Brasil Lepaskan Jutaan Nyamuk Anti-DBD untuk Cegah Korban Jiwa
Faktor cuaca yang lebih panas dan basah memicu ledakan demam berdarah di Brasil.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Strategi pemberantasan demam berdarah yang melibatkan pelepasan nyamuk yang terinfeksi bakteri, akan diterapkan di enam kota di Brasil. Hal itu akan dilakukan dalam beberapa bulan mendatang, saat negara tersebut memerangi wabah demam berdarah yang parah.
Faktor-faktor seperti cuaca yang lebih panas dan basah yang disebabkan oleh krisis iklim dan peredaran subtipe virus yang sebelumnya tidak ada, memicu ledakan demam berdarah di Brasil. Tercatat telah ada 1,6 juta kasus sejak Januari 2024 (jumlah yang sama yang dilaporkan sepanjang tahun lalu), dan 491 kematian, dengan 889 kematian lainnya sedang diselidiki.
Otoritas kesehatan lokal dan nasional telah meningkatkan respons mereka, terutama meningkatkan langkah-langkah pencegahan, yang mencakup agen kesehatan masyarakat. Mereka berkeliling kota untuk menyidak wadah berisi air tergenang yang dapat memungkinkan nyamuk berkembang biak.
“Strategi kami sudah kuno dan sangat terfokus pada pengendalian vektor,” kata sekretaris pengawasan kesehatan di Kementerian Kesehatan, Ethel Maciel, melansir The Guardian.
Namun di tengah perubahan signifikan dalam pola demam berdarah (dengan lonjakan infeksi yang lebih awal dan lebih besar) pemerintah beralih ke teknologi baru dengan hasil jangka menengah, seperti vaksin dan pelepasan nyamuk anti-DBD yang membatasi penularan penyakit demam berdarah dan arbovirus lainnya ke manusia.
Metode Wolbachia ini dinamai berdasarkan jenis bakteri yang ditemukan pada sekitar 60 persen serangga, tetapi tidak terdapat secara alami pada Aedes Aegypti. Metode ini telah diperkenalkan di lima kota di Brasil dan memberikan perlindungan kepada 3,2 juta orang.
Telur dan larva nyamuk yang terinfeksi Wolbachia (yang oleh masyarakat Brasil dijuluki ‘wolbitos’) akan disediakan oleh laboratorium Rio de Janeiro di sebuah lembaga kesehatan masyarakat. Dikelola oleh organisasi ilmu kesehatan Fiocruz, yang mengelola metode Wolbachia di Brasil dalam kemitraan dengan LSM World Mosquito Program (WMP) dan dengan dukungan dari Kementerian Kesehatan.
“Kami memulai di sebuah ruangan kecil, hanya dengan tiga kandang kecil. Dan sekarang kami memiliki kandang besar yang dapat menampung 32 ribu nyamuk,” kata pengawas laboratorium Cátia Cabral saat mengunjungi fasilitas seluas 397 meter persegi (4.273 kaki persegi), yang menampung sekitar 1,5 juta nyamuk dewasa dan menghasilkan 10 juta telur setiap pekannya.
Ada rencana untuk membangun....
Ada rencana untuk membangun laboratorium pembiakan nyamuk yang lebih besar di negara bagian lain. Cabral, seorang ahli biologi yang telah bekerja dengan WMP sejak dimulainya proyek yang berbasis di Brasil 10 tahun lalu, memimpin tim beranggotakan 17 orang yang bertanggung jawab menjaga koloni wolbitos tetap hidup dalam siklus reproduksi yang berkelanjutan.
Niterói, sebuah kota berpenduduk setengah juta jiwa di seberang Teluk Guanabara dari Rio de Janeiro, menjadi tuan rumah salah satu proyek percontohan awal pada 2015 dan kemudian menjadi kota pertama dengan cakupan penuh Wolbachia. Hal ini tampaknya telah membantu menurunkan angka demam berdarah bahkan ketika negara bagian Rio mengumumkan keadaan darurat resmi pada bulan lalu.
Hanya 689 kasus probable yang tercatat di Niterói pada 14 Maret 2024, dibandingkan dengan 61.779 kasus di negara bagian tetangga, Rio de Janeiro, di mana metode Wolbachia diujicobakan dalam skala yang lebih kecil dan di wilayah yang memiliki tantangan khusus, seperti favela yang dilanda kekerasan.
“Rio adalah kota dengan populasi 12 kali lipat tetapi kasus demam berdarah (hampir) 100 kali lebih banyak dibandingkan Niterói. Tidak ada keraguan bahwa penerapan strategi Wolbachia sangat menentukan hasil kami,” kata Walikota Niterói, Axel Grael.
Penelitian baru diperkirakan akan dipublikasikan pada akhir tahun ini, namun penelitian pada 2021 mengaitkan penyebaran nyamuk yang terinfeksi Wolbachia di Niterói dengan penurunan demam berdarah sebesar 69 persen, serta penurunan kejadian chikungunya dan Zika sebesar 56 persen dan 37 persen, dua penyakit lain yang ditularkan melalui Aedes.