AS Masih Menunggu Tanggapan Resmi dari Hamas Terkait Gencatan Senjata

Usulan terbaru dilaporkan mencakup gencatan senjata selama 40 hari.

AP Photo/Abdel Kareem Hana
Warga Palestina melihat kehancuran pasca serangan udara Israel di Deir al Balah, Jalur Gaza, Selasa, (30/4/2024).
Red: Setyanavidita livicansera

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) dan para mediator belum menerima tanggapan resmi dari Hamas mengenai usulan terbaru soal gencatan senjata di Gaza, kata Penasehat Komunikasi Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby, Kamis, (2/5/2024). "Belum," kata Kirby pada konferensi pers ketika ditanya apakah AS atau salah satu mediator telah mendengar tanggapan resmi dari Hamas mengenai proposal tersebut.

Baca Juga


Usulan tersebut dilaporkan mencakup gencatan senjata selama 40 hari dan pembebasan ribuan tahanan Palestina dengan ganti pembebasan sandera Israel. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah berjanji menolak perjanjian gencatan senjata apa pun dengan Hamas apabila kelompok tersebut terus bersikeras menginginkan penghentian serangan di Jalur Gaza, lapor media Israel Walla!, yang mengutip pejabat senior AS dan Israel.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken pada Rabu mendesak kelompok Hamas untuk menerima usulan kesepakatan gencatan senjata dengan Israel. Dia tiba di Israel pada Selasa setelah mengunjungi Arab Saudi dan Yordania dalam rangkaian perjalanan dinas untuk melakukan pembicaraan guna mewujudkan gencatan senjata di Gaza.

Blinken, saat berbincang dengan keluarga dari warga Israel yang disandera di Gaza, mengatakan "Ada usulan sangat kuat saat ini. Hamas harus mengatakan iya". Perbincangan itu dilakukan seusai pertemuan Menlu dengan Presiden Israel, Isaac Herzog.

Blinken juga menegaskan kepada para keluarga bahwa pemerintah AS "tidak akan berhenti sampai semua orang kembali ke rumah". Hamas, yang diyakini menyandera hampir 130 orang Israel, menuntut diakhirinya serangan Israel di Gaza sebagai imbalan atas kesepakatan penyanderaan dengan Tel Aviv.

Kesepakatan sebelumnya pada November lalu mencakup pembebasan 81 warga Israel dan 24 warga asing yang ditukar dengan dipulangkannya 240 warga Palestina, termasuk 71 perempuan dan 169 anak. Israel telah melancarkan serangan tanpa henti di Gaza sejak serangan lintas batas dilakukan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan sekitar 1.200 orang.

Hingga saat ini, sedikitnya 34.500 warga Palestina telah terbunuh, sebagian besar perempuan dan anak-anak, dan ribuan lainnya terluka akibat kehancuran massal dan kekurangan kebutuhan pokok. Lebih dari enam bulan setelah perang Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur.

Sehingga menyebabkan 85 persen penduduk daerah kantong itu mengungsi di tengah blokade makanan, air bersih, dan obat-obatan, demikian keterangan PBB. Israel pun dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional.

Keputusan sementara pada Januari memerintahkan Tel Aviv untuk menghentikan tindakan genosida itu dan menjamin bahwa bantuan kemanusiaan diberikan kepada warga sipil di Gaza.

 

sumber : Antara, Anadolu
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler