Ketum Projo Serahkan ke Prabowo Soal Niatan PKS Gabung Koalisi
Kata Budi Arie, penolakan Gelora ke PKS merupakan aspirasi yang harus diperhatikan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Projo, Budi Arie Setiadi menyerahkan kepada presiden terpilih Prabowo Subianto soal keinginan elite Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bergabung ke Koalisi Indonesia Maju. Menurut dia, hal itu merupakan hak prerogatif Prabowo.
"Tunggu aja lah, kan hak perogratif Presiden Jokowi dan juga mendengarkan aspirasi teman-teman di Koalisi Indonesia Maju. Tunggu aja itu haknya Pak Prabowo," kata Budi Arie di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (30/4/2024).
Baca: Prabowo Kalahkan Anies di Jakarta, Berikut Perincian Angkanya
Terkait penolakan dari Partai Gelora jika PKS merapat ke koalisi, Budi Arie menyebut, hal itu sebagai bentuk aspirasi yang juga harus diperhatikan. Apalagi, Gelora sejak awal mendukung Prabowo pada Pilpres 2024. "Itu kan aspirasi juga, dan harus kita perhatikan dulu," ujar menkominfo tersebut.
Meskipun mengaku tak khawatir jika PKS bergabung ke koalisi, Budi Arie menekankan, perlunya pertemuan KIM untuk mempertimbangkan bergabungnya PKS ke pemerintahan Prabowo-Gibran. "Kita ga ada kekhawatiran, (masa) khawatir sesama anak bangsa. Cuma kan ada pertemuan-pertemuan politik lainnya yang harus kita perhatikan," ucap Budi Arie.
Sebelumnya, Partai Gelora keberatan apabila PKS bergabung dalam koalisi partai politik pendukung pemerintahan Prabowo-Gibran. Pasalnya, Gelora menilai kalangan PKS kerap menyerang pasangan Prabowo-Gibran sepanjang masa kampanye Pilpres 2024.
Baca: Mayor Teddy Ikuti Jejak Prabowo Berdinas di Yonif 328/Dirgahayu
Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai Gelora, Mahfudz Siddiq menyebut, apabila PKS gabung Koalisi Indonesia Maju (KIM), akan terjadi pembelahan antara PKS dan pendukung fanatiknya yang kerap menyerang Prabowo-Gibran. Menurut dia, sikap elite dan akar rumput sangat berbeda.
"Jika sekarang PKS mau merapat karena alasan proses politik sudah selesai, apa segampang itu PKS bermain narasi ideologisnya? Apa kata pendukung fanatiknya? Sepertinya ada pembelahan sikap antara elite PKS dan massa pendukungnya," kata Mahfudz dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (27/4/2024).
Dia menjelaskan, pendukung PKS selama masa kampanye getol melakukan serangan negatif secara masif terhadap Prabowo- Gibran dan juga Presiden Joko Widodo (Jokowi). Serangan itu pun dibungkus dengan narasi ideologis.
Baca: Pemilih Bodoh: Di Antara Coblos Prabowo dan Dukung Rusia, Benarkah?
Salah satunya, kata Mahfudz, adalah narasi Nabi Musa AS tidak berutang kepada Firaun untuk menganalogikan bahwa capres Anies Rasyid Baswedan tidak berutang kepada Prabowo yang mengusungnya pada Pilgub DKI Jakarta 2017. Sebagai catatan, PKS adalah partai pengusung Anies-Muhaimin di Pilpres 2024.
Mahfudz menambahkan, pendukung PKS juga kerap menyebarkan narasi adu domba, bahkan sebelum Pilpres 2024. Salah satu contohnya adalah cap pengkhianat kepada Prabowo karena bergabung dalam kabinet pemerintahan Jokowi usai Pilpres 2019.
"Ketika pada 2019 Prabowo Subianto memutuskan rekonsiliasi dengan Jokowi, banyak cap sebagai pengkhianat kepada Prabowo Subianto. Umumnya datang dari basis pendukung PKS," kata Mahfudz yang dulunya merupakan salah satu elite PKS.
Nasdem dan PKB dukung Prabowo...
Sementara itu, PKS bersama Partai Nasdem dan PKB yang tergabung dalam Koalisi Perubahan mengusung pasangan Anies Rasyid Baswedan-Abdul Muhaimin Iskandar pada Pilpres 2024. Setelah jagoan mereka kalah, Koalisi Perubahan bubar. PKB dan Nasdem langsung gerak cepat bergabung dalam koalisi partai pendukung pemerintahan Prabowo-Gibran.
PKS masih memberikan semacam sinyal ingin bergabung dalam koalisi Prabowo. Elite PKS mengucapkan selamat dan hadir dalam acara penetapan Prabowo-Gibran sebagai presiden-wakil presiden terpilih pada Rabu (24/4/2024).