Tuntut Batalkan Kontrak Proyek Nimbus dengan Israel, Pegawai Google Ditangkap
Google mengikat kontrak dengan Israel untuk Proyek Nimbus.
REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Pegawai Google melakukan aksi duduk di dua kantor perusahaan raksasa teknologi itu di California dan New York, Amerika Serikat pada Selasa (16/4/2024). Mereka unjuk rasa untuk memprotes hubungan Google dengan Israel.
Aksi protes itu dipimpin oleh kelompok yang disebut "No Tech For Apartheid". Mereka menuntut Google dan Amazon "membatalkan kontrak proyek Nimbus dengan pemerintah dan militer Israel".
Di Sunnyvale, California, para pengunjuk rasa bertekad untuk tetap tinggal sampai Google mengakhiri kontrak senilai 1,2 miliar dolar AS (sekitar Rp19,5 triliun) dengan Amazon, yang akan menyediakan layanan komputasi awan (cloud) dan pusat data ke Israel untuk proyek Nimbus. Aksi protes itu disiarkan langsung di saluran layanan streaming video Twitch.
Setelah sekitar 10 jam aksi protes berlangsung, polisi menangkap sejumlah kelompok karyawan di New York dan California, menurut laporan kelompok No Tech For Apartheid melalui media sosial X. Aksi protes tersebut juga berbarengan dengan serangan berkelanjutan Israel di Jalur Gaza, yang sejak 7 Oktober lalu telah merenggut 34 ribu jiwa.
Proyek Nimbus
Nimbus mencakup sistem pembelajaran mesin dan komputasi awan yang memungkinkan penyimpanan, pengumpulan, analisis data, serta identifikasi motif dan fitur dari data serta prediksi potensi data dan motif. Kontrak senilai 1,2 miliar dolar AS untuk proyek ini ditandatangani pada April 2021 antara Israel, Google, dan Amazon.
Israel mengumumkan pada April 2021 bahwa Google dan Amazon memenangkan tender besar dari Israel. Kerja sama itu memungkinkan Israel untuk membangun pusat server penyimpanan cloud lokalnya.
Sistem ini dapat mengumpulkan semua sumber data yang disediakan oleh Israel dan militernya, termasuk basis data, sumber daya, dan bahkan sumber observasi data langsung, seperti kamera jalanan dan drone. Para kritikus berpendapat bahwa proyek Nimbus dapat membantu Israel melanjutkan sistem penindasan, dominasi, dan segregasi terhadap rakyat Palestina yang mirip apartheid.