Kementan Akui Produksi Beras Turun, Ini Kondisinya
Produksi Januari akibat rendahnya tanam pada Oktober akibat curah hujan sangat kecil.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) mengakui produksi beras turun pada akhir 2023 dan awal 2024 karena terdampak El Nino. Direktur Serealia Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Moh Ismail Wahab mengatakan, kondisi El Nino menyebabkan menurunnya potensi curah hujan atau tidak hujan rata-rata tahunannya, sehingga berakibat tidak bisa tanam sesuai jadwal atau mundur.
"Konsekuensinya adalah tidak bisa tanam ya produksi turun. Pada November 2023 (tidak bisa tanam) sehingga pada akhir 2023 surplus produksi kita menjadi lebih kecil daripada tahun 2023 dan itu terus berlanjut El Nino dampaknya sampai ke Januari. Januari Februari Maret," ujar Ismail saat Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2024 dikutip dari Youtube Kemendagri, Selasa (20/2/2024).
Ismail menjelaskan, turunnya produksi pada Januari akibat dari rendahnya tanam pada Oktober akibat curah hujan sangat kecil. Begitu juga Februari yang merupakan hasil dari tanam pada November. Kondisi itu pun yang menyebabkan produksi beras pada akhir 2023 hanya surplus 0,34 juta.
"Ini karena faktor El Nino tadi minus kita cukup banyak di bulan-bulan Oktober November," ujarnya.
Kendati begitu, Ismail menyebut total ketersediaan beras dalam negeri masih dalam kondisi cukup yakni total di 2023 sebanyak 33,62 juta ton beras yang berasal dari produksi dalam negeri sebanyak 30,96 juta ton dan kuota impor 2,7 juta ton. Jika dibandingkan dengan total kebutuhan konsumsi beras pada 2023 yang sebesar 30,62 juta ton berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas), maka tersedia carry over beras sekitar 3 juta ton beras dari 2023 ke 2023.
Hal ini ditambah dengan sisa kuota impor sebanyak 0,4 juta ton dan produksi sebesar 0,91 juta ton maka pada Januari ada stok sekitar 4,31 juta ton beras. "Artinya apa? Kalau kita punya 4,31 juta ton beras, kebutuhan kita hanya 2,5 harusnya di bulan Januari kita tidak kesulitan. Artinya beras itu cukup. Karena kebutuhan kita pada 2024 Januari hanya 2,5. Jadi kalau carry over tadi 3,6 maka akan ada 4.," ujarnya.
Untuk itu, Ismail menilai perlunya pencatatan logistik mengenai serapan kebutuhan beras tersebut. Hal ini mengingat harga beras yang saat ini terus melonjak dan langka di sejumlah ritel. "Sekarang kita kurang mempunyai pencatatan terhadap logistik ini. Logistik ini artinya kemana larinya dari 3,3 juta ton ini sehingga beras kita sampai sekarang pun masih cukup mahal dan kondisinya sedikit agak sulit," ujarnya.
Ismail pun memprediksi persoalan perberasan saat ini bukan karena ketersediaannya tetapi karena perpindahannya, bukan lagi di retail tetapi sudah berpindah ke rumah tangga produsen atau rumah tangga konsumen. "Ini perlu juga ada survei yang sangat singkat untuk mengetahui seperti apa perpindahan stok beras kita yang semula berada di tingkat produsen atau retail kepada konsumen," ujarnya.
Karenanya, untuk mengatasi penurunan produksi beras, Kementerian Pertanian mengejar produksi beras dengan menggenjot penanaman pada Februari-Maret ini. Ismail Wahab mengatakan, target tanam pada Februari-Maret ini akan menopang produksi beras tinggi pada April-mei untuk menggeser kekurangan produksi akibat El Nino di awal tahun.
"Kalau tidak ada pergerakan diam-diam saja maka tidak akan tercapai tadi. Kita harus menargetkan pertanaman di bulan Februari itu harus tinggi. Kita targetkan 2 juta hektare," ujar Ismail.
Hingga Februari ini, kata Ismail, dari target dua juta tersebut, pertanaman yang dilaporkan baru mencapai 576 ribu hektar. Karena itu, Ismail meminta pemerintah daerah mulai provinsi hingga kabupaten segera menggerakkan tanam dan juga melaporkannya.
"Sekarang kita gerakkan Pak seluruh eselon 1-2 di Kementerian Pertanian bekerjasama dengan dinas dinas kabupaten dan provinsi dan adakan rakor intensif untuk segera mencapai untuk merealisasikan target ini karena potensinya ada," ujarnya.
Ia optimistis target tanam 2 juta hektar pada Februari bisa dilakukan mengingat curah hujan bulan ini masih tinggi sebagaimana prediksi BMKG. "Ini kalau Februari tanam tinggi maka di bulan April kita akan mendapatkan produksi padi ya minimal harus lebih tinggi dari tahun kemarin untuk bisa menutupi kekurangan panen yang terjadi di bulan Januari-Februari dan saya masih optimasi curah hujan ini terus berlanjut sampai ke musim kemarau," ujarnya.