BNPB: Gemuruh dan Getaran Gunung Ruang Masih Dirasakan Warga di Sitaro
Warga dalam radius enam kilometer diimbau segera dievakuasi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Tim Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan warga di Tagulandang, Kabupaten Kepulauan Sitaro, Sulawesi Utara masih merasakan getaran dan suara bergemuruh yang ditimbulkan setelah Gunung Ruang kembali erupsi, Selasa (30/4/2024) pagi.
“Dilaporkan bahwa kondisi kejadian di lapangan suara gemuruh yang cukup kencang terdengar dari Pulau Tagulandang saat Gunung Ruang kembali erupsi pagi tadi,” kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari di Jakarta, Selasa.
Ia menjelaskan, selain getaran warga setempat juga masih merasakan gejala vulkanologi. Seperti hujan material vulkanik abu dan bebatuan kerikil membumbung tinggi ke angkasa sejak pagi tadi sekitar pukul 02.35 WITA hingga siang ini.
Hujan abu dan bebatuan kerikil tersebut pun di laporkan memiliki cakupan yang lebih luas jika dibanding dengan erupsi yang terjadi pada 17 April 2024 lalu.
Hal demikian dibuktikan setelah posko tanggap darurat di Desa Apengsala, Tagulandang yang berjarak tujuh kilometer di luar Kawasan Rawan Bencana (KRB) pun terdampak oleh hujan batu dan kerikil ini.
Ia menyatakan, demi alasan keamanan dan keselamatan warga otoritas terkait terpaksa memadamkan jaringan listrik di Tagulandang. “Tim gabungan masih melakukan penanganan darurat dan kaji cepat karena erupsi ini, dan mengoptimalkan upaya evakuasi warga ke tempat yang aman,” katanya.
Sebelumnya, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) resmi menetapkan status Gunung Ruang naik menjadi level IV (Awas). Peningkatan status tersebut dilakukan setelah gunung stratovolcano itu kembali meletus dan mengeluarkan kolom erupsi mencapai 2.000 meter dari atas puncak yang disertai suara gemuruh dan gempa yang dirasakan secara terus menerus.
PVMBG pun merekomendasikan untuk segera mengevakuasi warga yang berada pada radius enam kilometer dari pusat kawah aktif Gunung Ruang (Tagulandang dan sekitarnya) yang sama sekali tidak boleh ada aktivitas apapun.
Khususnya bagi mereka yang bermukim di dekat kawasan pantai yang berpotensi terdampak lontaran batuan pijar, luruhan awan panas (surge), dan potensi tsunami akibat runtuhnya sebagian tubuh gunung ke dalam laut.