Satu dari 77 Cabang Iman adalah Mencintai Allah, Apa Tanda Mencintai Allah?
Mengenai 77 cabang iman, hal ini didasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al-Banteni dalam kitab 77 Cabang Keimanan menyampaikan bahwa mencintai Allah termasuk satu dari 77 cabang iman. Mengenai 77 cabang iman, hal ini didasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW.
قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الإِيْمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُوْنَ شُعْبَةً ، أَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الْإِيْمَانِ رَوَاهُ الْمُحَدِّثُوْنَ
Nabi Muhammad SAW bersabda, "Iman itu 77 cabangnya. Yang paling utama dari cabang-cabang tersebut adalah mengucapkan "La ilaha illallah" (tiada Tuhan melainkan Allah) dan cabang yang paling rendah adalah menyingkirkan rintangan dari jalan. Malu (berbuat maksiat) adalah satu cabang dari iman."
Tanda Mencintai Allah
Mengenai mencintai Allah, Imam Sahal menggambarkannya seperti ini, "Tanda mencintai Allah adalah mencintai Alquran. Tanda mencintai Allah dan Alquran adalah mencintai Nabi Muhammad SAW. Tanda mencintai Nabi Muhammad SAW adalah mencintai sunah (ucapan, tingkah laku, dan sikap) Nabi Muhammad SAW. Tanda mencintai sunah adalah mencintai akhirat. Tanda mencintai akhirat adalah membenci dunia (pujian orang, penampilan, kemewahan dan lainnya). Tanda membenci dunia adalah tidak mempergunakan harta benda dunia kecuali sebagai bekal menuju akhirat."
Syeikh Hatim bin Alwan berkata, "Barang siapa mengaku tiga hal tanpa tiga hal lainnya, maka ia adalah pembohong. Pertama, orang yang mengaku mencintai Allah tanpa menjauhi larangan-Nya. Kedua, orang yang mengaku mencintai Nabi Muhammad SAW tanpa mencintai kefakiran. Ketiga, orang yang mengaku mencintai surga tanpa mau menyedekahkan hartanya."
Sebagian dari ahli makrifat berkata, "Jika iman seseorang berada di luar hati, maka ia akan mencintai Allah dengan kecintaan yang sedang. Jika iman seseorang telah masuk ke tengah hati, maka dia akan mencintai Allah dengan kecintaan yang sepenuhnya dan akan meninggalkan kemaksiatan-kemaksiatan."
Intinya, mengaku cinta adalah menanggung risiko. Oleh karena itu Syeikh Fudlail bin Iyadl berkata, "Jika kamu ditanya apakah engkau mencintai Allah, maka diamlah. Karena sesungguhnya jika engkau mengatakan ‘tidak’ maka engkau ‘kafir’ dan jika mengatakan ‘ya’ maka sifatmu bukanlah sifat dari orang-orang yang mencintai-Nya."