen pemilih Demokrat ternyata mendukung pasangan Anies-Muhaimin. Pemilih Demokrat yang mendukung Prabowo-Gibran sebesar 53 persen.
Split-ticket voting paling tinggi dialami PPP, partai pengusung Ganjar-Mahfud. Sebanyak 64,8 persen pemilih partai berlogo Ka'bah itu ternyata mendukung Prabowo-Gibran. Hanya 8,6 persen pemilih PPP yang mendukung Ganjar-Mahfud. Lalu ada 22 persen yang lari ke Anies-Muhaimin.
"Jadi ada beberapa partai yang tingkat split-ticket voting-nya cukip tinggi atau di atas 25 persen," ujar Adjie.