Status Jakarta Sebagai Ibu Kota Disebut Telah Habis, Sementara IKN Belum Ada Keppresnya
Status Jakarta sebagai ibu kota negara disebut telah habis sejak 15 Februari 2024.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Dessy Suciati Saputri
Dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR yang menyusun draf rancangan undang-undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ), pada 8 November 2023 silam, dosen Hukum Tata Negara Universitas Narotama Surabaya, Mohammad Saleh pernah mengatakan, status Jakarta sebagai Daerah Khusus Ibu Kota otomatis dicabut oleh UU IKN, yang terakhir direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023.
Diketahui, UU IKN pertama kali disahkan pada 15 Februari 2022, yang artinya RUU DKJ harus disahkan setidaknya sebelum 15 Februari 2024. Namun hingga kini, RUU DKJ diketahui baru pada tahap pembahasan di Badan Legislasi (Baleg) DPR setelah disahkan di Rapat Paripurna DPR pada Selasa (5/3/2024) lalu.
"Pemindahan ibu kota negara berlaku sejak ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Pemindahan ibu kota negara berakibat dihapusnya status DKI Jakarta sebagai daerah khusus dan hanya berstatus sebagai daerah otonom," ujar Saleh.
Opini Saleh saat rapat bersama anggota DPR itu belakangan kembali viral di media sosial setelah Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas pada Selasa lalu membenarkan berakhirnya status Jakarta sebagai ibu kota negara Indonesia sejak 15 Februari 2024. DPR pun akan mempercepat pembahasan RUU DKJ untuk segera memastikan Jakarta setelah statusnya dicabut dari posisi ibu kota negara.
"Dalam satu, dua hari ke depan ini (akan segera dibahas), karena UU ini urgent menyangkut soal status DKI yang hilang, karena dengan adanya UU IKN. Status DKI yang hilang kan itu daerah khusus ibu kotanya, di dalam rancangan draf UU ini status kekhususan DKI masih tetap kita pertahankan," ujar Supratman.
"Tentu harus ada kekhususan yang lain, oleh karena itu akan kita bicarakan lagi dengan pemerintah. Saya sudah berkomunikasi dengan Mendagri sebelum ini, nah kita mungkin kalau bukan besok, lusa, kita akan raker bersama dengan pemerintah," ujar Supratman, menambahkan.
RUU DKJ pun telah disetujui untuk dibahas Baleg DPR lewat keputusan Rapat Paripurna ke-13 DPR RI Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023-2024 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (5/3/2024). Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad yang memimpin rapat paripurna itu mengatakan, bahwa penerimaan surat presiden tentang pembahasan RUU DKJ telah dibacakan pada Rapat Paripurna DPR RI sebelumnya.
"Selanjutnya kami meminta persetujuan untuk penugasan Badan Legislasi DPR RI membahas hal tersebut," kata Sufmi yang kemudian disetujui para anggota DPR yang hadir.
Dasco menjelaskan bahwa pemerintah telah menugaskan lima menteri untuk bersama atau secara terpisah membahas RUU DKJ bersama DPR RI. Lima menteri itu adalah Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas, dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly.
"Bersama-sama maupun sendiri-sendiri untuk mewakili pemerintah dalam pembahasan rancangan undang-undang, dalam undang-undang usul inisiatif Badan Legislasi DPR RI," katanya.
Sebelumnya, pada 6 Februari 2024, Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan bahwa lembaga yang dipimpinnya telah menerima surat dari Presiden Joko Widodo untuk membahas RUU DKJ. Puan mengatakan surat dari presiden tersebut nantinya akan diproses sesuai dengan mekanisme dan ketentuan yang berlaku.
Pada Desember 2023, Baleg DPR RI juga menyetujui RUU DKJ. Dari sembilan fraksi yang telah menyampaikan pandangan, sebanyak delapan fraksi menyetujui dan satu fraksi menolak.
Delapan fraksi menyetujui dengan catatan adalah Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai NasDem, Partai Demokrat, dan Partai Amanat Nasional. Sedangkan satu fraksi yang menolak adalah Partai Keadilan Sejahtera.
Salah satu pasal yang sempat menjadi polemik di RUU DKJ adalah adanya usulan norma yang mengatur pemilihan gubernur Jakarta. Diketahui, dalam Pasal 10 Ayat 2 draf RUU DKJ dijelaskan, gubernur dan wakil gubernur Jakarta ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD.
Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi pernah menjelaskan maksud pemilihan gubernur Jakarta yang diatur dalam RUU DKJ. Menurutnya, penunjukan oleh Presiden tak menghilangkan demokrasi sepenuhnya.
Ia menjelaskan, pemilihan gubernur oleh presiden menjembatani keinginan politik antara yang menginginkan kekhususan di Jakarta. Termasuk yang paling utama itu dalam sistem pemerintahannya.
Bahkan awalnya ada pandangan, gubernur Jakarta dipilih langsung oleh presiden tanpa meminta pendapat DPRD. Namun ada yang mengingatkan, Pasal 18a Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang menjelaskan bahwa kepala daerah otonom harus dipilih oleh rakyat.
"Pemilihan tidak langsung juga bermakna demokrasi, jadi ketika DPRD mengusulkan yaitu proses demokrasinya di situ. Sehingga tidak semuanya hilang begitu saja," ujar Baidowi.
Pada hari ini, Staf Khusus Presiden RI Bidang Hukum Dini Purwono menegaskan, status DKI Jakarta masih sebagai ibu kota negara hingga terbitnya Keputusan Presiden (Keppres) terkait pemindahan ibu kota negara ke Nusantara. Hal ini pun sesuai ketentuan peralihan yang diatur dalam Pasal 39, Undang-Undang IKN.
"Jadi ada ketentuan peralihan dalam UU IKN, yaitu di Pasal 39. Berdasarkan Pasal 39 UU IKN, DKI Jakarta tetap sebagai ibu kota negara sampai dengan terbitnya Keppres pemindahan IKN ke Nusantara," kata Dini, Kamis (7/3/2024).
Dini pun menekankan, penerbitan Keppres tersebut merupakan kewenangan penuh Presiden. "Kapan persisnya Keppres akan terbit, bergantung sepenuhnya kepada kewenangan Presiden," ujarnya.
Dini menjelaskan, IKN baru akan efektif secara hukum menjadi ibu kota negara saat Keppres IKN diterbitkan. Secara otomatis pula, DKI Jakarta sudah tidak berstatus sebagai ibu kota negara.
"Intinya Nusantara secara hukum baru akan efektif menjadi ibu kota negara pada saat Keppres diterbitkan. Nah pada saat Keppres tersebut terbit, maka otomatis DKI Jakarta berhenti menjadi ibu kota negara," jelasnya.
Peralihan status ibu kota negara ini telah diatur dalam Pasal 41 UU IKN. "Bahwa sejak ditetapkannya Keppres pemindahan IKN ke Nusantara, ketentuan Pasal 3, Pasal 4 kecuali fungsi sebagai daerah otonom, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku," ungkap Dini.
Sehingga, lanjutnya, hanya pasal-pasal tertentu saja di dalam UU DKI Jakarta yang dicabut, bukan secara keseluruhan UU. Dini mengatakan, pemerintah akan mengatur waktu penerbitan Keppres IKN dan penerbitan UU DKJ sehingga jarak waktunya tidak terlalu jauh.
"Namun tentunya timing yang pas akan diatur pemerintah, agar tidak terjadi jarak waktu yang terlalu jauh antara penerbitan Keppres IKN dan penerbitan UU DKJ agar segala sesuatunya bisa berjalan dengan rapi," kata dia.