Milad Muhammadiyah, Ini Pesan Haedar Nashir untuk Seluruh Kader
Muhammadiyah memandang, kepemimpinan yang ideal haruslah tidak bersifat jumud.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Haedar Nashir menyampaikan, milad ke-112 merupakan sebuah momentum untuk refleksi. Hal itu dilakukan dalam rangka evaluasi (muhasabah) dan sekaligus proyeksi (maudhu'ah) atas seluruh program serta gerakan yang dilakukan Persyarikatan sejauh ini.
Gerakan Islam ini, menurut Haedar Nashir, tidak kenal lelah dalam upaya memakmurkan kehidupan umat, bangsa, dan dunia kemanusiaan universal. Melalui lini pendidikan, kesehatan, sosial, ekonomi, dan seluruh praksis usahanya selama ini, Muhammadiyah membuktikan orientasi pada ikhtiar memakmurkan bangsa dan negara Indonesia.
Demikian halnya dengan seluruh usaha yang dilakukan 'Aisyiyah maupun seluruh komponen di lingkungan Persyarikatan. Semuanya bergerak untuk mewujudkan kemakmuran kehidupan umat, bangsa, dan kemanusiaan semesta yang berorientasi rahmatan lil ‘alamin.
"Kemakmuran dalam dimensi kesejahteraan dan kemajuan yang bersifat utuh dan menyeluruh, yakni lahir dan batin, material dan spiritual, serta duniawi dan ukhrawi," ujar Haedar Nashir dalam pidato milad ke-112 Muhammadiyah, Senin (18/11/2024).
Agar kesinambungan dapat terus terjaga, peran pemimpin menjadi esensial di lingkungan Persyarikatan. Haedar mengingatkan, kepemimpinan yang ideal harus selalu hadir di seluruh tubuh Muhammadiyah, mulai dari level pusat, daerah, cabang dan ranting hingga kader per kader.
Ini pun sudah digariskan KH Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah. Menurut sosok yang berjulukan Sang Pencerah itu, pemimpin Muhammadiyah dituntut menjadi pemimpin kemajuan Islam.
Artinya, jelas Haedar, pemimpin yang menghidupkan akal pikiran; sosok yang mampu membedakan antara petunjuk dan kejahiliyahan. Tak kalah penting, pribadi yang berkomitmen menjadikan Islam agama yang bercahaya.
"Menurut pendiri Muhammadiyah, 'Agama itu pada mulanya bercahaya, berkilau-kilauan, akan tetapi makin lama makin suram, padahal yang suram bukan agamanya, akan tetapi manusianya yang memakai agama,'" ujar Haedar mengutip perkataan KH Ahmad Dahlan.
"Agama adalah sumber nilai pencerahan yang membangun akhlak mulia dan menebar rahmat bagi semesta alam. Bukan keberagamaan yang jumud, konservatif, dan anti kehidupan," demikian pesan guru besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu.
Sesuai dengan Risalah Islam Berkemajuan, karakter kepemimpinan yang ideal bercirikan profetik dan transformatif. Kepemimpinan ini meneladan Nabi Muhammad SAW yang berhasil membangun peradaban Madinah al-Munawwarah sebagai tonggak bangunan kejayaan Islam.
Kepemimpinan model Islam tersebut dipraktikkan oleh Kiai Dahlan dalam Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam Berkemajuan yang bercorak modernis dan reformis. Ini dapat
menjawab serta memberi solusi alternatif atas masalah dan tantangan zaman.