Perubahan Iklim Sebabkan Penurunan Pendapatan Masif
Para peneliti dari Institut Penelitian Iklim Potsdam Jerman, yang menulis laporan tersebut, mengatakan bahwa perubahan iklim akan menyebabkan kerusakan ekonomi masif dalam 25 tahun mendatang di hampir semua negara di seluruh dunia.
LAPORAN hasil kajian terbaru yang dilakukan oleh tim peneliti Jerman mengatakan perubahan iklim akan mengurangi pendapatan setiap orang sekitar 19 persen dalam 25 tahun ke depan atau sekitar $38 triliun per tahun.
Tetapi, laporan tersebut memperingatkan bahwa hal itu bisa menjadi lebih buruk antara 25 hingga 75 tahun dari sekarang jika tidak segera dilakukan sesuatu.
Para peneliti dari Institut Penelitian Iklim Potsdam Jerman, yang menulis laporan tersebut, mengatakan bahwa perubahan iklim akan menyebabkan kerusakan ekonomi masif dalam 25 tahun mendatang di hampir semua negara di seluruh dunia.
Salah seorang penulis penelitian, Leonie Wenz, mengatakan negara-negara maju seperti Jerman, Amerika Serikat, dan Prancis akan menghadapi penurunan yang lebih kecil. Wenz mengatakan para peneliti memproyeksikan bahwa orang-orang yang tinggal di negara-negara tersebut akan melihat pendapatan yang 11 hingga 13 persen lebih rendah.
Ia mengatakan efek ekonomi terbesar akan dirasakan oleh orang-orang di negara-negara yang paling kurang berkembang. Dan negara-negara yang "paling tidak bertanggung jawab akan menderita yang paling banyak."
Max Kotz, penulis utama penelitian ini, menjelaskan bahwa para peneliti pertama-tama memperkirakan sejauh mana pertumbuhan ekonomi dunia tanpa pengaruh perubahan iklim. Lantas, mereka kemudian menerapkan nilai-nilai tersebut pada kerusakan ekonomi jika perubahan iklim terus berlangsung dengan kecepatan saat ini.
Kotz mencatat bahwa masih akan ada pertumbuhan ekonomi, tetapi akan 19 persen lebih rendah di sebagian besar tempat setelah kerusakan akibat perubahan iklim diperhitungkan.
Kotz mengatakan sebagian besar ilmuwan iklim telah memperhatikan peristiwa cuaca ekstrem seperti gelombang panas, banjir, topan, dan badai besar lainnya. Namun, dia mencatat, "dampak keseluruhan masih banyak ditentukan oleh pemanasan rata-rata, peningkatan suhu keseluruhan."
Badan Oseanografi dan Atmosfer Nasional Amerika Serikat (NOAA) mengatakan suhu dunia rata-rata tahun lalu adalah rekor tertinggi. Badan cuaca tersebut mengatakan angka itu adalah 1,35 derajat Celsius di atas rata-rata selama masa pra-industri, sebelum teknologi modern.
Kotz mencatat bahwa negara-negara termiskin di dunia juga yang paling tidak siap untuk beradaptasi dengan perubahan iklim. Negara-negara tersebut paling sedikit bertanggung jawab atas perubahan tersebut, tetapi mereka akan menderita 60 persen lebih banyak kehilangan pendapatan daripada negara-negara kaya.
"Ini menggarisbawahi beberapa elemen ketidakadilan iklim," tegas Kotz.
Studi tersebut melihat 1.600 area di seluruh dunia yang lebih kecil dari negara. Kotz dan kelompoknya kemudian memeriksa sejumlah pengaruh iklim dan mempertimbangkan berapa lama goncangan ekonomi terkait iklim akan berlangsung. Sistem komputer digunakan untuk memperkirakan efek pada pendapatan masing-masing orang di daerah tersebut.
Kotz dan timnya menyarankan bahwa perubahan ekonomi dalam 25 tahun mendatang kemungkinan akan terjadi. Dia mengatakan pemotongan gas rumah kaca hanya akan mengurangi pendapatan yang hilang secara sedikit. Tetapi ada dua kemungkinan yang berbeda untuk tahun 2050 dan setelahnya.
Jika masyarakat dunia mampu mengurangi pemanasan menjadi dua derajat Celsius di atas masa pra-industri, dampak ekonominya akan menjadi 20 persen dari pendapatan global. Tetapi, jika perubahan iklim jauh lebih besar, efeknya bisa menjadi kehilangan pendapatan 60 persen.
Meski demikian, Kotz mengatakan bahwa orang tidak boleh berpikir bahwa "hari kiamat" sudah tiba dan tidak ada yang bisa dilakukan.
Penelitian terbaru memprediksi penurunan yang lebih besar dalam pendapatan dunia daripada penelitian serupa pada tahun 2015. Penelitian tersebut mengatakan ekonomi dunia akan menyusut sebesar 23 persen pada tahun 2100.
Marshall Burke, seorang ilmuwan iklim di Universitas Stanford yang menulis penelitian di tahun 2015, mengatakan penelitian yang dilakuka n oleh tim peneliti Jerman itu "masuk akal."
Burke, yang tidak terlibat dalam penelitian terbaru tersebut, memperingatkan bahwa dia tidak sepenuhnya yakin tentang beberapa metode, tetapi dia setuju dengan hasil penelitian tersebut. Burke menambahkan, "gambaran besar pada dasarnya benar."
Sementara itu, Frances Moore, ekonom dan mengajar studi lingkungan di Universitas California-Davis, dan juga tidak terlibat dalam penelitian tersebut, mengatakan kerusakan iklim bertambah seiring waktu. Menurutnya, itulah mengapa melawan perubahan iklim hari ini, bahkan dengan biaya tinggi, akan memberikan hasil yang baik nanti.***
Sumber: Associated Press, Voice of America
--