Rasulullah SAW Hingga Nabi Sulaiman Pernah Ditegur tak Ucapkan Insya Allah
Kalimat insya Allah sangatlah penting menurut akidah Islam
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Dalam Islam, penggunaan kalimat insya Allah berarti 'jika Allah berkehendak'. Kalimat tersebut akan diucapkan saat seseorang mencoba untuk memenuhi tujuannya, tetapi ia menyadari semua upayanya ditentukan Allah SWT Sang Pemilik kehendak.
Islam mengajarkan bahwa kalimat insya Allah merupakan frasa yang agung. Kalimat ini berasal dari kata in ('jika'), sya'a ('menghendak'), dan Allah SWT.
Ungkapan ini diucapkan seorang Muslim untuk menyatakan kesanggupannya dalam melakukan suatu pekerjaan atau memenuhi janji dengan menyandarkan pada kehendak Allah SWT.
Dalam Alquran tertulis jika Allah SWT mengajarkan kepada Nabi dan Rasul untuk mengucapkan insya Allah terhadap apa yang hendak dikerjakan.
وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَٰلِكَ غَدًا إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ ۚ وَاذْكُرْ رَبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَىٰ أَنْ يَهْدِيَنِ رَبِّي لِأَقْرَبَ مِنْ هَٰذَا رَشَدًا
“Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu, 'Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi,' kecuali (dengan menyebut) 'insya Allah'. Dan, ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa, dan katakanlah, 'Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini'. (QS al-Kahfi: 23-24).
Dalam menjelaskan ayat ini, Imam Ibnu Katsir menjelaskan, itulah petunjuk dari Allah SWT kepada Rasul-Nya tentang etika bila hendak mengerjakan sesuatu pada masa mendatang.
Hendaknya, dia mengembalikannya kepada kehendak Allah SWT. Dia Yang Mengetahui hal gaib, apa yang telah terjadi dan akan terjadi, serta apa yang tidak akan terjadi. Dialah Sang Mahamengetahui apa akibatnya seandainya akan terjadi.
Keutamaan mengucap insya Allah sering dikisahkan dalam Alquran dan hadits. Nabi dan Rasul pun pernah mendapat teguran manakala lupa mengucapkannya. Diriwayatkan dalam Alquran, Rasulullah SAW didatangi oleh beberapa penduduk Makkah yang hendak bertanya tentang perkara ruh, kisah Ashabul Kahfi, dan kisah Zulkarnain.
Tanpa mengucap insya Allah, Rasulullah SAW meminta mereka untuk datang besok pagi untuk diceritakan perihal apa yang mereka tanyakan. Ternyata, Malaikat Jibril tak mendatangi Nabi untuk membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Rasulullah SAW pun gagal menjawab hal-hal yang ditanyakan. Jibril bahkan tidak muncul selama 14 hari. Orang-orang Quraisy kegirangan karena merasa bisa membuktikan jika Rasulullah SAW telah berbohong sebab tak mampu menjawab pertanyaan. Lantas, datang Jibril membawa te-guran dari Allah SWT lewat QS al-Kahfi ayat 23-24.
Nabi Sulaiman bin Daud AS juga ternyata pernah mengalami kisah serupa. Dalam kitab Shahihain yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA dikisahkan jika Nabi Sulaiman pernah mengungkapkan akan menggilir ketujuh puluh istrinya pada satu malam—menurut riwayat lain sembi lan puluh, lainnya menyebut seratus.
Tujuannya, setiap istri akan melahirkan seorang anak lelaki yang kelak akan berperang di jalan Allah. Dalam satu riwayat, malaikat berkata kepada Sulaiman, Katakanlah, 'Insya Allah.' Namun, Sulaiman tidak menuruti nya.
Sulaiman menggilir mereka. Ternyata, tidak ada satu pun dari mereka mengandung kecuali seorang istri yang melahirkan setengah manusia.
Setelah menceritakan kisah itu, Rasulullah SAW bersabda, "Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya. Seandainya dia mengucap kan insya Allah (jika Allah menghendaki), dia tidak akan melanggar sumpahnya dan akan meraih apa yang diinginkannya."
Menurut at-Tabari, orang yang mengucapkan insya Allah bila hendak melakukan sesuatu menunjukkan bah wa ia mengaitkannya dengan kehendak Allah. Ungkapan ini pun menunjukkan cerminan keyakinan seseorang bahwa tak ada sesuatu yang dapat terwujud atau terjadi kecuali atas kehendak Allah SWT.
Insya Allah menjadi bentuk cerminan tekad untuk menyatakan kesanggupan melakukan perbuatan. Dia akan berdisiplin atau berusaha se maksimal mungkin untuk dapat melakukannya. Contoh nyata bisa dilihat dari Nabi Ismail AS kepada ayahnya, Nabi Ibrahim AS. Dialog mereka terekam dalam QS as-Shaffat ayat 102 yang artinya:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".
بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar."
Ismail benar-benar melaksanakan apa yang dijanjikannya dan taat terhadap apa yang dituntut darinya. Namun, setelah nyata kesabaran dan ketaatannya, Allah SWT melarang menyembelih Ismail dan menggantikannya dengan seekor binatang sembelihan.