Beredar Kabar Prof Amien Rais Meninggal, Tasniem Fauzia Rais Tegaskan tidak Benar

Prof Amien Rais masih dalam kondisi sehat

Republika/Wihdan Hidayat
Ketua Majelis Syura Partai Ummat, Muhammad Amien Rais dikabarkan meninggal dunia.
Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Telah beredar kabar, mantan ketua umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Amien Rais meninggal dunia pada Sabtu (6/4/2024). Informasi ini pun beredar di lini masa sejumlah platform media sosial. 

Baca Juga


Kabar tersebut dibantah langsung oleh putri Prof Amien Rais, Tasniem Fauzia Rais. Tasniem, menegaskan berita tersebut adalah hoax. Dia menyatakan, ayahnya tersebut dalam kondisi baik-baik saja. “Alhamdulillah sehat mas,” kata dia kepada Republika.co.id, singkat, Sabtu. 

Sementara itu, Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), Buya Amirsyah Tambunan, menyampaikan bantahan serupa. Dia menyatakan Prof Amien Rais baik-baik saja dan kabar wafatnya tokoh Muhammadiyah tersebut tidak benar. “Tidak jelas yang buat hoax,” kata dia. 

Buya Amirsyah pun mengingatkan masyarakat agar tak mudah percaya dengan kabar burung yang bertebaran, tanpa klarifikasi terlebih dahulu. 

Dia mengingatkan pelaku penyebar hoax agar meninggalkan aksi buruknya. Karena hal itu bertentangan dengan prinsip Islam. Fatwa MUI No 24 Tahun 2017 tentang hukum bermualah di media sosial mengingatkan larangan pengguna media sosial untuk menyebarkan kabar bohong. 

Berintegritas dan kritis 

Dikutip dari dari Muhammadiyah.or.id, Prof Muhammad. Amien Rais, MA. yang lebih populer dikenal Amien Rais adalah sosok pemimpin terpercaya di republik ini. Lahir pada 26 April 1944 di Surakarta.

Orang tuanya berharap putra kedua dari enam bersaudara ini menjadi kyai dan melanjutkan pendidikan agama ke Mesir, sehingga pendidikan yang ditanamkan Syuhud Rais dan Sudalmiyah, ayah dan ibunya, sejak dini sudah mencerminkan nilai-nilai agama yang sangat menekankan tumbuhnya kepribadian disiplin, taat beribadah, banyak membaca dan berbudi pekerti.

Dari lingkungan sekitarnya, Amien Rais juga banyak belajar tentang realitas masyarakat dimana dirinya sangat dekat dengan kondisi keluarga miskin, kampung sederhana, dan bahkan memahami betul bentuk ruang tidur dan dapurnya yang alakadarnya.

Amien Rais menyelesaikan pendidikan dasarnya di Sekolah Dasar Muhammadiyah I Surakarta, sampai pendidikan SMP dan SMU juga selesai di sekolah Muhammadiyah.

Pendidikan tingkat sarjana Amien Rais selesaikan di Jurusan Hubungan Internasional fakultas FISIPOL Universitas Gadjah Mada pada 1968, bahkan tahun berikutnya juga menerima gelar Sarjana Muda dari Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 

Di masa-masa mahasiswa inilah Amien Rais terlibat aktif dan berperan di berbagai organisasi kemahasiswaan, seperti Ikatan Mahasiswa Muham­madiyah (Ketua Dewan Pimpinan Pusat IMM) dan Himpunan Mahasiswa Islam (Ketua Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam HMI Yogyakarta). Studinya dilanjutkan pada tingkat Master bidang Ilmu Politik di University of Notre Dame, Indiana, dan selesai tahun 1974.

Dari universitas yang sama juga memperoleh Certificate on East-European Studies. Sedangkan gelar Doktoralnya diperoleh dari University of Chicago, Amerika Serikat (1981) dengan mengambil spesialisasi di bidang politik Timur Tengah dan selesai tahun 1984.

Disertasinya yang cukup terkenal, berjudul: The Moslem Brotherhood in Egypt: its Rise, Demise, and resurgence (Organisasi Ikhwanul Muslimin di Mesir: Kelahiran, Keruntuhan dan Kebangkitannya kembali). Program Post-Doctoral Program di George Washington University pada 1986 dan di UCLA pada 1988 pernah pula diikutinya.

Saat mengenang Zainal Zakze Award yang di raihnya pada 1967, sebuah penghargaan jurnalisme bagi penulis mahasiswa krits, Amien Rais hanya berkomentar pendek ”Sejak itu, saya tidak pernah tidak kritis.” 

Sebagai ilmuwan dan akademisi sekaligus Guru Besar Ilmu Politik di Universitas Gadjah Mada, Amien Rais mengajar mata kuliah Teori Politik Internasional, Sejarah dan Diplomasi di Timur Tengah, Teori-teori Sosialisme, hingga memegang mata kuliah Teori Revolusi dan Teori Politik di Program Pascasarjana Ilmu Politik.

 

 

Selain itu, Amien Rais mengelola Pusat Pengkajian Strategi dan Kebijakan (PPSK), lembaga yang konsen dalam kegiatan pengkajian dan penelitian sebagai bentuk keprihatinan atas terbatasnya produk kebijakan menyangkut masalah-masalah strategis yang berorientasi pada penguatan pilar-pilar kehidupan masyarakat.

Perjalanan pendidikan Amien Rais memberinya tak sedikit pengalaman dan kemampuan kognitif-analitis, dimana kemampuan itu mengantarnya menjadi salah seorang intelektual terkemuka di negeri sendiri dan di berbagai negeri mancanegara.

Sepanjang rentang aktivitas sekembalinya ke Tanah Air setelah sekian lama malang-melintang menimba ilmu di negeri Paman Sam, tugas-tugas intelektualisme yang kemudian Amien Rais geluti --baik berupa transfor­masi keilmuan dengan mengajar di berbagai universitas maupun dengan melakukan kritik atas fenomena sosial yang sedang berlangsung-- meneguhkan sosoknya yang memiliki daya kepemimpinan di atas rata-rata dan dapat dipercaya.

Kritiknya yang sangat vokal bahkan mewarnai opini publik di Indonesia. Dan sebagai pakar politik Timur Tengah, Amien Rais juga seringkali melontarkan kritik yang sangat tajam terhadap kebijakan politik luar negeri Amerika, sebuah negeri tempatnya sendiri belajar tentang demokrasi dan hak asasi manusia.

 

Konsistensi Amien Rais dalam menolak sikap lembek bangsanya terhadap intervensi asing dan budaya koorporatokrasi yang menjagal hak-hak dasar hajat hidup bangsa Indonesia sendiri terekam jelas dalam buah pikirnya pada buku: Selamatkan Indoenesia; Agenda Mendesak Bangsa. Dalam komentarnya tentang buku itu, Amin Rais tak segan-segan mengakuinya sebagai Angry Book (buku yang marah).

“Saya mencoba menggugah anak anak-anak bangsa yang sudah dibrainwashing sejak jaman londo dahulu, dan sekarang masih melekat sebagai mental inlander. Tanpa melepaskan mental inlander (mental budak), kita tidak bisa bangkit. Sayangnya, pemimpin kita tidak mengikuti Sultan Agung Mataram tapi malah mengikuti Amangkurat I dan II yang menjual Pelabuhan Cirebon (pada bangsa asing) dan memanggil eyang pada Gubernur Jendral Belanda”. Tukasnya tanpa tedeng aling-aling dalan sebuah kesempatan diskusi Majelis Pemberdayaan Masyarakat PP Muhammadiyah (2008).


BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler