Kemenko PMK: Indonesia Penyumbang TBC Terbanyak Kedua di Dunia
Buku WKPTB harus menjadi acuan dalam rangka mengatasi penyebaran kasus TBC
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mengungkapkan, saat ini Indonesia masih masuk dalam negara dengan beban tinggi kasus TBC dunia. Bahkan menjadi negara penyumbang nomor dua terbanyak, yakni 10 persen, di bawah India sebanyak 27 persen, serta di atas China dan Filipina yang masing-masing menyumbang 7,1 persen dan 7 persen.
“Hal tersebut bukan prestasi yang patut dibanggakan, namun harus dijadikan tantangan agar dapat terpacu, bersinergi, dan berkolaborasi membangun orkestrasi dalam upaya mengakhiri epidemi TBC di Indonesia,” ujar Plt Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK Budiono Subambang di Jakarta, Rabu (3/4/2024).
Sebab itu, kata dia, Wadah Kemitraan Penanggulangan Tuberkulosis (WKPTB) meluncurkan buku 'Pedoman Kemitraan Percepatan Penanggulangan Tuberkulosis (TBC)'. Budiono mengatakan, buku pedoman tersebut harus menjadi acuan semua pihak dalam rangka mengatasi dan mencegah penyebaran kasus TBC di Indonesia.
Budiono juga mengatakan, penyusunan buku tersebut merupakan suatu langkah strategis untuk mendorong pengembangan dan penguatan kemitraan di pusat dan daerah serta mengajak semua mitra WKPTB, kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah untuk menyosialisasikan pedoman ini secara luas.
“Dengan semakin banyak pihak yang terlibat dan berperan aktif, kita dapat mempercepat pencapaian target eliminasi TBC. Selain itu saya minta agar mitra WKPTB dan pemerintah daerah bekerja langsung pada target sasaran orang terduga dan terdampak TBC, agar upaya dan sumber daya yang disediakan dapat dirasakan manfaatnya,” kata Budiono.
Ketua Dewan Pembina Stop TB Partnership Indonesia Yaser Raimi Panigoro selaku Pengarah WKPTB dari unsur non pemerintah menyampaikan, dalam Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021 telah tercantum elemen yang perlu terlibat dalam penanganan penanggulangan TBC. Dengan adanya buku ini, lanjut Yaser, diharapkan akan menjadi langkah konkret sebagai pedoman para pihak terkait dalam melakukan aksi nyata di lapangan.
“Perpres Nomor 67 Tahun 2021 sudah mencantumkan ‘apa yang perlu dilakukan’ dan ‘siapa yang perlu terlibat’. Sekarang dengan adanya buku panduan kemitraan ini, kami berharap akan menjadi langkah selanjutnya untuk para pemangku kepentingan lebih memahami ‘bagaimana melakukannya’, yang kemudian bertranslasi menjadi lebih banyak aksi nyata di lapangan,” ujar Yaser.
Berdasarkan laporan yang disampaikan oleh Asisten Deputi Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Kemenko PMK Nancy Dian Anggraeni, buku pedoman tersebut ditulis dari hasil kerja sama antara mitra anggota WKPTB. Proses penyusunan pedoman itu turut dikawal secara langsung oleh kementerian/lembaga terkait, yakni Kemenko PMK, Kemenkes, Kemendagri, Kemendes PDTT, serta Setkab.
Sementara itu, dalam buku pedoman itu terdiri dari delapan panduan, meliputi Panduan Pembentukan Kemitraan Percepatan Penanggulangan Tuberkulosis, Panduan Mobilisasi Sumber Daya Kemitraan Percepatan Penanggulangan Tuberkulosis, Panduan Advokasi Penanggulangan TBC.
Ada pula Panduan Pemberdayaan Masyarakat, Panduan Edukasi Masyarakat, Panduan Mitigasi Dampak Psikososial Bagi Orang Terdampak TBC, Panduan Pemberdayaan Ekonomi Bagi Orang Terdampak TBC, dan Panduan Monitoring Evaluasi Kemitraan P2TB.
“Harapannya buku pedoman kemitraan percepatan penanggulangan TBC ini dapat menjadi acuan bagi seluruh mitra dan masyarakat yang ingin berkontribusi dalam mempercepat eliminasi TBC 2030,” ucap Nancy.