Kementan Ajak ICMI Atasi Masalah Pertanian Saat Gejolak Global-El Nino

Peningkatan produk pangan sama pentingnya dengan mengurangi food loss dan food waste.

ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho
Petani mengangkut padi dengan terpal saat panen di sawah yang terendam banjir di Desa Karangrowo, Undaan, Kudus, Jawa Tengah, Kamis (28/3/2024). Menurut data dari Dinas Pertanian dan Pangan setempat, bencana banjir yang terjadi di Kabupaten Kudus sejak Rabu (13/3/2024) tersebut merendam seluas 3.839 hektare tanaman padi dan 2.645 hektare diantaranya mengalami puso atau gagal panen yang tersebar di kecamatan Jati, Undaan, Kaliwungu dan Undaan serta Mejobo.
Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) mengajak Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) untuk bersinergi dalam mengatasi masalah pertanian guna mewujudkan ketahanan pangan Indonesia di tengah gejolak geopolitik global dan perubahan iklim dampak fenomena El Nino.

Baca Juga


“Kementerian Pertanian perlu dukungan dari berbagai pihak termasuk dari ICMI, sangatlah penting sebagai organisasi cendekiawan Muslim di Indonesia, ICMI memiliki kemampuan dan peran strategis dalam merumuskan ide-ide cerdas untuk mengelola sumber daya pertanian,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal Kementan Prihasto Setyanto dalam kegiatan Halal Bihalal ICMI bersama jajaran Kementan dipantau secara daring di Jakarta, Rabu (1/5/2024).

Prihasto menyampaikan bahwa situasi pangan global saat ini tidak menggembirakan. Tantangan yang dihadapi dalam penyediaan pangan semakin kompleks akibat dampak fenomena El Nino dan gejolak geopolitik terutama konflik Rusia-Ukraina dan timur tengah.

“Hal ini berdampak pada suplai bahan baku pupuk dan menyebabkan penurunan produksi dan terganggunya distribusi pangan. Berbagai konflik yang terjadi berdampak lanjutan melambungnya harga komoditas pangan yang mengakibatkan tingginya inflasi dan krisis pangan dunia,” ujar Prihasto.

Dia menyebutkan saat ini masih ada negara-negara yang mengalami ancaman kelaparan serius dan Indonesia dapat pula terancam krisis pangan apabila tidak mewaspadai. Bagi Prihasto, kondisi ini menjadi peringatan bagi ketahanan pangan nasional, arena hal tersebut merupakan hal yang vital bagi ketahanan negara.

Lebih lanjut Prihasto menuturkan bahwa jajaran Kementerian Pertanian telah terjun langsung ke lapangan untuk mengoptimalkan musim tanam yang ada dengan curah hujan yang masih cukup agar perluasan areal tanam padi April dan Mei bisa mencukupi kebutuhan di bulan Agustus hingga Oktober 2024.

Ia mengatakan jika melihat produksi beras tahun 2023 mengalami penurunan serta impor beras yang meningkat maka penting untuk bertindak cepat. Penurunan luas tanam padi menjadi perhatian serius bagi Kementan.

Kementerian Pertanian mengidentifikasi beberapa penyebab yakni tidak optimalnya produksi padi nasional termasuk di dalamnya akibat volume pupuk bersubsidi yang berkurang, kurangnya akses petani terhadap pupuk bersubsidi, berkurangnya penggunaan bibit unggul serta dampak perubahan iklim seperti El Nino.

Menurut Prihasto, tokoh-tokoh ICMI di pentas nasional dikenal banyak yang memiliki kepedulian dan kemampuan mumpuni untuk aktif berpartisipasi dalam pembangunan pertanian di Indonesia.

Oleh karena itu, dia berharap silaturahim dan kolaborasi akan meningkatkan sinergi antara Kementerian Pertanian dan ICMI untuk mencapai kedaulatan pangan dan mensejahterakan petani Indonesia.

“Dengan kolaborasi dan sinergi yang terus menerus, saya yakin kita dapat mengembalikan kejayaan pertanian Indonesia sebagai negara yang berdaulat dan berswasembada pangan. Bersama kita menghadapi tantangan kenaikan harga dan ketersediaan pangan pokok,” kata Prihasto.

Ketua Umum ICMI Arif Satria mengaku pihaknya siap berkolaborasi dengan Kementerian Pertanian demi mewujudkan ketahanan pangan Indonesia khususnya di tengah perubahan iklim dampak fenomena El Nino.

“Berkaitan dengan perubahan iklim, tantangan yang sangat besar buat kita adalah semua komponen bangsa saatnya bersilaturahmi dan berkolaborasi karena pangan itu hidup mati sebuah bangsa, dan kita pun dituntut untuk bisa kreatif menyediakan pangan ini,” ujar Arif yang juga Rektor Institut Pertanian Bogor.

Dia menyebutkan bahwa dua hal dalam mengatasi ketersediaan pangan pertama peningkatan produksi dengan menggunakan teknologi dan kedua mengurangi food loss dan food waste.

Ia juga mengaku bahwa pihaknya telah menciptakan varietas bibit unggul padi IPB 9G yang bersifat amfibi, dimana varietas tersebut dapat ditanam di lahan basah maupun kering.

“Kemudian bisa menghemat 20 persen pupuk. Berarti bisa menghemat Rp10 triliun subsidi pupuk jika varietas ini diterapkan di seluruh Indonesia. Ini adalah bentuk dari sikap kita dalam bentuk inovatif yang memulai dengan karya karya baru, produksi kita juga harus punya mentalitas dengan inovasi,” kata Arif.

sumber : ANTARA
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler