TikTok: Populer di Kalangan Politisi, Dicurigai Sebagai Spionase
ByteDance menolak tuduhan TikTok digunakan untuk aktivitas mata-mata.
REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN – Saat Simon Harris (37) menunggu pelantikan menjadi perdana menteri Irlandia pada Maret, ia mencari platform untuk mengekspresikan dirinya. Apa itu? ia memilih TikTok. Ia membuat video ‘THANK YOU’ dengan tulisan berwarna kuning.
Laki-laki yang menjadi Taoiseach atau pemimpin Irlandia termuda itu mengatakan kepada 95 ribu followernya, dirinya tumbuh dari remaja yang berpendirian keras dan mudah marah. Ia pun membantu saudara laki-lakinya yang autis.
Harris yang terkadang dijuluki "TikTok Taoiseach" salah satu di antara politisi Eropa yang memanfaatkan media sosial asal Cina itu. Ia perlu menjangkau para pemilih muda menggunakan TikTok, mengalahkan pertimbangan soal kekhawatiran faktor keamanan data.
Kian mendekatnya pemilu Eropa pada Juni, para politisi arus utama di Eropa mewaspadai partai-partai yang berhasil menggunakan TikTok, yang populer menggunakan format video pendek. Namun bukan tanpa masalah. Di Barat, TikTok kini semakin diwaspadai.
Mereka khawatir data pengguna media sosial milik perusahaan berbasis di Beijing, ByteDance ini berakhir di tangan Pemerintah Cina. Lembaa-lembaga keamanan Jerman, misalnya mengingatkan data pengguna bisa diserahkan ke Cina atau digunakan untuk memengaruhi penguna.
TikTok menyatakan peringatan soal keamanan dari sejumlah negara ini tak berdasar. Mereka menegaskan pihaknya mengumpulkan informasi tak lebih banyak diibandingkan aplikasi lainnya. TikTok berusaha meyakinkan data pengguna di Eropa aman.
Maka tahun lalu mereka memilih sebuah tempat untuk menyimpan data pengguna Eropa di Dublin, Irlandia. Mereka juga menyewa perusahaan keamanan pihak ketiga untuk memantau lalu lintas data di TikTok.
ByteDance menolak tuduhan bahwa TikTok digunakan untuk aktivitas mata-mata. Pemerintah Cina pun menegaskan hal serupa.
Harris menggunakan TikTok pada Maret 2021, membuat video berdurasi sekitar 60 detik dengan dilatari musik yang memperlihatkan dia meneguk secangkir teh saat menonton pertandingan sepak bola. Presiden Prancis Emmanuel Macron lebih awal lagi yakni 2020.
Macron kini mempunyai empat juta follower. Memanfaatkan TikTok untuk kepentingan politik menjadi tren baru di Jerman. Menkes Karl Lauterbach menjadi menteri pertama Jerman yang membuat akun TikTok pada Maret lalu. ‘’Revolusi di TikTok mulai hari ini,’’ ujarnya.
Kanselir Olaf Scholz pada Februari juga menyarankan pejabat pemerintahannya membuat akun TikTok. Sebelumnya para menteri kabinet menggunakan akun media sosial lainnya. Misalnya, Scholz, menkeu, menteri ekonomi, dan menlu, Lauterbach punya Instagram.
Tujuannya, tentu politis. Mereka ingin menjangkau pemilih muda di Jerman agar mau memberikan suara pada pemilu Juni nanti. Lauterbach mengaku TikTok efektif tetapi ia juga wasapada. Untuk mencegah kebocoran data, ia punya telepon lain untuk TikTok-nya.
Tim Macron pun mengakui kegunaan TikTok dan perlunya regulasi atas media sosial ini merupakan isu lain.’’Kami tak bisa mengabaikan, mayoritas warga tidak menonton berita televisi atau membaca berita,’’ ungkap seorang penasihat Macron, Senin (8/4/2024).
Soal keamanan data.....
Dengan pertimbangan soal keamanan data, tahun lalu Inggris dan Australia melarang TikTok digunakan pada telepon yang digunakan untuk bekerja oleh pegawai pemerintah. Namun, Menhan Inggris Grant Shapps mengabaikannya.
Ketika pelarangan diumumkan, ia merespons dengan menayangkan di akun TikToknya potongan film tahun 2012, "Wolf of Wall Street" saat karakter yang diperankan Leonardo DiCaprio yakni Jordan Belfort menyatakan,"I'm not fucking leaving".
Shapps menyatakan tak pernah menggunakan TikTok pada perangkat pemerintah yang ia gunakan. TikTok memang tak bisa diabaikan begitu saja. Laporan Reuters Institute for the Study of Journalism tahun lalu menyatakan kini sedikit orang percaya pada media tradisional.
Gantinya, mereka beralih ke TikTok untuk mendapatkan berita-berita terkini. Laporan ini menyebut pula, TikTok merupakan media sosial dengan perkembangan tercepat, digunakan oleh 20 persen responden berumur 18-24 tahun untuk mengakses berita.
TikTok di AS juga marak meski mereka melakukan pelarangan di sejumlah negara bagian termasuk di tingkat federal dengan lolosnya RUU yang masih menunggu persetujuan dari Senat. Gubernur, lembaga negara baik bahkan Presiden Joe Biden punya TikTok.
Mereka menggunakannya untuk menyampaikan pandangan dan tingkat keterpilihan pada pemilu mendatang. Targetnya sama dengan para politisi Eropa yaitu pemilih muda atau mereka yang menggunakan media sosial ini juga.
Sebut saja Gubernur Pennsylvania dari Partai Demokrat, Josh Shapiro. Ia membuat akun pribadi. Ia dianggap rising star di partainya yang membangun citra pribadinya dan berpotensi menuju Gedung Putih pada 2028 menggunakan TikTok.
‘’Tak begitu mengejutkan politisi begitu banyak memanfaatkan TikTok,’’ ujar Anupam Chander, visiting scholar pada Institute for Rebooting Social Media, Harvard University. ‘’Aplikasi ini bisa sangat personal,’’ katanya menambahkan.
Orang melalui TikTok bisa berbagi video saat berjalan menuju Senat, bergembira saat meraih suara yang dibutuhkan atau bersedih saat gagal meraih suara mencukupi. ‘’Ini cara untuk mencapai orang dengan cara yang sangat personal,’’ ujarnya.