Gus Samsudin Dapat Penghasilan dari Konten Menista Agama, Apa Hukumnya?
MUI secara khusus menetapkan fatwa mengenai zakat profesi atau zakat penghasilan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada banyak cara mendapatkan uang hasil dari membuat konten di media sosial (medsos) di zaman digital seperti sekarang. Muncul pertanyaan, lantas bagaimana hukumnya jika mendapatkan uang hasil membuat konten yang menista agama, memfitnah dan hal buruk lainnya di media sosial.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh mengatakan, prinsipnya setiap jenis pekerjaan yang halal, jika sudah mencapai satu nishab maka wajib mengeluarkan zakat. Akan tetapi, jika penghasilan itu diperoleh dari pekerjaan yang haram maka sekalipun sudah mencapai satu nishab, tetap tidak wajib zakat.
"Maka, dengan demikian, zakat itu diperoleh dari penghasilan halal," kata Kiai Niam kepada Republika.co.id, Kamis (7/3/2024).
Kiai Niam menjelaskan, kalau ada aktivitas yang memperoleh penghasilan dari konten yang menghardik orang, buzzer yang menjelekkan orang dan memfitnah orang, sekalipun penghasilannya besar itu tidak dibenarkan secara syar'i.
Misalnya, menjadi Youtuber dan Tiktoker dan lain sebagainya. Lewat Youtube-nya sudah banyak menghasilkan uang, apakah itu objek zakat.
Itu adalah pertanyaan yang membutuhkan...
Itu adalah pertanyaan yang membutuhkan jawaban. Maka, MUI secara khusus menetapkan fatwa mengenai zakat profesi atau zakat penghasilan.
"Prinsipnya kewajiban zakat itu terkait dengan kepemilikan harta yang cukup yang memenuhi syarat, begitu hartanya cukup dan memenuhi syarat maka diwajibkan untuk membayar zakat dengan syarat jenis pekerjaannya halal," ujar Kiai Niam.
Kiai Niam menegaskan, misalnya seseorang menjadi Youtuber tapi isi kontennya seperti buzzer menjelek-jelekkan orang. Kemudian, dari aktivitas menjadi buzzer itu dia memperoleh uang, meskipun uangnya banyak karena itu haram, maka tidak wajib zakat.
Ia menjelaskan orang yang memperoleh uang dari hasil aktivitas haram, kewajibannya mengembalikan dan tidak boleh melakukan aktivitas yang haram lagi dalam upaya memperoleh uang.
"Memang tidak wajib zakat (orang yang mendapatkan uang hasil dari aktivitas haram) karena zakat itu diwajibkan kepada harta yang bersih dan harta yang halal. Kalau harta yang haram tidak wajib dizakati, kewajibannya mengembalikan kepada yang berhak dan dia tobat atas kesalahannya," jelas Kiai Niam.
Gus Samsudin tersangka...
Sebelumnya, Subdit V Siber Ditreskrimsus Polda Jawa Timur (Jatim) menetapkan Samsudin Jadab alias Gus Samsudin sebagai tersangka kasus pembuatan video aliran sesat yang membolehkan anggotanya tukar pasangan. Konten video tersebut menjadi viral setelah diunggah di media sosial Youtube.
Samsudin dijerat Pasal 28 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang (UU) nomor 1 tahun 2024 tentang Perubahan Kedua UU nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pasal 28 ayat (2) tentang penyebaran kebencian suku, agama, ras, dan antar golongan. Sedangkan Pasal 28 ayat (3) tentang pelanggaran menyebarkan informasi bohong yang menimbulkan kerusuhan.
Kabid Humas Polda Jatim Kombes Polisi Dirmanto menerangkan alasan utama Samsudin Jadab alias Gus Samsudin memproduksi video aliran sesat yang membolehkan tukar pasangan adalah untuk meningkatkan subscriber-nya di Youtube. Dengan peningkatan pelanggan diyakini pendapatannya dari adsense Youtube juga bakal meningkat.
"Secara keseluruhan dari kontennya, Samsudin itu mendapatkan pendapatan Rp 100 juta per bulan, dari adsense. Yang tertinggi dari konten yang baru ini karena ini jadi polemik dan ditonton banyak orang," kata Dirmanto di Mapolda Jatim, Surabaya, Selasa (5/3/2024).