Polisi Tangkap Ratusan Mahasiswa Pro Palestina
Mahasiswa juga melakukan demonstrasi di banyak Universitas.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahasiswa Universitas Columbia mencela Ketua DPR AS, ketika ia mengunjungi tempat demonstrasi mahasiswa nasional mengenai perang Israel di Gaza. Tujuan Johnson berkunjung ke sana adalah untuk mendukung mahasiswa Yahudi yang diintimidasi oleh beberapa demonstran anti-Israel.
Hinaan - hinaan vulgar yang diterima Johnson tidak membuatnya tenggelam, meskipun ia sulit didengar karena ia berbicara melalui mikrofon media, bukan melalui pengeras suara.
“Ketika (Universitas) Columbia membiarkan kelompok radikal dan agitator yang melanggar hukum ini mengambil alih kekuasaan, virus antisemitisme telah menyebar ke kampus-kampus lain,” kata Kedua DPR AS, Mike Johnson, dilansir dari GulfNews, Kamis (25/04/2024).
Polisi menangkap lebih dari 100 mahasiswa dari Columbia pada atas tuduhan masuk tanpa izin dan lebih dari 100 staf pengajar di Columbia bergabung dengan mahasiswanya untuk menunjukan solidaritas di perkemahan tersebut. Mahasiswa pengunjuk rasa mengatakan protes mereka berlangsung damai.
Selain itu, kampus lainnya juga yang mengadakan demo seperti di Universitas Texas dan dibubarkan oleh polisi patrol jalan raya negara bagian dengan perlengkapan anti huru – hara. Departemen Keamanan Publik Texas mencatat, terdapat 34 orang yang telah ditangkap pada kejadian tersebut.
Bahkan, Universitas California Selatan menyatakan bahwa kampusnya ditutup dan meminta kepada Departemen Kepolisian Los Angeles untuk membubarkan demonstran. Para mahasiswa pun menyerahkan diri secara damai dan polisi menangkap mereka satu per satu beberapa jam setelah polisi kampus membongkar sebuah perkemahan kewalahan menghadapi para pengunjuk rasa.
Mahasiswa juga melakukan demonstrasi di Universitas Brown, Rhode Island, Universitas Michigan di Ann Bor, Massachusetts Institute of Technology (MIT) di Cambridge dan California State Polytechnic di Humboldt.
Para pengunjuk rasa menuntut kampus – kampus untuk melepaskan aset – aset dari Israel dan berusaha untuk menekan pemerintah AS untuk mengendalikan serangan Israel kepada warga sipil di Gaza yang telah menewaskan lebih dari 34 ribu orang, menurut Otoritas Kesehatan Palestina.