Tornado di Rancaekek Bandung, Ada Kaitannya dengan Perubahan Iklim? Ini Penjelasannya
Sekelompok ilmuwan menganalisa kaitan antara perubahan iklim dan tornado.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Klimatologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erma Yulihastin, menilai bahwa angin kencang yang menerjang Rancaekek, Kabupaten Bandung, pada Rabu (21/2/2024) merupakan tornado. Pernyataan BRIN tersebut telah ditepis oleh BMKG, dengan Kepala Stasiun Geofisika Kelas I Bandung Teguh Rahayu menilai angin tersebut masih dikategorikan sebagai puting beliung, bukan tornado.
Namun bagaimanapun, bencana tersebut telah mengakibatkan kerusakan yang sangat besar. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat telah mencatat, angin kencang tersebut menyebabkan kerusakan pada 534 bangunan. Lantas apakah bencana ekstrem seperti angin puting beliung dan tornado ada kaitannya dengan perubahan iklim?
Selama dua tahun terakhir, sekelompok ilmuwan di Northern Illinois University telah mencoba menganalisis apakah pemanasan global yang disebabkan oleh manusia akan membawa lebih banyak badai petir yang menimbulkan tornado super atau tidak. Para peneliti di Northern Illinois University menggunakan pemodelan cuaca yang terperinci untuk mensimulasikan pembentukan badai di masa depan dalam skala yang jauh lebih kecil.
"Kami melakukan simulasi selama 45 tahun. Itu adalah 700 terabyte data. Jadi, hasilnya saja sudah luar biasa. Jumlah tersebut kira-kira setara dengan apa yang dibutuhkan untuk menyimpan 100 ribu film HD berdurasi dua jam,” kata Walker Ashley, seorang profesor di departemen bumi, atmosfer, dan lingkungan Northern Illinois University.
Studi yang dipublikasikan di Bulletin of the American Meteorological Society tersebut menyimpulkan bahwa dunia yang semakin memanas mungkin akan membawa lebih banyak badai supercell -jenis badai yang menghasilkan tornado.
“Hal ini dikarenakan, sebagian udara yang lebih panas dan kering dari Barat Daya kemungkinan akan mendorong badai-badai tersebut ke arah timur, yang justru membawa risiko yang lebih tinggi ke negara-negara bagian yang lebih padat penduduknya seperti Tennessee, Arkansas, dan Mississippi, tempat di mana beberapa badai yang mematikan baru-baru ini terjadi,” kata Ashley seperti dilansir Time, Kamis (22/2/2024).
Ashley memperingatkan bahwa masih banyak tugas yang harus dilakukan di lapangan untuk memperkuat temuan-temuan tersebut. "Saya tidak ingin mengatakan bahwa penelitian kami adalah akhir dari segalanya," kata Ashley.
Dia juga mencatat bahwa perubahan iklim hanyalah salah satu bagian dari teka-teki dalam upaya memahami apa yang membuat orang berada dalam bahaya dari tornado yang mematikan. Sebagian besar risiko, jelas dia, berkaitan dengan pola pembangunan dalam beberapa dekade terakhir.
Sementara itu, seperti dilansir National Geographic, beberapa penelitian lain memprediksi bahwa perubahan iklim dapat memberikan kesempatan bagi terbentuknya badai petir yang lebih parah. Namun, hal ini tidak selalu berarti bahwa lebih banyak tornado akan terjadi, terutama mengingat fakta bahwa hanya sekitar 20 persen dari badai petir supercell yang menghasilkan tornado. Lebih rumitnya lagi, tidak ada yang sepenuhnya memahami bagaimana tornado terbentuk.
Meskipun tidak ada tren jangka panjang dalam frekuensi tornado, namun ada perubahan pola tornado dalam beberapa tahun terakhir. Penelitian telah menunjukkan bahwa ada lebih sedikit hari dengan setidaknya satu tornado tetapi lebih banyak hari dengan lebih dari tiga puluh tornado, bahkan ketika jumlah total tornado per tahun relatif stabil. Dengan kata lain, kejadian tornado menjadi lebih berkelompok.
Ada juga bukti yang menunjukkan bahwa pola tornado telah bergeser secara geografis. Jumlah tornado di negara-negara bagian AS yang membentuk Tornado Alley menurun, sementara peristiwa tornado telah meningkat di negara bagian Mississippi, Alabama, Arkansas, Missouri, Illinois, Indiana, Tennessee, dan Kentucky.
Ada spekulasi bahwa beberapa perubahan ini terkait dengan perubahan iklim dan pengaruhnya terhadap jet stream. Wabah tornado juga bertepatan dengan meningkatnya suhu laut. Namun tidak ada yang bisa mengatakan dengan pasti bahwa perubahan iklim merupakan faktor yang berkontribusi dalam kejadian-kejadian ini. Sangat sulit untuk mengetahui perubahan mana yang disebabkan oleh perubahan iklim dan perubahan mana yang disebabkan oleh interaksi dengan fluktuasi iklim alami seperti El Nino.