Ini yang Dilakukan Kemenag Jatim untuk Menertibkan Pesantren tak Berizin

Pesantren tak berizin harus ditindak.

Logo Kemenag
Rep: Rahmat Fajar Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kabid Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kanwil Kemenag Jawa Timur, Mohammad As'adul Anam mengatakan Kemenag telah bekerjasama dengan Rabithah Ma'ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU) dalam menertibkan dan memantau pesantren yang tidak berizin. Menurut data Kemenag, ada sekitar 1.200 Ponpes di Jawa Timur yang tidak berizin.

Baca Juga


Anam mengatakan Kanwil Kemenag Jatim sudah melakukan komunikasi dan kerjasama dengan RMI PWNU Jatim. Pasalnya, data sekitar 1200 pesantren tersebut ada di RMI.

"RMI PWNU Jatim sebagai induk organisasi memiliki kewenangan untuk membina baik yang berijin maupun yang sudah berijin. Bentuknya bisa sosialisasi atau workshop atau lainnya," ujar Anam tentang upaya menertibkan Ponpes yang tak berizin saat dihubungi Republika Rabu (6/3/2024).

Anam menjelaskan alasan bekerjasama dengan RMI. Sebab 99 persen Ponpes di Jatim merupakan anggota dari RMI. Oleh karena Anam meyakini akan sangat efektif bekerjasama dengan mereka dalam upaya menekan angka kekerasan di pesantren.

Ponpes Al Hanifiyyah, Kediri menjadi sorotan setelah kasus kematian salah seorang santrinya yang diduga dianiaya. Ponpes tersebut diketahui tidak mempunyai izin berdasarkan data yang disampaikan oleh Kemenag.

Anam mengatakan Kemenag bukan tidak ingin menertibkan Ponpes yang tidak mempunyai izin. Namun terdapat syarat dan prosesnya. Dan ia menegaskan kasus kekerasan di pesantren sejatinya juga terjadi di beberapa Ponpes yang berizin.

Untuk syarat ada 5, yaitu Kyai, Santri min 15 orang, tempat ibadah /yang digunakan juga sebagai tempat kajian kitab kuning, asrama, dan kajian kitab kuning. Kemudian ada proses visitasi ke lokasi," ia menjelaskan tentang syarat berdirnya sebuah pesantren.

 

Lihat halaman berikutnya >>>

 

Oleh sebab itu, kata Anam, Kemenag tidak serta merta membubarkan pesantren tersebut hanya karena tidak berizin. Namun merela dipastikan tak mempunyai akses mendapatkan bantuam dari pemerintah dalam berbagai program yang dikucurkan pemerintah.

Anam menambahkan, Ponpes juga ada unsur bisnisnya yaitu berupa bisnis layanan. Maka jika di pesantren tersebut terdapat masalah pada layanana dengan sendirinya mereka akan mendapatkan hukuman terberat langsung dari masyarakat yaitu para orang tua enggan memasukkan anaknya ke pesantren tersebut.

 

"Atau pesantren ditinggalkan masyarakat karena berkasus . Karena secara administratif tidak bisa dilakukan karena belum ada cantolan administratif. Tetapi hukum itukan tidak hanya menyangkut administrasi tapi proses hukum kan juga berjalan ini yang kita dukung untuk di lakukan proses yang seadil-adilnya," tutur Anam. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler