Belanja Pertahanan China Tumbuh Stabil

Pada 2023, China mengumumkan anggaran sektor pertahanannya naik 7,2 persen.

ANTARA/Desca Lidya Natalia
Balai Agung Rakyat, Beijing, China.
Red: Setyanavidita livicansera

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Juru bicara Kongres Rakyat Nasional atau National People's Congress China (NPC) Lou Qinjian menyebut anggaran belanja pertahanan negara akan tumbuh stabil. "China telah mempertahankan pertumbuhan belanja pertahanan yang wajar dan stabil," kata Lou dalam konferensi pers sebelum pembukaan sidang parlemen tahunan NPC di Balai Agung Rakyat, Beijing, China pada Senin (4/3/2024). 

Baca Juga


Lou menggambarkan, China terus berupaya menjaga kedaulatan nasional, keamanan dan kepentingan pembangunan, beradaptasi dengan kebutuhan reformasi militer yang berkarakteristik China, serta memenuhi tanggung jawab internasional sebagai negara besar.

Pada 2023, China mengumumkan anggaran sektor pertahanannya mencapai sebesar 224,79 miliar dolar AS atau sekitar Rp3,4 kuadriliun sehingga naik 7,2 persen dibandingkan pada 2022. Anggaran itu sesuai dengan rencana China untuk mempertahankan pertumbuhan satu digit anggaran pertahanan dalam delapan tahun berturut-turut sejak 2016.

Pada 2020, laju pertumbuhan anggaran pertahanan nasional China tercatat 6,6 persen, kemudian 6,8 persen pada 2021 dan selanjutnya 7,1 persen pada 2022. "Saya ingin menekankan bahwa dibandingkan dengan Amerika Serikat dan negara-negara kekuatan militer besar lainnya, belanja pertahanan China selalu relatif rendah," ungkap Lou.

China, kata Lou, berkomitmen pada jalur pembangunan damai dan siap berbagi peluang pembangunan dengan negara lain dan menjalin hubungan internasional. Laporan anggaran pemerintah, kata Lou, akan ditinjau dan diumumkan ke publik.

Terkait kondisi Laut China Selatan, ia mengatakan China akan terus dengan tegas menjaga kedaulatan teritorial dan kepentingan maritimnya. "Kami siap bekerja sama dengan negara-negara terkait untuk menangani masalah-masalah relevan melalui dialog dan konsultasi sehingga dapat bersama-sama menjaga perdamaian dan ketenangan di Laut Cina Selatan,"  tutur Lou.

Dalam beberapa tahun terakhir, Lou menyebut NPC telah memberikan dukungan penuh dan secara aktif melakukan kerja sama multi-level, multi-saluran dengan badan legislatif negara-negara tetangga. China, ujarnya, juga terus berupaya mengonsolidasikan opini publik dan memberikan jaminan hukum antara China dan negara-negara tetangga.

"China akan terus secara aktif mempraktikkan konsep persahabatan, ketulusan, saling menguntungkan dan inklusif dan mempererat kerja sama persahabatan dan konvergensi kepentingan dengan negara-negara tetangga," katanya. 

UU Spionase

Sementara mengenai revisi Undang-Undang Anti Spionase yang disahkan NPC pada April 2023, Lou menyebut UU Anti-Spionase direvisi dengan mengacu pada praktik internasional dan sistem hukum di berbagai negara. "UU tersebut telah menyempurnakan definisi spionase, memperjelas batasan antara ilegal dan ilegal. tindakan yang sah, dan meningkatkan kepastian dan rasa aman perusahaan asing dan orang asing dalam berinvestasi, bekerja dan tinggal di China," tambah Lou.

UU Anti-Spionase itu awalnya diadopsi pada 2014 untuk melindungi rahasia negara. UU tersebut memberikan kekuasaan pada otoritas China untuk menindak pencurian dan penyebarluasan "dokumen, data, materi, dan barang yang berkaitan dengan keamanan dan kepentingan nasional".

Namun setelah direvisi, UU itu mencakup serangan dunia maya terhadap organisasi negara dan infrastruktur utama oleh "entitas mata-mata dan agen mereka". UU tersebut juga mewajibkan setiap warga negara untuk melaporkan aktivitas mata-mata dan mengizinkan otoritas untuk memeriksa barang-barang milik tersangka. Di bawah hukum pidana China, hukuman maksimum bagi spionase adalah hukuman mati.

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler