PBB: Bahaya Nuklir dari Abad lalu Kembali Hantui Manusia

Rusia percaya AS masih melakukan uji coba nuklir.

Iranian Defense Ministry via AP
Dalam gambar yang dirilis Kementerian Pertahanan Iran pada Kamis, 25 Mei 2023, rudal Khorramshahr-4 diluncurkan di lokasi yang dirahasiakan, Iran. Iran meluncurkan pada hari Kamis apa yang dijuluki iterasi terbaru dari rudal balistik Khorramshahr berbahan bakar cair di tengah ketegangan yang lebih luas dengan Barat atas program nuklirnya.
Red: Setyanavidita livicansera

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Bayangan kehancuran massal nuklir yang menghantui masyarakat abad lalu kini kembali, ucap Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres. “Perpecahan geopolitik, kompetisi persenjataan tanpa henti menghasilkan jalan buntu. Militer kini mengembangkan aplikasi teknologi baru yang menakutkan, termasuk kecerdasan buatan dan sistem senjata otomatis,” ucapnya di Konferensi Perlucutan Senjata, Senin (26/2/2024), di Jenewa, Swis. 

Baca Juga


“Bahaya nuklir yang menghantui masyarakat abad lalu kini telah kembali,” lanjut Guterres. “Beberapa negarawan bahkan menyiratkan bahwa mereka siap untuk mengerahkan tenaga nuklir, sebuah ancaman memalukan yang harus dikecam dengan jelas dan keras oleh dunia,” lanjut Guterres seperti dilansir TASS.

Guterres kembali menegaskan seruannya untuk melaksanakan seluruh komitmen perlucutan senjata nuklir berdasarkan Perjanjian Nonproliferasi Nuklir serta memberlakukan Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir (Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty). Pada Oktober 2023, Departemen Energi Amerika Serikat (AS) menyatakan bahwa “ledakan kimia di bawah permukaan” telah dilakukan di Nevada untuk meningkatkan kemampuan AS dalam mendeteksi ledakan nuklir berkekuatan rendah di seluruh dunia.

Direktur Departemen Nonproliferasi dan Pengendalian Senjata Kementerian Luar Negeri Rusia Vladimir Yermakov menyatakan bahwa Rusia percaya AS masih melakukan uji coba nuklir. Pada Februari 2024, Utusan Rusia untuk kantor PBB dan organisasi internasional di Geneva Gennady Gatilov menyatakan, Konferensi Perlucutan Senjata tak memiliki alternatif lain, tetapi upaya besar konferensi tersebut dihalangi oleh tak adanya minat dan keinginan politik negara-negara Barat untuk mengembangkan instrumen pengendalian senjata yang efektif dan mengikat secara hukum.

Gatilov menyatakan, masalah ada pada AS dan para sekutunya yang mengupayakan kebijakan untuk mempertahankan hegemoni global mereka. "AS dan para sekutu bertujuan untuk mencapai keunggulan ekonomi, politik, dan militer atas pusat-pusat kekuasaan lain yang saat ini sedang mendapat pengakuan internasional, sehingga mereka tak ingin terikat pada kewajiban hukum tambahan," ujarnya. 

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler