Viral Fenomena Kemunculan 'Gunung' di Tengah Sawah di Grobogan, Ini Kata Badan Geologi
Fenomena di area Bledug Kramesan, Grobogan belakangan viral di media sosial X.
REPUBLIKA.CO.ID, GROBOGAN -- Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Muhammad Wafid meminta masyarakat di sekitar area Bledug Kramesan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, untuk tidak panik. Fenomena ini belakangan viral di media sosial X.
"Fenomena terjadinya Bledug Kramesan di daerah Grobogan tersebut bukanlah suatu fenomena yang luar biasa," ujar Wafid dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (26/3/2024).
Apalagi, tutur Wafid melanjutkan, tidak jauh dari Bledug Kramesan terdapat Bledug Kuwu yang secara umum sudah diketahui oleh publik sebagai fenomena mud volcano (gunung lumpur) yang sudah berlangsung selama puluhan tahun. Wafid menjelaskan bahwa pengaruh gempa terkait gunung lumpur tersebut adalah adanya kemungkinan untuk terbukanya rekahan-rekahan yang dilewati oleh material lumpur.
Dengan terbukanya rekahan-rekahan tersebut, kata Wafid, material mud diapir atau rembesan lumpur akan mengalami pergerakan naik dan ada penambahan debit material. “Namun, dengan adanya kompresi dan tekanan tektonik pada area tersebut, akan terjadi titik kesetimbangan seperti pada saat sebelum momen kegempaan terjadi,” ucap Wafid.
Adapun, aktivitas dari semburan lumpur yang meningkat setelah terjadinya gempa di Bawean pada tanggal 22 Maret 2024 dengan Magnitudo 6,5 diduga dapat menyebabkan hal-hal berikut, seperti sistem migrasi hidrokarbon maupun lumpur menjadi lebih aktif karena adanya bukaan berupa rekahan maupun patahan sebagai akibat adanya gempa dangkal ini. Lebih lanjut, gempa tersebut juga menyebabkan gejolak lumpur di daerah sekitar Bledug Kuwu dan Bledug Kramesan menemukan jalannya untuk keluar melewati rekahan yang terbentuk akibat gempa tersebut.
“Badan Geologi terus memonitor perkembangan fenomena alam ini,” ucap Wafid.
Sebelumnya, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan gempa tektonik bermagnitudo 6,5 di Laut Jawa yang mengguncang sejumlah wilayah di Indonesia, pada Jumat (22/3/2024), sementara tidak menunjukkan tanda-tanda potensi tsunami. Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengungkapkan berdasarkan laporan dari masyarakat, gempa bumi ini menimbulkan kerusakan di Pulau Bawean.
Daryono ,engungkap adanya 12 fakta mengenai gempa yang terjadi di Pulau Bawean, Kabupaten Gresik Jawa Timur itu. Fakta pertama dari gempa Bawean adalah gempa tersebut merupakan jenis gempa kerak dangkal.
"Gempa kerak dangkal itu dipicu oleh aktivitas sesar aktif dengan mekanisme geser atau mendatar di Laut Jawa," katanya.
Fakta kedua, gempa di Bawean bersifat merusak atau destruktif, sehingga menimbulkan dampak kerusakan bangunan tidak hanya di Pulau Bawean, tetapi juga di Gresik, Tuban, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan, Bojonegoro, Pamekasan Madura, dan Banjarbaru.
Berikutnya, fakta ketiga adalah gempa Bawean terjadi dengan guncangan berspektrum luas, sehingga dampak guncangan dirasakan hingga jauh dari pulau tersebut, seperti Banjarmasin, Banjarbaru, Sampit, Balikpapan, Madiun, Demak, Semarang, Temanggung, Solo. Yogyakarta, Kulon Progo, dan Kebumen.
Lalu, fakta berikutnya adalah gempa tersebut tidak berpotensi tsunami. Terkait dengan hal itu, Daryono menjelaskan hasil pemodelan tsunami BMKG menunjukkan bahwa gempa Bawean tersebut tidak berpotensi tsunami. Dia mengatakan data lapangan hasil monitoring muka laut dengan menggunakan Tide Gauge milik Badan Informasi Geospasial (BIG) di Karimunjawa, Lamongan, dan Tuban menunjukkan muka laut yang normal tanpa ada anomali catatan tsunami.
