Wanita Ingin Itikaf, Haruskah Izin Suami?
Disebut itikaf dalam syariat karena tekun di masjid.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Secara etimologi itikaf artinya berdiam diri, menahan diri dan ketekunan. Asy Syafi'i berkata dalam Sunan Harmalah bahwa itikaf adalah ketekunan seseorang melakukan sesuatu dan menahan diri padanya, baik ia berupa kebajikan maupun keburukan.
Disebut itikaf dalam syariat karena tekun di masjid. Secara syar'i itikaf adalah berdiam diri di dalam masjid oleh orang tertentu dengan niat tertentu.
Biasanya itikaf dilaksanakan di 10 hari terakhir bulan puasa Ramadhan. Saat ini, umat Islam memasuki masa akhir bulan puasa Ramadhan 2024 atau 1445 Hijriyah.
Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu Syarah Al Muhadzdzab tahqiq dan taliq Muhammad Najib Al Muthi'i menjelaskan tentang wanita yang telah memiliki suami jika ingin itikaf.
Asy-Syirazi berkata, "Tidak diperbolehkan bagi wanita untuk beritikaf tanpa izin suami karena kenikmatannya adalah milik suami maka tidak boleh dibatalkan tanpa seizinnya."
"Jika seorang wanita bernadzar itikaf dengan izin suami jika (tidak bergantung pada waktu tertentu) tidak boleh masuk ke dalamnya tanpa seizinnya karena itikaf tidak harus segera dikerjakan sedangkan hak suami harus segera dilaksanakan, maka hak suami harus didahulukan dari itikaf."
Jika nadzar berkaitan dengan masa tertentu...
"Jika nadzar berkaitan dengan masa tertentu maka boleh baginya masuk ke dalamnya tanpa seizin suami, karena ia waiib atasnya untuk mengerjakannya dengan izinnya."
Penjelasanya, telah dijelaskan wanita sah beritikaf, akan tetapi tidak diperbolehkan itikaf tanpa izin dari suami, seperti disebutkan oleh Al Mushannif.
Jika wanita tetap beritikaf tanpa izin suaminya, maka suaminya berhak mengeluarkan istrinya dari itikaf. Tidak ada perselisihan pendapat.
Jika bernadzar itikaf dengan izin suami, jika ia berkaitan dengan wakfu tertentu maka diperbolehkan bagi wanita itu untuk masuk ke dalamnya tanpa izin (suami), karena izin dalam nadzar tertentu adalah izin untuk masuk ke dalamnya (itikaf).
Jika tidak berkaitan dengan waktu tertentu, maka tidak diperbolehkan masuk ke dalamnya (itikaf) tanpa izin (suami) seperti disebutkan oleh Al Mushannif. Demikian penjelasan Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu Syarah Al Muhadzdzab tahqiq dan taliq Muhammad Najib Al Muthi'i.
Penjelasan lebih mudahnya...
Penjelasan lebih mudahnya, KH Muhammad Saiyid Mahadhir dalam buku Bekal Ramadhan dan Idul Fithri: I’tikaf terbitan Rumah Fiqih Publishing, 2019 menjelaskan hal serupa.
KH Muhammad Saiyid Mahadhir dalam bukunya menjelaskan para ulama fiqih menilai tidak ada syarat laki-laki dalam itikaf. Wanita juga boleh beritikaf, dengan syarat izin suami jika memang bersuami.
Jadi wanita yang telah menikah jika ingin itikaf boleh asalkan dapat izin suami, dan tidak sedang dalam kondisi haid maupun nifas. Wanita dianjurkan atau diingatkan agar menjaga adab-adab keluar rumah.
Rasulullah SAW bersabda, "Izinkanlah untuk para wanita pergi ke masjid di malam hari.” (HR Imam Bukhari dan Imam Muslim)
Terhadap perempuan yang haid, Rasulullah SAW juga bersabda, "Tidak kuhalalkan masjid bagi orang yang haid dan junub.” (HR Abu Daud)
Dalam bukunya, KH Muhammad Saiyid Mahadhir merujuk pada Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu menjelaskan, jika terjadi wanita beri’tikaf tanpa izin suami, maka dalam hal ini i’tikafnya sah namun dalam waktu yang bersamaan perempuan itu berdosa.