Hari Kiamat, Pilkada Gubernur Papua,dan The Black Brother yang Minta Suaka Politik ke Belanda
Kenangan dengan legenda musik Papua: The Black Brothers.
Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny bercerita tentang kedatangan tamunya dari Papua Selatan. Orang itu adalah tokoh Papua yang bermaksud mencalonkan diri pada pilkada gubernur di provinsi tersebut. Denny mengisahkan begini:
Tadi (19 Maret 2024), saya kedatangan tamu, Yusak Waluyo, dari Partai Golkar yang ingin mencalonkan diri menjadi Gubernur Papua Selatan (daerah pemekaran). Namun yang terjadi malah kami memperbicangkan hal lain. Apa itu adalah soal legenda musik dari Papua yang pada tahun 1970-an ‘The Black Brothers’..
Dahulu grup tersebut mengeluarkan lagu hits terkait ‘Hari KIamat, Persipura, dan sempat berpolemik dengan grup musik asal Sumatra Utara, The Mercy’s soal lagu berjudul ‘Kisah Seorang Pramuria.
‘’Kami kedatangan tamu Yusak Waluyo yang ingin mencalonkan diri jadi gubernur Papua Selatan.Namun yang terjadi terjadi, kami lebih banyak bicara soal The Black Brothers, band asal papua yang populer di tahun 1970an,’’kata Denny JA.
Tak jukup hanya berbincang tentang grup tersebut, mereka berdua kemudian memutar kembali lagu-lagu dari grup band itu.
’’Kami berdua kemudian bergama-sama mendengar lagu Hari Kiamat yang hits dari The Black Brothers. Selain itu juga berbagi cerita tentang bagaimana personel band ini kemudian meminta suaka politik, antara lain ke Belanda."
Denny selanjutnya berdua Yusak bicara tentang keresahan warga Papua yang merasa termaginalisasi di tanah leluhurnya yang sangat kaya tambang.Juga disinggung mengenai sentimen ingin merdeka. Selain itu dibahas mengenai upaya atau strategi bagi pemerintah pusat agar tetap bisa membawa Papua ke pangkuan NKRI.
Sama halnya pengan Denny JA, ada pula kisah serupa yang dialami penulis dan pengamat politik asal Papua, Alex Runggeary. Pada kesempatan terpisah dia juga mengaku pernah punya pengalaman dan memory terkait soal Yusak Waluyu yang ingin maju dalam Pilkada Gubernur di Provinsi Papua Selatan. Alex berkisah seperti ini:
Suatu waktu saya sedang berdiri di luar kantor saya di Tembagapura dengan suhu rendah karena ketinggiannya lebih 2000 meter dari permukaan air laut. Saya sehar-harui slalu memakai baju jaket supaya badan täta hangat.
“Tiba- tiba ada seseorang yang datang dan berdiri pas di depan saya. Sambil tersenyum, ia mengulurkan tangannya. Saya piun menyambut dengan hangat. Tapi dalam hati ragu,ini siapa?,’’ kata Alex.
Orang yang beridiri di depan saya seperti membaca keraguanku, "Kaka lupa saya kah? Saya Yusak Yeluwo yang pernah kaka berikan beasiswa toh"
Lalu saya menjawabnya, " Iya benar, saya dulu kerja di JDF (The Irian Jaya Joint Development Foundation) berkeliling beberapa kota di Indonesia merekrut calon beasiswa dengan dana UNDP untuk bantuan pendidikan putra Papua. Trus kita bertemu di mana ya ade Yusak"
Ia tertawa riang, " Kita bertemu di Manado toh !"
Aku tersenyum mengingat- ingat, " Oh ya, kalian banyak jadi saya tidak ingat satu- satu.” Kami pun tertawa berderai-derai.
" Tapi kaka masih ingat toh,’’katanya Ia terus mengejar.
" Iya saya ingat ade di Manado.”
Alex kemudian menceritakan,bila beberapa beberapa waktu selanjutnya kemudian Yusak meninggalkan Freeport dan menjadi Bupati Boven Digul.
"Saya senang orang seperti Yusak yang lugas. Dia memang berbeda dengan sosok seorang penerima beasiswa JDF yang lain yang kini menjadi pejabat tinggi di Jakarta.Orang ini ketika saya kontak, dia pura- pura tak mengenal saya.
“Padahal saya mengenal baik Ayah dan Ibunya dan sebaliknya karena sering ke rumah mereka. Ketika itu saya adalah petugas kredit dari JDF yang harus monitor perkembangan usaha setiap nasabah. Ayah dan Ibunya adalah nasabah usaha kecil JDF. Dua pribadi yang berbeda Yusak dan temannya,’’kata Alex.