Fakta kelima adalah gempa Bawean berpusat di zona aktivitas kegempaan rendah, sehingga masyarakat awam menilai gempa Bawean sebagai “gempa tidak lazim” karena terjadi di wilayah yang jarang terjadi gempa dangkal.
Selama ini, kata Daryono, wilayah Laut Jawa lazimnya menjadi episenter gempa-gempa hiposenter dalam akibat deformasi slab Lempeng Indo-Australia yang tersubduksi di bawah Lempeng Eurasia tepatnya di bawah Laut Jawa dengan kedalaman sekitar 500–600 km.
Keenam, gempa Bawean berpusat di zona Sesar Tua Pola Meratus. Gempa Bawean membuktikan bahwa ternyata jalur sesar di Laut Jawa masih aktif sekaligus menjadi pengingat bagi masyarakat untuk selalu waspada terhadap keberadaan sesar aktif dasar laut yang jalurnya dekat Pulau Bawean.
"Gempa dapat berulang dan terjadi kapan saja. Meskipun termasuk dalam zona kegempaan rendah, Laut Jawa utara Jawa Timur tetap memiliki potensi gempa karena secara geologi dan tektonik terdapat jalur Sesar Tua Pola Meratus," kata Daryono menambahkan.
Fakta ketujuh, gempa Bawean dipicu reaktivasi sesar tua. Episenter Gempa Bawean terletak tepat di jalur sesar yang sudah terpetakan. Daryono mengatakan jika mencermati lokasi pusat Gempa Bawean, tampak episenternya terletak tepat pada jalur Sesar Muria (Laut).
"Jalur sesar itu berada di zona Sesar Tua Pola Meratus. Salah satu jalur sesar di zona Pola Meratus ini diduga mengalami reaktivasi dan memicu gempa," katanya.
Berikutnya, fakta kedelapan adalah gempa Bawean memiliki gempa susulan dengan magnitudo lebih besar, yaitu sebesar 6,5, sedangkan gempa pertama berkekuatan magnitudo 5,9.
"Hal itu bisa terjadi karena asperity atau bidang bakal geser di bidang sesar yang ukurannya lebih besar mengalami pecah belakangan. Salah satunya karena dipicu tekanan dari gempa pertama dengan aspertity yang ukurannya relatif lebih kecil. Bidang sesar yang pecah pertama kali adalah asperity pada struktur batuan yang lebih lemah, sehingga mengalami pecah duluan sebagai gempa pembuka," jelas Daryono.
Fakta kesembilan, gempa susulan di Bawean cukup banyak. Hal itu disebabkan oleh karakteristik gempa kerak dangkal di Bawean terjadi pada batuan kerak bumi permukaan yang batuannya bersifat heterogen.
Dengan demikian, kerak bumi itu mudah rapuh dan patah, tidak seperti gempa kerak samudra yang batuannya bersifat homogen dan elastik sehingga tidak terlalu banyak gempa susulan, bahkan terkadang tanpa gempa susulan meskipun magnitudo gempanya cukup besar.
Fakta kesepuluh, frekuensi gempa Bawean mulai menurun. Hasil monitoring BMKG hingga Minggu pukul 10.00 WIB mencatat sebanyak 239 kali gempa, dengan frekuensi kejadian yang semakin jarang. Jika pada Jumat (22/3/2024) dalam satu jam dapat terjadi 19 kali gempa, data terkini menunjukkan dalam 1 jam terjadi 2–3 kali gempa.
Fakta kesebelas, gempa Bawean menambah catatan gempa kuat di Laut Jawa. Sebelumnya, hanya terjadi 4 kali gempa kuat di Laut Jawa tidak banyak, yaitu pada 1902, 1939, 1950, dan terkini pada 2024.
Fakta terakhir, gempa Bawean memberi pelajaran penting bahwa ancaman gempa merusak di Jawa Timur tidak hanya berasal dari selatan, yaitu sumber gempa subduksi lempeng dan sesar-sesar aktif di daratan, tetapi juga dari sumber-sumber gempa di Laut Jawa di utara Jawa Timur.