Ditakuti Hollywood, Seperti Apa Cara Kerja Sora dari OpenAI?
Sora merupakan perangkat yang mirip seperti aplikasi Adobe After Effects.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Teknologi generative AI tampaknya mulai merambah lebih dalam ke industri hiburan dengan kehadiran Sora dari OpenAI. Perangkat penghasil video ini mampu menciptakan video yang sangat realistis hanya dengan sebuah perintah teks yang terdiri dari dua kalimat.
Dalam beberapa hari terakhir, OpenAI telah merilis serangkaian video yang dibuat oleh para beta tester dengan menggunakan Sora. Selain berkesempatan untuk mencoba Sora, para beta tester ini juga memberikan sejumlah saran dan masukan kepada OpenAI untuk meningkatkan teknologi Sora.
Tiga orang beta tester yang berkesempatan untuk mencoba Sora adalah Walter Woodman, Sidney Leeder, dan patrick Cederberg dari perusahaan produksi Shy Kids. Mereka pernah berkolaborasi dalam beragam proyek dengan perusahaan-perusahaan besar seperti HBO hingga Netflix.
Dengan memanfaatkan Sora, ketiganya membuat sebuah film pendek surealis berjudul Air Head. Film ini berkisah mengenai seorang pria berkepala balon.
Woodman mengungkapkan bahwa Sora merupakan perangkat yang mirip seperti aplikasi yang biasa dia gunakan, yaitu Adobe After Effects dan Premiere. Menurut Woodman, Sora memungkinkan penggunanya untuk mencurahkan energi hingga talenta mereka untuk menghasilkan sebuah karya.
Meski begitu, Woodman tampak tidak setuju bila Sora atau teknologi serupa diklaim akan menggantikan semua aspek dalam industri perfilman. Meski Sora hadir dengan teknologi yang memudahkan, Woodman menyatakan bahwa ada banyak komponen dalam sebuah film yang tak bisa digantikan dengan teknologi.
Selain itu, Woodman juga menyanggah anggapan yang meyakini bahwa pengguna Sora tak perlu melakukan banyak hal untuk menghasilkan video. Woodman menyatakan bahwa pengguna tetap harus melakukan banyak usaha untuk bisa menghasilkan video yang berkualitas dengan memanfaatkan Sora.
Di sisi lain, Cederberg menilai kehadiran Sora sangat membantu untuk menghidupkan visi yang dia miliki dengan lebih cepat. Selain itu, Sora juga mampu membantu dirinya untuk mendemonstrasikan sebuah visi dengan lebih baik.
Dari segi teknis, Woodman menyatakan bahwa Sora dapat menghasilkan video berdasarkan perintah teks dengan durasi maksimal sekitar satu menit. Woodman menambahkan, Sora mampu menghasilkan sejumlah gambar yang menarik.
Namun seperti perangkat generatif AI lainnya, Cederberg menyatakan bahwa salah satu tantangan terbesar dalam penggunaan Sora adalah menghasilkan video-video yang konsisten sehingga bisa disatukan menjadi sebuah film. Cederberg berharap OpenAI bisa memberikan kendali atau kontrol lebih besar pada pengguna Sora.
Kendala ini pula yang mendorong Cederberg, Woodman, dan Leeder untuk menciptakan karakter pria berkepala balon di dalam film pendek mereka. Tanpa adanya visualisasi wajah, mereka bisa dengan lebih mudah menciptakan satu sosok karakter dengan tampilan yang konsisten di tiap video.
"(Trik ini lebih mudah) daripada menggunakan karakter yang wajahnya terus berubah (karena Sora tak bisa menghasilkan gambar wajah yang konsisten)," ujar Cederberg kepada The Hollywood Reporter, seperti dilansir pada Sabtu (6/4/2024).
Untuk membuat film pendek Air Head, trio Shy Kids pada mulanya menyusun ide dan merancang karakter. Berdasarkan ide yang sudah dikembangkan, mereka mulai menghasilkan video melalui Sora dengan menggunakan perintah teks.
Video yang mereka hasilkan....
Uniknya, video-video yang mereka hasilkan melalui Sora kerap memunculkan ide baru yang kemudian mengubah alur cerita mereka. Setelah mengumpulkan cukup banyak cuplikan video, mereka memulai proses animasi.
Pat menyatakan bahwa ada sekitar 50 persen video yang dihasilkan Sora yang membutuhkan treatment lebih lanjut. Selain itu, semua video yang dihasilkan melalui Sora juga memerlukan color grading dan penyesuaian lain agar terlihat konsisten antara satu sama lain.
Setelah seluruh video terangkai dengan baik menjadi sebuah film pendek, alngkah berikutnya yang mereka lakukan adalah mendesain suara. Selanjutnya, mereka melakukan suara untuk mengisi suara sang karakter utama hingga menambahkan musik yang telah mereka buat sendiri.
Woodman mengerti ketakutan banyak orang di industri perfilman dengan kehadiran Sora. Akan tetapi, Woodman menyangsikan hal tersebut. Alasannya, Sora memang dapat sangat membantu dalam situasi terentu. Namun tak jarang, Sora juga tidak begitu membantu dalam situasi lainnya.
Terlepas dari itu, Woodman menilai kehadiran teknologi seperti Sora bisa membantu mengembangkan industri perfilman di negara-negara yang mungkin masih tertinggal. Kehadiran teknologi ini bisa membantu para sineas di negara-negara tersebut untuk mewujudkan visi mereka ke dalam sebuah film dengan lebih mudah.
"(Teknologi ini) memiliki kemampuan untuk benar-benar mendemokratisasi industri perfilman," tambah Leeder.