Jumlah Anak-Anak Wafat di Gaza Lebihi Total Kematian Anak di Semua Perang 4 Tahun Terakhir
Israel sedikitnya telah membunuh 12.300 anak-anak Palestina dalam 5 bulan terakhir.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Anadolu, Aljazirah, Lintar Satria
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam laporan terbarunya mengungkapkan hanya dalam kurun lima bulan, Israel telah membunuh lebih banyak anak-anak di Gaza dibandingkan jumlah total anak yang tewas karena konflik di seluruh dunia dalam empat tahun terakhir.
Dalam laporannya, Rabu (13/3/2024), utusan PBB, Francesca Albanese menggambarkan apa yang terjadi di Gaza saat ini sebagai proses genosida secara sistematis. Laporan Albanese itu menggarisbawahi kenyataan mengerikan yang dihadapi anak-anak Palestina di bawah pendudukan Israel dan dampak buruk konflik tersebut.
"Menghancurkan suatu populasi dari akarnya. Genosida adalah proses, bukan sebuah tindakan dan apa yang terjadi di Gaza adalah suatu tragedi yang sudah diramalkan. Lihat laporan saya tentang perlakuan terhadap anak-anak Palestina di bawah pendudukan Israel," tulis Albanese di media sosial X.
Dalam unggahannya, Albanese memperlihatkan jumlah anak yang tewas karena serangan Israel di Gaza dari periode Oktober 2023 sampai Februari 2024 mencapai 12.300, sedangkan konflik dunia sejak 2019 telah menewaskan 12.193 anak. Laporan tersebut memerinci serangan tanpa henti terhadap penduduk sipil Gaza, khususnya anak-anak, yang merupakan pihak paling terkena dampak kekerasan tersebut.
Temuan Albanese memberikan gambaran yang meresahkan mengenai penargetan sistematis, pengeboman tanpa pandang bulu, dan penghancuran infrastruktur penting, menyebabkan banyak keluarga mengungsi dan komunitas menjadi hancur. Sedikitnya 31.100 orang telah tewas di Jalur Gaza dan lebih dari 73 ribu lainnya terluka akibat serangan Israel.
Tidak hanya terbunuh akibat perang, banyak anak-anak di Gaza yang meninggal karena kelaparan. Kementerian Kesehatan Gaza, pekan ini melaporkan sudah 21 anak di kantong permukiman itu meninggal dunia akibat kelaparan.
Angka kematian akibat kelaparan dikhawatirkan jauh lebih tinggi. Pasalnya, pihak berwenang Israel hingga kini masih memblokir dan membatasi bantuan kemanusian.
"Angka kelaparan akibat kelaparan yang sebenarnya dikhawatirkan jauh lebih tinggi karena sebagian besar rakyat Palestina terutama di utara Gaza, mengalami kelaparan dan hampir seluruh daerah itu terputus dari bantuan kemanusiaan yang terbatas yang masuk ke Gaza lewat perbatasan Rafah," kata lembaga kemanusiaan anak Defence for Children International (DCI) Palestina seperti dikutip Aljazirah, Senin (11/3/2024).
"Kelaparan anak merupakan ciri genosida dan pilihan politik yang sengaja diambil Israel, didukung pemerintah (Presiden Amerika Serikat Joe) Biden," kata direktur program DCI Palestina Ayed Abu Eqtaish.
Organisasi kemanusiaan di Israel juga mengecam kurangnya akses bantuan kemanusiaan ke Gaza. Surat kabar Inggris, the Guardian melaporkan dua belas organisasi hak asasi manusia Israel menandatangani surat terbuka yang menuduh Israel gagal mematuhi perintah sementara Mahkamah Internasional yang mengharuskan negara itu memfasilitasi akses bantuan kemanusiaan ke Gaza.
"Sebagai anggota masyarakat sipil yang berbasis di Israel yang berkomitmen pada hak asasi manusia dan supremasi hukum, kami mengecam fakta sejauh ini Israel gagal mengubah perilakunya berdasarkan perintah yang diputuskan Mahkamah Internasional, serta fakta bantuan kemanusiaan ke Gaza turun 50 persen satu bulan setelah putusan tersebut," kata surat terbuka itu.
Sekretaris jenderal organisasi hak asasi manusia Amnesty International Agnes Callamard mengecam komunitas global yang berpura-pura seolah-olah krisis di Gaza adalah krisis kemanusiaan dan bukan ulah Israel. Hal ini ia sampaikan dalam unggahan ulang badan bantuan pengungsi PBB untuk Palestina (UNRWA) di media sosial X.
"Sementara masyarakat internasional sibuk berpura-pura Gaza merupakan krisis kemanusiaan, Israel terus melanggar hukum internasional dengan impunitas total," katanya merujuk serangan terbaru Israel ke pusat pangan PBB di Gaza, seperti dikutip dari Aljazirah, Kamis (14/3/2024).
"Bantuan kemanusiaan dari udara dan pelabuhan bantuan Gaza tidak akan mengatasi pelanggaran-pelanggaran ini. Dan tidak akan mengatasi kelaparan yang sengaja dibuat," katanya.
Dalam laporan yang diunggah ulang Callamard, UNRWA mengatakan satu stafnya tewas dan 22 lainnya terluka dalam serangan pasukan Israel ke pusat distribusi makanan di timur Rafah.
"Serangan hari ini terhadap salah satu dari sedikit pusat distribusi UNRWA yang tersisa di Jalur Gaza terjadi ketika persediaan makanan semakin menipis, kelaparan meluas dan, di beberapa daerah, sudah dilanda kelaparan," kata Komisaris Jenderal UNRWA, Philippe Lazzarini.
"Setiap hari, kami membagikan koordinat semua fasilitas kami di seluruh Jalur Gaza kepada pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Tentara Israel menerima koordinat fasilitas ini kemarin," tambahnya.
Sejak perang dimulai lima bulan yang lalu, UNRWA berulang kali menjadi sasaran serangan Israel dalam skala yang belum pernah terjadi di konflik lainnya di seluruh dunia. Lembaga itu mencatat sedikitnya 165 anggota tim UNRWA terbunuh, termasuk ketika sedang menjalankan tugas.
Lebih dari 150 fasilitas UNRWA dihantam, beberapa di antaranya hancur total, di antaranya banyak sekolah dan lebih dari 400 orang terbunuh saat mencari perlindungan di fasilitas PBB. Dilaporkan ditemukan terowongan-terowongan yang digunakan untuk kegiatan militer di bawah fasilitas dan instalasi UNRWA. Staf UNRWA juga dianiaya dan dipermalukan selama berada di pusat-pusat penahanan Israel.
"Personel, fasilitas, dan aset PBB harus dilindungi setiap saat. Sejak perang ini dimulai, serangan terhadap fasilitas, konvoi, dan personil PBB telah menjadi hal yang biasa terjadi dengan mengabaikan hukum kemanusiaan internasional," kata Lazzarini.
"Saya menyerukan sekali lagi untuk melakukan penyelidikan independen terhadap pelanggaran-pelanggaran ini dan perlunya pertanggungjawaban," tambahnya.