Hadiri Beijing Film Festival, Arief Rosyid: Regenerasi Jadi Kunci Keberlanjutan

Perjalanan Arief ke Beijing dalam rangka bertukar ilmu antara sineas film.

istimewa
Eksekutif Produser Film LAFRAN M Arief Rosyid Hasan menghadiri 14th Beijing International Film Festival (BJIFF), sebuah festival tahunan yang mengumpulkan para sineas dari berbagai negara di dunia.
Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Eksekutif Produser Film LAFRAN M Arief Rosyid Hasan menghadiri 14th Beijing International Film Festival (BJIFF), sebuah festival tahunan yang mengumpulkan para sineas dari berbagai negara di dunia. Mengusung tema “Englightened by Films, United as One”, tahun ini, BJIFF berlangsung dari 18-26 April 2024 di Beijing, China. 

Baca Juga


Perjalanan Arief ke Beijing ini merupakan bagian dari upaya untuk memperluas jaringan dan bertukar ilmu dengan para sineas dunia guna mendorong film karya anak bangsa di kancah internasional.

“Alhamdulillah, tahun ini saya dapat turut menghadiri rangkaian 14th Beijing International Film Festival di Negeri Tirai Bambu bersama senior-senior insan perfilman Tanah Air. Suatu kesempatan yang luar biasa baik untuk belajar dari para ekspert di dunia perfilman dari segala penjuru dunia,” ucap Arief dalam siaran pers yang diterima Ahad (20/4/2024).

Pada 2030, Indonesia akan menikmati puncak bonus demografi. Di masa itu, jumlah penduduk berusia produktif akan lebih banyak dibandingkan penduduk non produktif. Hal ini berarti, Indonesia akan didominasi oleh generasi muda. 

"Menuntut ilmu sampai ke negeri China, begitu ya,” ujar tokoh aktivis asal Sulawesi Selatan ini.

Arief juga menyampaikan bahwa ini merupakan suatu ikhtiar untuk generasi muda Indonesia naik kelas. Menuju Indonesia Emas 2045, peran orang muda dalam agenda-agenda pembangunan menjadi semakin krusial, termasuk pembangunan industri kreatif dan perfilman. 

"Dalam berbagai kesempatan, saya selalu menyampaikan bahwa orang muda harus berani berada di arena, harus maju sebagai pemimpin, bukan berada di pinggiran,” lanjutnya.

Ia mengatakan, regenerasi menjadi salah satu kunci untuk keberlanjutan di bidang apapun, termasuk industri perfilman. Insan-insan perfilman yang hari ini semakin banyak diisi orang muda sehingga mereka menjadi penerus yang akan mendorong film Indonesia di kancah internasional. 

:Pemerintah perlu lebih berpihak pada ekosistem perfilman agar mampu membuka semakin banyak lapangan kerja bagi orang muda dan mendorong secara maksimal potensi ekonomi kreatif untuk Indonesia Maju,” ucap Arief.

Pada kesempatan ini, Ketua Bidang Bisnis dan Pembiayaan Badan Perfilman Indonesia Celerina Judisari menyampaikan, Indonesia perlu rajin untuk mengunjungi Festival Film International seperti Beijing International Film Festival ke-14 ini, terus menjalin hubungan, dan memberikan update ke masyarakat dunia bahwa perkembangan film di Indonesia.”

Lebih lanjut, Celerina yang akrab disapa Ayie, juga menyampaikan bahwa Indonesia ke depan pun mampu membuat forum seperti ini agar kemajuan film di Indonesia lebih dikenal lagi oleh dunia dan ekosistem perfilman semakin maju. 

Adapun Beijing International Film Festival (BJIFF) pertama kali diselenggarakan pada tahun 2011. Tahun ini, BJIFF dipimpin oleh China Film Administration dalam kerja sama dengan berbagai badan pemerintahan tingkat nasional dan daerah, juga dengan pihak privat. 

Film LAFRAN adalah film biopik tentang pendiri organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pahlawan Nasional, Lafran Pane yang diperankan oleh Dimas Anggara. Film ini diawali sejak Lafran kecil (Nabil Lungguna), yang cerdas namun kurang disiplin. Lafran tumbuh menjadi pemberontak dan pindah ke pelbagai sekolah, bahkan sempat menjadi petinju jalanan. Sementara abangnya, pujangga Sanusi Pane (Aryo Wahab), dan Armijn Pane (Alfie Afandi), mendorong Lafran agar energinya disalurkan dalam bentuk karya.

Saat pendudukan Jepang, Lafran sempat ditahan karena membela para peternak sapi. Ia kemudian dibebaskan setelah ayahnya menebus dengan menyerahkan bus Sibual-buali kepada tentara Jepang. 

Semasa kuliah di Yogyakarta, Lafran gelisah melihat kaum muslim terpelajar yang terlalu larut dalam pemikiran sekular, dan melupakan ibadah. Ia pun mendirikan HMI sebagai wadah untuk berjuang dalam bingkai keislaman dan keindonesiaan serta nonpolitik. Didukung oleh kekasihnya, Dewi (Lala Karmela), ia pun merelakan HMI dipimpin mahasiswa yang bukan dari Sekolah Tinggi Islam (STI), sebelum kemudian meminta MS Mintaredja (Firandika) dari UGM untuk memimpin HMI.

Selama 76 tahun, HMI telah menjadi penjaga dua nilai agung, yaitu nilai keumatan dan kebangsaan. Ini membuka jalan bagi terwujudnya Islam yang rahmatan lil 'alamin, sebuah Islam yang ramah, toleran, dan menghargai persatuan serta perdamaian.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler