Bayi di Gaza Pakai Popok Kotor, Spesialis Anak: Sumber Penularan Penyakit
Meski dicuci, popok sekali pakai tidak disarankan untuk dipakai ulang.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kota Gaza, Palestina, masih didera dengan serangan Israel bahkan kelaparan ekstrem masih terjadi di sana. Selain perempuan kesulitan akses sanitasi hingga meminum pil penunda menstruasi, para bayi juga mulai kesulitan menerima diapers bersih.
Dilaporkan bahwa bayi-bayi di Gaza harus memakai diapers kotor. Mereka menjemur diapers yang sudah dipakai, lalu ketika kering dipakaikan lagi pada para bayi. Hal ini tentu sangat memprihatinkan, mengundang gelombang protes besar untuk segera membuat keputusan perdamaian.
Spesialis Anak Prof Dr dr Rini Sekartini menegaskan, diapers bekas tentu tidak higienis. “Diapers yang kotor atau bekas, pastinya berisi tinja atau urin. Walaupun sudah dibersihkan, tetap masih akan tersisa,” ujar dia saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (9/3/2024).
Ketika diapers sudah digunakan, kotoran baik urin ataupun tinja, itu semua sudah meresap pada diapers. Meski dijemur atau dibersihkan, diapers kotor itu akan menjadi sumber penularan penyakit.
“Ya tetap masih menyisakan bekas tinja atau urin, yang bisa menularkan penyakit, terutama yang mengenai langsung seperti penyakit kulit. Terutama penyakit kulit karena kontak langsung dengan diapers,” ucap Prof Rini.
Selain itu, jika tinja dibiarkan terlalu lama pada diapers bayi, ini akan menimbulkan ketidaknyamanan juga pada bayi itu sendiri. Bayi akan rewel dan kulit akan teriritasi, jadi memang sebaiknya ketika bayi buang air besar itu harus segera dibersihkan.
Jika memang terpaksa tidak ada diapers sama sekali, Prof Rini menyarankan untuk menggunakan popok yang berasal dari kain. “Lebih baik menggunakan kain lalu dibersihkan. Kain bisa dicuci dan dikeringkan, dan dipakai lagi,” papar dia lagi.
Kisah pilu datang dari pengalaman seorang ibu, Aida al-Baawi, yang bergegas keluar dari tendanya menuju Rumah Sakit Syahid AL Aqsa untuk melahirkan putrinya. Proses kelahirannya sulit karena kurangnya tenaga medis untuk merawatnya dan tidak cukup anestesi untuk menutupi rasa sakit saat menerima jahitan.
Ia juga kesulitan mencari kebutuhan dasar yang banyak ibu di tempat lain dapatkan dengan mudah, yaitu diapers. Seperti kebanyakan ibu di Gaza bagi al-Baawi mendapatkan popok menjadi sangat menantang. Terutama karena kelangkaan yang disebabkan pengepungan Israel menaikan harga barang-barang.
Sebelum perang, harga diapers di bawah 10 dolar AS. "Bayangkan perlu 75 sampai 80 dolar AS untuk popok, apakah ini situasi berkelanjutan," kata al-Baawi.
Kini ia beralih ke solusi lain. Terkadang ia mendatangi tempat perawatan bayi dekat rumah sakit, berharap mereka memiliki sisa popok. Terkadang ia mengeringkan popok di bawah matahari dengan harapan dapat digunakan lagi meski ada kemungkinan berdampak buruk bagi kebersihan.
Terkadang ia terpaksa membiarkan bayinya menggunakan popok kotor sampai ia mendapatkan yang baru. Hal ini tentu berdampak buruk pada kulit bayi. Namun setiap sen yang ia habiskan untuk popok maka berkurang uang yang dibutuhkan untuk membeli kebutuhan lain.