Boikot Kurma Israel Pernah Berhasil dan Bisa Berlanjut pada Ramadhan Ini

Ekspor kurma Israel ke AS pernah turun secara signifikan sejak 2015.

Republika/Prayogi
Jamaah Umroh Abhinaya Tour & Travel berbelanja kurma ketika berada di Pasar kurma di Madinah, Arab Saudi , Jumat (5/5/2023).
Rep: Muhammad Nursyamsi Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ramadhan menjadi momentum besar dalam menggaungkan kampanye boikot produk Israel, terutama produk kurma.
 
Associate Director Penjangkauan dan Pengorganisasian Akar Rumput untuk Muslim Amerika untuk Palestina Taher Herzallah dan seorang pengacara, dosen, dan aktivis, Tarek Khaill, mengemukakan keberhasilan boikot kurma Israel.

"Ramadhan kali ini, tentukan pilihan yang tepat dan jangan membeli kurma dari perusahaan yang mengeksploitasi tanah dan tenaga kerja Palestina," tulis Taher dan Tarek di Aljazeera seperti dikutip Republika pada Rabu (28/2/2024).

Sepanjang 1930-an, seorang pemukim Zionis dan pendiri Kinneret kibbutz bernama Ben-Zion Israel melakukan perjalanan ke Timur Tengah untuk mengumpulkan potongan pohon palem. Dalam banyak kasus, ia harus menyelundupkannya secara ilegal ke luar negara yang ia kunjungi seperti Irak, Persia, Mesir, karena barang-barang tersebut dianggap sebagai harta nasional dan dilarang mengekspornya.

Stek yang diselundupkan tersebut telah membantu pendirian perkebunan besar di seluruh wilayah Israel. Kebun palem ditanam mulai dari Laut Merah di selatan sepanjang Laut Mati, hingga Laut Galilea di utara, sehingga industri kurma Israel mendapat julukan industri tiga lautan. Sejak Israel menduduki Tepi Barat Palestina pada 1967, Israel juga telah mendirikan perkebunan kurma di pemukiman ilegal di bagian Lembah Yordan tersebut.

Menurut data Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2017, Israel memproduksi 136.956 ton kurma dengan nilai ekspor 181,2 juta dolar AS. Keduanya menuliskan bahwa industri ini sangat eksploitatif dan sebagian besar operasinya dilakukan di pemukiman ilegal sehingga produknya harus diboikot.

"Sekitar 40 persen kurma Israel saat ini ditanam di pemukiman ilegal. Karena pekerjaan yang sangat melelahkan dalam memetik kurma, pemukim Israel mendatangkan pekerja Palestina berupah rendah untuk melakukan pekerjaan sulit tersebut. Petani Israel juga diketahui mempekerjakan anak-anak Palestina," ucapnya.

Taher dan Tarek menilai pemilihan produksi kurma di Lembah Jordan merupakan bisnis yang berbahaya. Pekerja harus menaiki tangga yang tinggi dan bekerja di sana selama berjam-jam. Mereka terpapar suhu tinggi, yang membuat mereka berisiko terkena sengatan panas, dan ketika mereka terluka, mereka sering kali tidak mendapatkan layanan kesehatan atau kompensasi.

"Para pekerja, termasuk anak-anak, terpaksa bekerja berjam-jam dan memenuhi kuota sebelum mereka bisa pulang," lanjutnya.

Permukiman Israel, yang ilegal menurut hukum internasional, tidak hanya menanam perkebunan kelapa sawit di tanah curian dengan menggunakan tenaga kerja Palestina yang dieksploitasi, namun juga mengalihkan sumber air dari desa-desa Palestina, sehingga membuat mereka kesulitan mendapatkan air untuk minum dan irigasi. Di bawah tekanan pendudukan militer, industri kurma asli Palestina mengalami kesulitan bersaing dengan kurma Israel yang membanjiri pasar lokal dan internasional.

Ada lima perusahaan kurma besar Israel yang mengekspor ke Amerika Serikat dan Eropa: Hadiklaim dan mereknya Jordan River dan King Solomon, Mehadrin, Galilee Ekspor, Carmel Agrexco dan Agrifood Marketing dengan merek Star Dates.

Hadiklaim, Mehandrin dan Carmel Agrexco semuanya beroperasi di permukiman Israel di Tepi Barat. Hadiklaim dan Carmel Agrexco dituduh menggunakan pekerja anak dan membayar pekerja Palestina di bawah upah minimum.

"Penting untuk dicatat bahwa jika Anda membeli kurma Medjool (Medjoul) di Eropa atau Amerika, kemungkinan besar kurma tersebut ditanam di pemukiman atau dari Israel," sebutnya.

Kecuali jika berasal dari sumber terpercaya Palestina seperti eperti Zaytoun atau Yaffa, Anda bisa saja memakan kurma yang berkontribusi terhadap perampasan hak milik rakyat Palestina. Kurma California, seperti Kurma Anggrek dan Produk Segar Terbaik juga memberikan pilihan alternatif yang baik.

Taher dan Tarek menyebut American Muslim for Palestine (AMP) memprakarsai boikot nasional pertama kali terhadap kurma yang diproduksi di permukiman selama Ramadhan 2012. Melalui koalisi di berbagai cabang mulai dari New York, New Jersey, Detroit, Minnesota, Chicago, dan Sacramento, serta mitra kami di Washington DC, dan Philadelphia, AMP menjawab seruan boikot, divestasi dan sanksi Palestina pada 2005 dengan mendesak pemilik toko kelontong untuk menghapus kurma Israel dari rak mereka.

"Sejak itu, puluhan ribu kartu pos dan brosur telah didistribusikan ke toko-toko, masjid, dan komunitas di seluruh negeri. Konsumen telah menjawab seruan tersebut dan boikot tersebut berhasil," ujarnya.

Menurut data Economic Research Service yang disediakan oleh Departemen Pertanian AS, ekspor kurma Israel ke AS telah turun secara signifikan sejak 2015. Sebanyak 10,7 juta kilogram (23,6 juta pon) kurma Israel memasuki pasar AS pada 2015-2016 dan mengalami penurunan hanya 3,1 kilogram kurma Israel yang masuk ke pasar AS pada 2017-2018.

"Boikot ini berhasil dan berdampak buruk pada industri kurma Israel. Ramadhan kali ini, buatlah pilihan yang tepat dan boikot kurma yang mengeksploitasi tanah dan tenaga kerja Palestina serta berkontribusi terhadap penindasan terhadap rakyat Palestina," tutupnya.

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler