Rasulullah Mendatangi Sahabatnya Melalui Mimpi
Begitu terbangun dari mimpi bertemu Rasulullah, Bilal segera menuju Madinah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nabi Muhammad SAW berpulang ke rahmatullah pada Senin bulan Rabiul Awal, tahun ke-11 Hijriyah. Meski harinya tidak diperdebatkan, tanggal pastinya masih dipenuhi perdebatan di kalangan sejarawan.
Ada yang menyatakan tanggal 2 Rabiul Awal. Ada pula yang menyebut tanggalnya adalah 12 Rabiul Awal. Yang pasti, jasad mulia Nabi SAW dikubur sehari setelah wafatnya.
Berbagai riwayat menyebutkan, Bilal bin Rabah semenjak wafatnya Rasulullah SAW hanya melakukan azan tiga hari. Sebab, setiap sampai pada lafaz, "aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah" (asyhadu anna Muhammad Rasulullah), ia selalu jatuh tersungkur dan menangis.
Siapapun Muslimin yang mendengarkannya juga akan turut terbawa suasana. Terkenang lagi bagaimana saat-saat Rasulullah SAW masih ada di tengah mereka.
Begitu sedihnya Bilal akan kehilangan Rasulullah SAW. Sampai-sampai, dia meminta izin kepada khalifah agar boleh pergi dari Madinah. Sebab, kenangan-kenangan tentang Nabi SAW akan tetap menghantuinya.
Sampailah hari ketika Rasulullah SAW mendatangi Bilal bin Rabah melalui mimpi. Nabi Muhammad SAW berkata kepadanya, "Wahai Bilal, mengapa engkau tidak pernah menjengukku lagi?"
Bilal terhenyak. Begitu terbangun, ia langsung bergegas menyiapkan kudanya. Segera menuju ke Madinah.
Kedatangan Bilal bin Rabah di Madinah diterima dua cucu Rasulullah SAW, Hasan dan Husain. Keduanya lantas meminta agar sang sahabat Nabi mengumandangkan azan begitu waktu shalat tiba.
Inilah saat-saat yang teramat dirindukan segenap warga Madinah. Kota itu seakan-akan diliputi kebisuan. Hanya suara azan Bilal yang menggema ke segala penjuru.
Betapa terkesimanya mereka karena merasa seolah-olah zaman kembali berputar. Ini seperti ketika kaum Muslimin masih bersama Rasulullah SAW.
Seluruh orang Madinah keluar dari rumah masing-masing. Tangis pun pecah mengiringi usainya azan dari lisan Bilal bin Rabah.
Bagaimanapun, perasaan Bilal masih belum kuasa untuk tetap tinggal di Kota Nabi. Hanya beberapa hari di sana, ia pun pergi ke Damaskus.
Suatu saat, Umar bin Khattab melintasi wilayah Syam. Di Damaskus, sang khalifah bertemu dengan Bilal bin Rabah.
Ia bersyukur karena ditakdirkan Allah menjumpai sosok yang lama meninggalkan Madinah itu. Satu permintaan dari sang amirul mukminin, yakni agar Bilal mengumandangkan azan.
Ia sungguh-sungguh merindukan suara azan, yang seperti pada zaman Rasulullah SAW. Tidak kuasa, Umar bin Khattab menangis lantaran mengingat kenangan-kenangan bersama Nabi SAW begitu mendengarkan lantunan azan dari lisan Bilal.
Sampai ajal menjemputnya, Bilal bin Rabah menetap di Damaskus. Ia wafat pada tahun 20 Hijriyah.