BKSAP DPR Kecam Veto AS Terhadap Palestina
Veto ini menunjukkan sikap standar ganda dan antiperdamaian AS.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR, Fadli Zon, mengecam keras Amerika Serikat yang memveto draf resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) terkait upaya Palestina untuk menjadi anggota penuh. Padahal, langkah tersebut sudah didukung 12 dari total 15 negara anggota DK PBB.
"Sangat disayangkan veto AS atas draf resolusi tersebut. Veto ini menunjukkan sikap standar ganda dan antiperdamaian. Semakin penting adanya reformasi institusi tatanan dunia. Jadi pasti ada konsekuensi dari tindakan AS itu," ujar Fadlil lewat keterangannya, Ahad (21/4/2024).
Konsekuensi dari langkah Amerika Serikat itu akan menghadirkan tuntutan lebih keras urgensi dan kedaruratan melakukan reformasi DK PBB supaya lebih demokratis, adil, representatif, dan efektif. Terutama dalam menunaikan fungsinya menjaga keamanan dan kedamaian internasional seperti tertuang di dalam Piagam PBB Pasal 24.
"Mekanisme veto terbukti seringkali menghambat penegakkan keamanan dan perdamaian internasional di berbagai konflik di dunia, terutama ketika konflik tersebut beririsan langsung dengan kepentingan negara-negara pemegang hak veto. Mekanisme veto secara faktual telah benar-benar menyandera penegakkan keamanan dan perdamaian dunia," ujar Fadli.
Konsekuensi lainnya, veto Amerika Serikat semakin menegaskan dukungan mereka kepada Israel. Termasuk saat Israel melakukan genosida terhadap rakyat Palestina.
Terkait sikap berat sebelah Amerika Serikat itu, ia menyerukan masyarakat global untuk terus menekan negara adidaya itu. Supaya mereka bersikap netral dan lebih obyektif dalam menyikapi masalah konflik Palestina-Israel.
"Pengakuan eksistensi Palestina sebagai sebuah negara hampir menjadi konsensus dunia. Bahkan beberapa negara Anggota Tetap DK PBB yang seringkali memihak Israel seperti Inggris dan Perancis sudah mulai melunak dan menyadari pentingnya pengakuan negara Palestina," ujar anggota Komisi I DPR itu.