Bagaimana Islam tersebar di Liga Premier Inggris? (bag 1)
Penyebaran dakwah ajaran Islam tersebar di Liga Premier Inggris.
Mohamed Salah dan Sadio Mané mengunjungi masjid setempat di Liverpool setiap latihan usai. Kedianya pergi shalat Jumat di masjid terdekat. Meraka paham shalat Jumat itu wajib bagi pria Muslim. Mereka pun mengikuti anjuran atau sunnah nabi agar mengenakan pakaian terbaik kala pergi ke masjid itu.
Mengacu pada tulisan Sam Cunningham dari media InggrisI News,co.uk, menyatakan umat Islam pendukung sepak bola khususnya anak-anak terpesona dengan kehadiran mereka. Para pemain berbaur bersamnanya. Mereka berpose untuk difoto.
Dalam sebuah foto baru-baru ini, Mané, yang tumbuh di desa kecil Bambali, Senegal selatan, dalam keluarga yang sangat religius, mengenakan baju kaftan hijau zamrud yang indah. Pakaian atasannya panjang. Mane pergi shalat Jumat bersama dua anak muda.
Pengaruh kehadiran bintang sepakbola Muslim dalam pertandingan
Banyak orang memposting di media sosial bahwa mereka ingin masuk Islam karena para pemain ini. Ini bukan hanya semata tentang gol yang mereka cetak – khususnya Salah, pencetak gol terbanyak Premier League dengan 28 gol – namun karena mereka menyebarkan pesan tentang iman Muslim.
Baik Mane dan Salah selalu bersikap terbuka, ramah, di antara masyarakat, Keduanya juga bersikap rendah hati dan tidak memikirkan diri sendiri. Semua itu merupaka hal yang penting bagi seorang pesepakbola bintang umumnya berlawanan dengan tren yang cenderung tinggi hati dan tertutup.
Ada banyak lagu ysng bergema di tribun stadion Anfield tentang “Raja Mesir” Salahini. Salah satunya adalah: “Jika dia cukup baik untukmu/Dia cukup baik untukku/Jika dia mencetak beberapa gol lagi/ Maka aku akan menjadi Muslim juga,” yang diakhiri dengan: “Dia duduk di masjid/ Di situlah yang saya inginkan.”
Gelandang Manchester United Paul Pogba diketahui rutin berdonasi ke badan amal. Pada penghargaan pemain terbaik klub musim ini tahun lalu, membuat sang gelandang ini rela menyumbangkan sejumlah besar uang untuk membayar pendukung United berusia 11 tahun, Samuel, yang menderita kelumpuhan otak, untuk menjadi maskot.
Pada ulang tahun Pogba yang ke-25 pekan lalu, ia memohon kepada 6,9 juta pengikutnya di Facebook untuk menyumbang ke Save the Children. Dia menyeru bahwa: Memberi sedekah adalah pokok Islam.
Riyad Mahrez, dari Leicester City, dan N’Golo Kante dari Chelsea juga terkenal, di kalangan komunitas tertentu, atas sumbangan amal mereka.
Dan kini publik sepakbola dunia paham bila Banyak terhebat di Premier League saat isekarang menganut agama Islam.
Kerudung Rimla Akhtar dan perspektif penggemar sepakbola Liga Primeri
Meskipun para pemain Muslim dipuja dan diidolakan oleh para suporter saat ini, rasa hormat yang sama tidak selalu diberikan kepada sesama suporter yang memiliki keyakinan yang sama.
Namun sikap itu telah berubah selama bertahun-tahun. Jadi antusiasme tersebut tidak tetap berada pada jalur yang stabil menuju penerimaan; melainkan reaksi di tribun dan sekitar stadion pada hari pertandingan. Semua itu juga mencerminkan lingkungan geopolitik saat itu.
Rimla Akhtar, (35 tahun), adalah wanita Muslim pertama yang duduk di Dewan Asosiasi Sepak Bola. Dia selalu terlibat dalam sepak bola: mulai dari mencari tempat yang aman ketika masih anak-anak di masa-masa sulit rasial, hingga menjadi tokoh terkemuka dalam mengembangkan panutan dan duta untuk mendorong perempuan Muslim terlibat dalam sepak bola.
Akhtar kini ibekerja untuk FA. Iman dan sepak bola, yang menjadi subjek serial semenjak awal kompetisi, menjadi yang terdepan dalam karyanya pengabdiaannya.
Akhtar adalah pendukung Liverpool. Dia telah mengenakan hijab, kerudung yang dikenakan oleh beberapa wanita Muslim di depan umum, sejak tahun 1992. Namun ketika dia mulai pergi ke pertandingan dia akan melepasnya kerudungnya dan mengenakan syal Liverpool di lehernya dan topi baseball di kepalanya.
“Saya tidak menyangka akan diterima sebagai perempuan kulit berwarna berhijab di tempat itu,” kata Akhtar.
“Sebagiannya adalah persepsi, sebagian lagi adalah kenyataan yang terjadi saat itu: 9/11 terjadi, ada banyak kemarahan dan kebencian terhadap komunitas Muslim. Ada risiko nyata bagi orang seperti saya untuk terlihat sebagai seorang Muslim di sebuah pertandingan.”
Keluarganya tidak ingin Akhtar menghadiri pertandingan sepak bola sendirian. Namun pada awal milenium ini dia akan pergi bersama dua kakaknya. Mereka adalah orang-orang besar; cukup besar untuk mencegah calon penyerang.
Pada pertengahan tahun 2000-an, Akhtar, mantan kapten tim sepak bola Wanita Muslim Inggris, mulai bosan menyembunyikan identitasnya dan mulai mengenakan jilbab saat menonton pertandingan.
Hal ini sulit bagi saudara laki-lakinya, katanya, karena mereka ingin melindunginya dan merasa khawatir. Secara umum, kecuali beberapa tatapan di sana-sini, dia tidak mengalami perasaan permusuhan yang serius dari penggemarnya sendiri atau penggemar lainnya.
"Namun, seperti yang terjadi pada peristiwa 11 September, keadaan kembali memburuk di kalangan pendukung Muslim.
“Sebagian dari diriku bertanya-tanya, jika saudara laki-lakiku tidak ada, apakah aku harus menghadapi lebih banyak hal? Saya merasa saya akan melakukanny,'' ujarnya.
Belakangan ini, Akhtar melihat adanya peningkatan Islamofobia dan kebencian terhadap Muslim di masyarakat. Sikap ini pun mulai merembes ke dalam sepak bola. "Saya tidak pernah menerima serangan fisik, namun ada serangan verbal mengenai kehadiran saya di sebuah pertandingan. Jika saya mendapatkan tiket dan seseorang tidak, mereka akan mengambilkannya kepada saya."
“Saya tidak akan mengulangi kata-katanya, tetapi mereka mempertanyakan bagaimana saya bisa ikut serta dalam sebuah permainan dan mereka tidak bisa. Saya merasa hampir beruntung karena saya tidak harus menghadapi situasi yang mengintimidasi secara fisik,'' kata Rimla Aklhat menadaskan sikapnya.