Kepercayaan Sapi Merah, Tobat Yahudi, dan Kehancuran Masjid Al Aqsa, Begini Penjelasannya
Sapi merah merupakan tanda yang dinanti orang Yahudi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam keyakinan kaum Yahudi, kelahiran sapi merah ini dianggap sebagai tanda-tanda akhir zaman atau kiamat.
Sapi merah, atau dalam bahasa Ibrani disebut "Bara Aduma", adalah sapi yang ditunggu-tunggu kelahirannya oleh bangsa Yahudi untuk merobohkan Masjid Al Aqsa dan membangun Kuil ketiga.
Disebut dengan sapi merah karena sejak lahir memiliki bulu berwarna merah. Dalam Kitab Taurat, kelahiran sapi merah ini dipandang sebagai tanda penting dari kedatangan Mesias dan pembangunan kembali Bait Suci di Yerusalem.
Sapi merah ini juga disebut sebagai sapi betina yang masih sempurna, belum hamil dan belum diperah. Hewan ini memiliki cara penyembelihan yang khusus sampai dibakar menggunakan cara yang berbeda dari hewan lainnya, yaitu dengan ditambahkan kayu cedar, hisop, wol, dan benang kirmizi yang diwarnai.
Hal ini dilakukan karena orang Yahudi meyakini bahwa abu hasil penyembelihan sapi merah ini bisa digunakan dalam proses menyucikan orang-orang Yahudi dari dosa dan najis.
Kepala Rabi Israel melarang umat Yahudi memasuki Masjid Al Aqsa sebelum menyucikan diri menggunakan abu dari sapi merah. Itulah sebabnya umat Yahudi menunggu-nunggu kelahiran sapi merah untuk bisa masuk ke dalam Masjid Al Aqsa.
Namun, sapi merah yang mereka tunggu-tunggu harus lahir dalam keadaan yang bebas dari kecacatan, tidak memiliki aib, dan hal-hal yang buruk.
Lihat halaman berikutnya >>>
Keyakinan kaum Yahudi tentang tanda-tanda hari kiamat ini dianggap sebagai sesuatu hal yang bisa memudahkan kaumnya untuk masuk dan melakukan pembongkaran Masjid Al Aqsa, kemudian diganti dengan pembangunan yang disebut Kuil Ketiga.
Ditambah, sapi merah ini disebutkan dari Alkitab Ibrani (Perjanjian Lama) sebagai sapi yang tidak cacat. Sedangkan dalam keyakinan Islam, sapi merah ini disebutkan dalam Alquran surat Al Baqarah.
Fatwa rabi
Sebelumnya, Kepala Rabi Israel berdasarkan fatwa larangan masuk ke kawasan Masjid Al Aqsa.
Fatwa kuno itu didasarkan pada gagasan tentang kenajisan orang mati, dan juga hukum yang diadopsi oleh Kepala Rabbi yang mensyaratkan kesucian masyarakat sebelum mereka diizinkan memasuki Masjid Al Aqsa. Ini mereka ungkapkan dengan mengatakan "ash shu'uud ilaa jabal al ma'bad" (kenaikan bukit bait suci).
Hal tersebut terkait dengan sapi merah. Kelahiran Sapi Merah secara tidak langsung terkait dengan penghancuran Al Aqsa dan pembangunan Bait Suci, dengan membuka pintu bagi jutaan orang Yahudi di seluruh dunia untuk masuk dan mengubah fatwa larangan masuk itu.