Kejati Jakarta Tetapkan Satu Pihak Swasta Tersangka Korupsi Dana Pensiun Bukit Asam
DB merupakan tersangka swasta keempat dalam kasus ini.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Penyidikan korupsi oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta terkait pengelolaan dana pensiun Badan Usaha Milik Negera (BUMN) PT Bukit Asam kembali menetapkan satu orang sebagai tersangka. Pada Rabu (24/4/2024) Kejati Jakarta menetapkan Komisaris PT Strategic Management Service (SMS) inisial DB sebagai tersangka ke-6 dalam pengusutan korupsi yang merugikan negara Rp 234,4 miliar sepanjang periode 2013-2018.
DB merupakan tersangka swasta yang keempat dalam kasus ini. Sebelumnya Kejati Jakarta juga mengumumkan AC selaku pemikik PT Millenium Capital Management (MCM), dan broker saham-reksadana inisial SAA bersama RH selaku konsultan keuangan PT Rabu Prabu Energy (RPE) sebagai tersangka awalan. Adapun dua penyelenggara negara inisial ZH dan MS selaku direktur utama pengelolaan dana pensiuan, dan direktur investasi PT Bukit Asam juga sudah dijebloskan ke sel tahanan.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasie Penkum) Kejati DKI Jakarta Syahron Hasibuan mengatakan, semua tersangka saat ini sudah mendekam di sel tahanan terpisah untuk proses penyidikan lebih lanjut. Adapun peran para tersangka dalam kasus ini kata Syahron saling berkaitan.
Tersangka DB, kata Syahron selaku Komisaris PT SMS adalah pihak yang bersama-sama dengan tersangka ZH selaku Dirut Pengelolaan Dana Pensiun Bukit Asam, dan tersangka MS selaku Direktur Investasi Dana Pensiun Bukit Asam, melalui tersangka SAA selaku broker menyepakati transaksi saham bermasalah LCGP.
“Transaksi saham LCGC tersebut dilakukan di pasar negosiasi dengan sistem repo yang dilakukan tanpa adanya memorandum analisis investasi sebagaimana yang disyaratkan dalam pedoman operasional investasi dana pensiun Bukit Asam. Sehingga dana pensiun Bukit Asam mengalami kerugian negara,” kata Syahron dalam siaran pers, pada Kamis (25/4/2024).
Sistem repo, adalah mekanisme transaksi saham dengan cara melakukan kontrak perjanjian jual atau beli pada waktu dan harga yang sudah sepakati bersama. Selain bermasalah dalam pembelian saham LCGC tersebut, dalam kasus ini para tersangka dari jajaran direksi Bukit Asam juga dikatakan melakukan transaksi pembelian reksadana Millenium Equity Growth Fund, dan Millenium Dynamic Equity Fund.
Namun dalam penempatan dana pensiun Bukit Asam pada dua instrumen reksadana itu, tak didasari dengan pedoman operasional investasi dana pensiun Bukit Asam. “Di mana untuk investasi reksadana dilakukan kesepakatan dengan tersangka AC selaku owner dari PT MCM. Kemudian dalam penempatan dana di saham LCGP dilakukan dengan kesepakatan dengan tersangka SAA selaku broker. Dan penempatan dana pensiun pada saham ARTI dilakukan kesepakatan dengan tersangka RH selaku konsultan PT RPE,” ujar Syahron.
“Dan penempatan saham dan reksadana tersebut, dilakukan pada saat performa reksadana Millenium Equity Growth Fund, dan Millenium Dynamic Equity Fund, saham LCGP, dan saham ARTI tidak masuk dalam LQ-45 (saham-saham berkualitas),” ujar Syahron.
Meskipun saham-saham dan reksadana itu tidak masuk dalam LQ-45, tersangka AC, tersangka SAA, tersangka RH memberikan janji, dan penawaran dengan tingkat keuntungan 12 sampai 25 persen. Sehingga tersangka ZH menyetujui untuk menempatkan dana pensiun Bukit Asam tersebut dengan surat kesepakatan.
Sedangkan tersangka MS, kata Syahron menerangkan, adalah otoritas di Bukit Asam yang menandatangani instruksi atau perintah agar bank custodian melakukan pembayaran transaksi saham LCGP, dan ARTI. “Namun ketika jatuh tempo, keuntungan yang dijanjikan tersebut tidak pernah terealisasikan. Sehingga dana pensiun Bukit Asam mengalami kerugian,” tutur Syahron.
Kata dia dari hasil audit penghitungan kerugian, penempatan dana pensiun pada saham dan reksadana tersebut, merugikan keuangan negara sebesar Rp 234,5 miliar.