Benarkah Semua Agama Sama? Begini Penjelasan Buya Hamka dan M Natsir
Setiap agama mempunyai perbedaannya masing-masing
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Benarkah semua agama sama? Jelas tidak, Bagi kaum Muslim, ideologi 'penyamaan semua agama' adalah ideologi yang jelas-jelas membetot keimanan seorang Muslim.
Dalam tafsir Al Azhar (Juz VI, hal. 323), Hamka menyamakan pandangan penyamaan agama ini termasuk kelompok Shabiin, seperti disebutkan dalam QS 5:69. Pandangan Anand dalam soal agama sama dengan pandangan kelompok Theosofi yang dikembangkan Annie Besant dan Madame Balavatsky di India, awal abad ke-20. Theosofi adalah gerakan yang hendak mempersatukan atau mencari titik temu segala agama yang ada.
Dalam tafsirnya itu, Hamka mencatat: ''Mulanya kelompok ini tidak bermaksud hendak membuat agama baru, melainkan hendak mempertemukan intisari segala agama, memperdalam rasa kerohanian, tetapi akhirnya mereka tinggalkanlah segala agama yang pernah mereka peluk dan tekun dalam Theosofi.''
Upaya 'mempertemukan intisari segala agama' itu pernah juga dilakukan oleh Sultan Mongol Jalaluddin Muhammad Akbar, dengan membangun agama baru bernama Din Ilahy (Agama Tuhan). Sultan memerintahkan menyalin Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Persia.
Istananya di Agra dipasangi 'Api Suci Iran'. Ia pun memerintahkan menghormati sapi dan melarang memakan dagingnya, seperti laiknya ajaran Hindu. Namun, Sultan juga bertekun di dalam ibadah di bulan puasa.
Dalam tulisannya di Majalah Panji Islam (April-Juni 1940) yang berjudul 'Dokter Agama', Mohammad Natsir membuat perumpamaan, 'resep' yang diberikan oleh kaum Theosofi itu sebagai 'obat sintese', yakni obat campur aduk yang berpendapat bahwa semua agama adalah sama-sama baik.
Obat ini antara lain dianjurkan oleh Inayat Khan Cs. ''Akhir kesudahannya menghasilkan satu agama gado-gado, Budha tanggung, Islam tidak, Kristen tak tentu. Walaupun bagaimana, hasil dari perawatan dokter yang macam ini, bukanlah agama Islam yang dibawa oleh Muhammad SAW,'' tulis Natsir.
Jika semua agama sama dan menuju kepada Tuhan yang sama, lalu buat apa seseorang memeluk Islam? Buat apa bersyahadat? Buat apa ia shalat 17 rakaat? Buat apa ia berzakat? Dan terakhir, jika ia meninggal, buat apa ia dishalatkan dan dikubur secara Islam? Bukankah sama saja jika mayatnya diletakkan di atas pohon? Toh, ia sudah menuju Tuhan!
Ditinjau dari berbagai aspek, masing-masing agama jelas tidak sama. Apakah Tuhannya orang-orang Yahudi, Nasrani, Islam, Budha, Hindu, Gatholoco, Darmogandhul, Bahai, Konghuchu, dan sebagainya, itu sama?
Secara sekilas, dapat diketahui, bahwa masing-masing agama memiliki konsep ketuhanan yang sangat berbeda. Orang Kristen mengenal konsep Trinitas. Tuhannya orang Kristen mempunyai anak. Dalam Matius 3:17 disebutkan, ''Maka suatu suara dari langit mengatakan, 'Inilah anakku yang kukasihi. Kepadanya Aku berkenan'.''
Sedangkan orang Islam meyakini Isa As adalah seorang Rasul, bukan Tuhan. Alquran mengatakan: ''Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: sesungguhnya Allah ialah Al Masih Putra Maryam.'' (QS 5:72). ''Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan 'bahwasanya Allah adalah salah satu dari yang tiga'.'' (QS 5:73)
Belum lagi perbedaan konsepsi teologis dengan agama samawi dengan agama non-samawi, seperti agama Hindu. Semenjak abad ke-3 SM sampai sekarang, orang Hindu percaya kepada Tiga Dewa (Brahma, Wisnu, Siwa). Brahma yang mencipta alam ini. Wisnu yang memelihara, dan Siwa yang merusak.
Dalam konsepsi teologis Islam, disebutkan, karena sudah terjadi 'pemusyrikan' terhadap 'Tuhan yang Esa' itulah, maka Muhammad SAW diutus sebagai Nabi akhir zaman, untuk seluruh manusia, dengan membawa konsep Tauhid. Orang yang mengikuti Muhammad akan selamat.