Buntut Gugatan ke ICJ, Meksiko Desak Ekuador Dikeluarkan Sementara Dari PBB

Meksiko berharap dapat menguji sistem peradilan internasional.

EPA-EFE/Jose Jacome
Para pegawai Kedubes Meksiko di kota Quito, Ekuador bergegas kembali ke negaranya menyusul serbuan polisi Ekuador, Senin(8/4/2024).
Rep: Lintar Satria Red: Setyanavidita livicansera

REPUBLIKA.CO.ID, MEXICO CITY -- Menteri Luar Negeri Meksiko Alicia Barcena mengatakan Ekuador harus dikeluarkan sementara dari PBB sampai negara Amerika Selatan itu mengeluarkan permintaan maaf terbuka atas penyerbuan ke Kedutaan Besar Meksiko di Quito. Permintaan itu bagian dari kasus yang diajukan Meksiko ke Mahkamah Internasional (ICJ) Kamis (11/4/2024).

Baca Juga


Pada Jumat (5/4/2024) lalu, polisi Ekuador masuk ke dalam kedutaan dan menangkap mantan Wakil Presiden Jorge Glas yang meminta dan mendapatkan suaka politik di Meksiko. Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador mengkritik penangkapan tersebut sebagai "otoritarianisme" dan memicu Meksiko memutus hubungan diplomatik dengan Ekuador.

Barcena mengatakan, Meksiko berharap dapat menguji sistem peradilan internasional, sehingga peristiwa di Quito tidak terjadi lagi di masa depan. Penyerbuan polisi Ekuador ke kedutaan Meksiko bukanlah satu-satunya serangan terhadap misi diplomatik dalam beberapa hari terakhir.

Pada 1 April 2024, konsulat Iran di ibukota Suriah, Damaskus, hancur dalam serangan rudal yang diyakini dilakukan Israel. Serangan itu menewaskan beberapa penasihat militer Garda Revolusi Iran (IRGC) yang berada di konsulat saat serangan terjadi.

Insiden-insiden ini memicu gelombang kecaman yang melampaui sekutu tradisional Meksiko dan Iran. Jadi mengapa serangan terhadap misi diplomatik menjadi masalah besar, dan bagaimana Meksiko dan Iran bereaksi?

Setelah serangan terhadap kedutaan besar di Quito, dalam unggahan di media sosial X, Lopez Obrador mengatakan insiden tersebut merupakan "tindakan otoriter" dan "pelanggaran terang-teranan terhadap hukum internasional dan kedaulatan Meksiko".

Barcena mengatakan personel diplomatik Meksiko akan segera meninggalkan Ekuador. Pada hari Senin, Meksiko mengatakan mereka berencana untuk membawa kasus ini ke ICJ.

Sementara itu, Iran berjanji membalas serangan ke di Damaskus dan sedang mempertimbangkan pilihan-pilihannya. Dalam pernyataannya juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kanani mengatakan Iran berhak bereaksi dan akan memutuskan jenis respon dan hukuman bagi penyerang.

Duta besar Iran untuk Suriah Hossein Akbari mengatakan respon Teheran akan "menentukan." Iran dapat memilih menyerang langsung Israel seperti serangan drone yang tidak diklaim hingga menyerang fasilitas diplomatik Israel. Setelah insiden Damaskus, Israel menutup sementara 28 kedutaan besarnya di seluruh dunia sebagai tindakan pencegahan.

Konvensi Wina tentang Hubungan Konsuler adalah perjanjian internasional yang ditandatangani pada 1963, yang mengatur hubungan konsuler antara negara-negara berdaulat. Konvensi ini ditandatangani setelah Konferensi PBB tentang Hubungan Konsuler.

Konvensi Wina menetapkan, kedutaan besar tidak dapat diganggu gugat dan lembaga penegak hukum setempat dari negara tuan rumah tidak diizinkan memasuki tempat tersebut. Mereka hanya dapat masuk dengan izin dari kepala misi.

Di bawah hukum internasional, kedutaan besar suatu negara dianggap sebagai wilayah kedaulatan mereka bukan wilayah negara yang menaunginya. Para diplomat juga memiliki kekebalan diplomatik atau konsuler, yang berarti mereka dapat dibebaskan dari beberapa hukum negara tuan rumah dan dilindungi dari penangkapan atau penahanan.

Namun, mereka dapat dinyatakan sebagai persona non grata oleh negara tuan rumah, yang berarti negara tuan rumah diizinkan untuk mengirim anggota staf konsuler asing kembali ke negara asal.

Pada dasarnya, berdasarkan hukum internasional pengeboman kantor konsulat Iran di Damaskus setara dengan serangan di wilayah Iran. Tindakan polisi Ekuador di Quito, sama seperti polisi Ekuador masuk ke Meksiko untuk menangkap seseorang tanpa persetujuan Pemerintah Meksiko.

Keputusan Meksiko untuk menawarkan perlindungan kepada Glas mengikuti tradisi yang sudah berlangsung berabad-abad. Ketika banyak kedutaan besar melindungi para pembangkang atau pencari suaka politik yang takut akan penangkapan, kekerasan, atau bahkan kematian di negara mereka sendiri.

Berikut sejumlah contoh tokoh-tokoh yang mendapatkan suaka di kedutaan beberapa dekade terakhir. Pada akhir Maret lalu kantor Presiden Argentina Javier Milei mengumumkan anggota koalisi oposisi Venezuela mencari perlindungan di kedutaan besar Argentina di Caracas.

Pendiri WikiLeaks, Julian Assange, yang lahir di Australia, mendapatkan suaka di kedutaan Ekuador di London antara 2012 dan 2019 di tengah-tengah pertarungan hukum dengan pihak berwenang Inggris dan Amerika Serikat.

Ia memasuki kedutaan setelah pengadilan London memerintahkan Assange untuk diekstradisi ke Swedia atas tuduhan pemerkosaan dan bandingnya ditolak. Ekuador mencabut suakanya pada 2019.

Mantan Presiden Maladewa, Mohamed Nasheed, juga mencari perlindungan di Komisi Tinggi India di Male saat nyawanya terancam setelah pengadilan mengeluarkan surat perintah penangkapan. Ia akhirnya pergi setelah India menengahi kesepakatan untuk kebebasannya. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler