Balita Stunting Vs Berperawakan Pendek, Bagaimana Cara Membedakannya?

Penyebab balita pendek harus diungkap agar tak keliru penanganannya.

AP Photo/Ebrahim Noroozi
Menimbang berat badan bayi (Ilustrasi). Ada beberapa indikator bayi stunting.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anak stunting bisa dibedakan dengan anak berperawakan pendek. Dokter spesialis anak konsultan nutrisi dan penyakit metabolik Prof Damayanti Rusli Sjarif memaparkan, ada tiga langkah mengenali balita stunting (gagal tumbuh) yang perlu diperhatikan, terutama oleh kader posyandu.

"Pertama, anak itu harus diukur dengan alat ukur dan cara yang benar, jangan diterawang saja, jangan juga dibandingkan dengan anak-anak tetangganya, enggak boleh itu," kata Prof Damayanti dalam diskusi yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis (28/3/2024).

Diskusi Kelas Orang Tua Hebat (Kerabat) kembali diselenggarakan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) secara daring dengan tema "Terdiagnosa stunting, bagaimana perawatannya?". Profesor Damayanti menegaskan alat ukur untuk balita sudah dibagikan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di setiap posyandu.

"Ada yang namanya infantometer untuk usia 0-2 tahun, dia harus diukur tidur, kalau di atas dua tahun dia harus diukur berdiri, namanya stadiometer," ujar ketua Satgas Stunting Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ini.

Cara kedua untuk mengenali balita stunting, lanjut Prof Damayanti, ialah mencatat atau plotting berat dan tinggi badannya dalam pengukuran grafik buku Kartu Ibu dan Anak (KIA).

"Ketiga, kalau sudah terbukti pendek atau sangat pendek, segera dilaporkan ke dokter atau puskesmas, kalau memang ternyata pendek, segera dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)," ucapnya.

Profesor Damayanti menjelaskan balita yang berisiko stunting memiliki tinggi badan di bawah standar 2,1 deviasi yang tertera pada buku KIA. Apabila balita ketika diukur terbukti pendek, maka setelah dirujuk ke RSUD, hanya dokter spesialis anak yang boleh menyatakan balita tersebut terbukti stunting atau tidak.

"Di RSUD, dokter spesialis anak akan membedakan, pendeknya apakah karena kelainan bawaan atau genetik, atau memang karena stunting. Kalau stunting, kita harus perbaiki dengan makanannya," katanya.

"Tetapi kalau pendek karena keturunan, terus kita kasih makanan, hasilnya bisa lain, malah akan gendut atau obesitas, bisa muncul penyakit yang lain," imbuhnya.

Baca Juga


Balita berperawakan pendek, lanjut Prof Dayanti, dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan. Bisa saja bayi memang terlahir pendek karena genetik atau disebabkan karena kekurangan gizi jangka panjang.

"Anak kurang gizi itu sering sakit, penyebabnya bisa jadi karena tidak punya jamban dan sumber air bersih, jadi bolak-balik diare. atau sakit melulu, misalnya batuk sampai 100 hari, sebenarnya ini bisa dicegah dengan imunisasi," ujar Prof Damayanti.

Prof Damayanti juga mengingatkan, yang sering kali tidak terdeteksi, yakni bayi lahir di bawah 2,5 kg. Bayi ini disebut juga bayi dengan berat lahir rendah (BBLR).

"Bayi lahir di bawah 2.500 gram itu risiko menjadi stunting 51 persen, kalau tidak segera ditangani oleh dokter spesialis anak, bisa berbahaya, maka segera ditangani agar nanti bisa dilihat apakah ASI-nya kurang, ada alergi, dan mengapa berat badannya tidak naik," tuturnya.

Untuk itu, Prof Damayanti menekankan agar balita yang terdeteksi pendek segera dirujuk ke puskesmas atau RS terdekat. Sebab, balita yang stunting otaknya tidak dapat berkembang dengan sempurna.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler