Imigrasi RI-Kamboja Kerja Sama Berantas TPPO
Perdagangan manusia kini menjadi perhatian bersama kedua negara.
REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH -- Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM RI Silmy Karim bersama Dirjen Imigrasi Kamboja Sok Veasna membahas upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidana perdagangan orang (TPPO), kejahatan internasional, hingga kerja sama pengelolaan perbatasan. Pembahasan kerja sama itu berlangsung saat Dirjen Imigrasi RI menghadiri Cambodia-Indonesia Bilateral Meeting on Immigration Matters pertama di Phnom Penh, Kamboja, Rabu, (13/3/2024).
"Indonesia dan Kamboja adalah dua negara demokratis yang merupakan mitra dalam memajukan kesejahteraan, perdamaian, dan keamanan di kawasan ASEAN. Belakangan ini, sejumlah permasalahan menjadi perhatian bersama, salah satunya perdagangan manusia," ucap Silmy sebagaimana siaran pers yang diterima di Jakarta.
Cambodia-Indonesia Bilateral Meeting on Immigration Matters menyepakati kerja sama dalam delapan hal, meliputi pertukaran informasi migrasi, pengaturan perpindahan orang secara sah dan tertib, penentuan status migran, serta melawan penyelundupan manusia dan perdagangan manusia. Kemudian, penanganan kasus penipuan dokumen perjalanan, pertukaran data statistik, pengembangan kelembagaan dan kebijakan manajemen migrasi, serta pelatihan bantuan teknis dan peningkatan kapasitas.
"Dalam rapat juga disampaikan perlunya penempatan atase imigrasi Indonesia di Kamboja untuk memperkuat koordinasi dan kerja sama Indonesia-Kamboja di bidang keimigrasian," imbuh Silmy. Dirjen Imigrasi RI berharap Indonesia dan Kamboja bisa melindungi dan membantu masyarakat dalam melawan perdagangan manusia dan kejahatan transnasional.
"Semoga Indonesia dan Kamboja bisa menjalin hubungan jangka panjang yang membawa kebaikan untuk masyarakat kedua negara," ujar Silmy. Pada kesempatan itu, Silmy menegaskan bahwa Imigrasi Indonesia berkomitmen dalam mencegah dan menanggulangi TPPO.
Ia juga menekankan perlunya kesadaran hukum bagi masyarakat yang bermaksud bekerja di luar negeri untuk menjadi pekerja migran legal agar terhindar dari potensi tindak kejahatan, meningkatkan posisi tawar di negara tujuan, serta mempermudah negara dalam memberikan perlindungan.
Imigrasi Kamboja pun menekankan komitmen yang sama untuk memberikan perlindungan kepada warga negara Indonesia (WNI). Kementerian Dalam Negeri Kamboja mencatat, saat ini terdapat lebih dari 73.000 WNI yang tinggal di Kamboja. Jumlah tersebut termasuk 58.307 orang WNI yang memiliki izin kerja secara sah di Kamboja.
Lebih lanjut, Silmy menjelaskan perdagangan orang di Kamboja umumnya melibatkan penipuan daring dan kerja paksa. Calon korban direkrut melalui iklan di media sosial atau disiarkan di grup chat untuk lowongan pekerjaan sebagai customer service atau pemasaran investasi, tetapi mereka justru terpaksa menjual investasi palsu atau bentuk lainnya secara daring saat sampai di lokasi kerja.