Sekjen PBB: Sudah Waktunya Banjiri Gaza Dengan Makanan

Israel berencana menggelar serangan ke kota paling selatan Jalur Gaza.

EPA-EFE/HAITHAM IMAD
Pengungsi Palestina berkumpul untuk mengumpulkan makanan yang disumbangkan oleh kelompok pemuda amal sebelum sarapan, pada hari kedua bulan suci Ramadhan di Rafah, di selatan Jalur Gaza, (12/3/ 2024).
Rep: Lintar Satria Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID,NEW YORK -- Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan sudah waktunya "membanjiri Gaza dengan makanan yang dapat menyelamatkan nyawa." Hal ini ia sampaikan saat berdiri di samping antrian truk bantuan yang hendak masuk ke Gaza.

Baca Juga


Guterres juga menyebut kelaparan di dalam kantong pemukiman Palestina itu sebagai "kebiadaban moral." Ia mendesak Israel dan Hamas segera melakukan gencatan senjata.

Di perbatasan Mesir, Guterres berdiri tidak jauh dari Kota Rafah. Israel berencana menggelar serangan ke kota paling selatan Jalur Gaza yang kini menampung lebih dari setengah populasi kantong pemukiman tersebut.

"Serangan lebih lanjut hanya akan memperburuk keadaan, bagi warga sipil Palestina, bagi sandera dan bagi semua  orang di kawasan," kata Guterres, Sabtu (23/3/2024).

Pernyataan ini ia sampaikan satu hari setelah Dewan Keamanan PBB gagal mencapai konsensus mengenai rancangan resolusi yang diusulkan Amerika Serikat (AS). Guterres berulang kali mencatat sulitnya mengirimkan bantuan ke Gaza. Lembaga-lembaga internasional mengatakan Israel sengaja menghalangi bantuan masuk.

"Dari perbatasan ini, kami melihat kesedihan dan ketidakberdayaan, antrian panjang truk bantuan yang terhalang satu sisi gerbang dan bayangan panjang kelaparan di sisi lain," katanya.

Gubernur Sinai Utara Mohammed Abdel-Fadeil Shousha mengatakan sekitar 7.000 truk bantuan sedang menunggu di di provinsi Sinai Utara Mesir untuk memasuki Gaza.

"Sudah saatnya ada komitmen kuat dari Israel  membuka akses total untuk barang-barang kemanusiaan ke Gaza, dan dalam semangat Ramadhan yang penuh kasih sayang, ini juga saatnya untuk segera membebaskan semua sandera," kata Guterres.  

Ia kemudian mengatakan  gencatan senjata kemanusiaan dan pembebasan sandera harus dilakukan secara bersamaan.

Hamas diyakini masih menahan sekitar 100 sandera dan juga sisa-sisa dari 30 sandera lainnya yang diculik dalam serangan 7 Oktober.

Ketika ditanya mengenai komentar Guterres, kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu merujuk unggahan   Menteri Luar Negeri Israel Katz di media yang menuduh Sekretaris Jenderal PBB tersebut membiarkan PBB menjadi "anti semit dan anti-Israel."

Diperkirakan 1,5 juta warga Palestina kini berlindung di Rafah setelah melarikan diri dari serangan Israel di daerah lain. Pada Kamis (21/3/2024) lalu Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken mengatakan serangan darat Israel ke Rafah akan menjadi "sebuah kesalahan" dan Israel tidak perlu mengalahkan Hamas.

Pernyataan ini menandai pergeseran posisi AS yang para pejabatnya telah menyimpulkan tidak ada cara yang kredibel untuk mengeluarkan warga sipil dari bahaya.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersumpah melanjutkan rencana serangan ke Rafah yang telah disetujui militer. Menurutnya rencana itu sangat penting untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yaitu menghancurkan Hamas.

Militer mengatakan Rafah merupakan benteng pertahanan utama terakhir Hamas dan pasukan darat harus menargetkan empat batalyon yang tersisa di sana.

Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan invasi Israel sudah menewaskan lebih dari 32.000 orang Palestina dan membuat sekitar 80 persen dari 2,3 juta populasi Gaza mengungsi. Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan dalam 24 jam terakhir 72 jenazah korban tewas telah dibawa ke rumah sakit.

Kementerian Kesehatan tidak membedakan antara warga sipil dan kombatan, namun mengatakan bahwa perempuan dan anak-anak merupakan mayoritas korban tewas. Israel menyalahkan Hamas atas kematian warga sipil dan menuduhnya beroperasi di wilayah pemukiman. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler