Pendekatan Lokal Jadi Cara Ideal Edukasi Masyarakat Adat Terkait Krisis Iklim
Masyarakat adat berperan penting dalam menangani krisis iklim dan pemanasan global.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam menjalani kehidupannya, masyarakat adat memiliki keterhubungan dengan alam, sehingga mereka selalu menjaga dan tidak mengeksploitasi alam secara berlebihan. Masyarakat adat juga memiliki pengetahuan bagaimana memelihara dan memanfaatkan sumber daya alam di habitat mereka. Karena itulah, masyarakat adat memiliki peranan penting dalam upaya penanganan krisis iklim dan pemanasan global.
Namun demikian, tak semua masyarakat adat sudah melek dengan isu-isu perubahan iklim dan dampak yang berpotensi ditimbulkan saat ini dan tahun-tahun mendatang.
“Istilah perubahan iklim saja kan sangat asing bagi mereka. Dan memang masih banyak dari masyarakat adat dan rimba yang belum memahami hal tersebut,” kata Antropolog sekaligus penggagas Sokola Rimba, Butet Manurung, dalam webinar peluncuran Catalyst Changemakers Ecosystem (CCE) 3.0 pada Kamis (21/3/2024).
Untuk bisa memberikan pemahaman terkait masalah iklim, Butet yang mendirikan Sokola Rimba sejak 2003, selalu menggunakan pendekatan lokal. Hal ini mengharuskan dia untuk mempelajari bahasa setempat, live in atau tinggal menetap di lapangan, hingga beraktivitas layaknya masyarakat setempat.
Melalui proses-proses itu, yang tentu membutuhkan waktu bertahun-tahun, Butet akan bisa memahami bagaimana sudut pandang masyarakat terkait berbagai masalah termasuk lingkungan dan bahkan iklim.
“Hal yang pertama harus dilakukan adalah memahami bagaimana sudut pandang masyarakat lokal melihat masalah dunia. Karena apa yang kita pikir baik, belum tentu baik bagi mereka. Dan pada dasarnya, kita sebagai orang luar, tidak lebih tahu dari mereka,” jelas Butet.
Berdasarkan pengalaman Butet, masyarakat adat rimba sering kali menghadapi masalah illegal logging yang menyebabkan hutan-hutan gundul dan mengancam kehidupan dan habitat mereka. Meskipun habitatnya terancam oleh illegal logging yang dilakukan pihak tak bertanggung jawab, namun masyarakat adat kerap tak melihatnya sebagai masalah.
“Terus saat hutan rimba ditebang sembarangan sama pihak lain, masyarakat adat itu kadang merasa enggak apa-apa, karena masih merasa cukup dengan sumber daya hutan yang ada. Padahal kan itu (illegal logging) enggak bener kan ya,” kata Butet.
Karena itulah, Butet menggunakan pendekatan lokal untuk mengedukasi masyarakat adat terkait hal-hal seperti illegal logging dan dampaknya terhadap alam dan habitat mereka. Termasuk bagaimana illegal logging dan deforestasi berkontribusi dalam memanaskan planet bumi dan perubahan iklim.
“Jadi kita memang harus ngasih tahu pelan-pelan, agar mereka juga tidak merasa terganggu. Yang penting, bagaimana mereka tahu bahwa illegal logging itu adalah ancaman besar bagi mereka, sehingga tidak bisa didiamkan,” kata Butet.