Peneliti: Israel akan Alami Bencana Besar Jika Menyerang Rafah

Penyerbuan zionis Israel ke Rafah dinilai bentuk genosida dan terorisme negara.

EPA-EFE/ATEF SAFADI
Tentara Israel dengan kendaraan militer berkumpul di sebuah posisi di perbatasan selatan Israel dengan Jalur Gaza, dekat kota Rafah, Palestina, 1 Mei 2024.
Rep: Fuji E Permana Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perang Israel telah mengonfirmasi 7.209 tentara Israel (IDF) telah menderita luka-luka dan menerima perawatan medis sejak dimulainya Operasi Badai Al Aqsa pada 7 Oktober 2023 hingga 18 April 2024.

Informasi ini dikutip dari Kantor Berita Hamas Palestina, Shehab. Bahkan, 30 persen dari tentara IDF yang terluka itu telah menderita masalah psikologis dalam enam bulan terakhir (hingga April 2024).

Peneliti Center for Strategic Policy Studies (CSPS)-Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI) sekaligus Anggota Dewan Pakar Organisation of Islamic Cooperation (OIC) Youth Indonesia Muhammad Ibrahim Hamdani mengatakan fakta tersebut membuktikan penjajahan (pendudukan) rezim zionis Israel di Jalur Gaza dan Tepi Barat melalui Operasi Pedang Besi telah berdampak serius. Bahkan menimbulkan bencana kemanusiaan bagi bangsa dan tentara Israel sendiri.

"Karena itu, rencana Israel untuk menyerang Rafah, wilayah Palestina yang berbatasan langsung dengan Mesir, sekaligus tempat lebih dari 1,5 juta pengungsi Palestina asal Jalur Gaza, berpotensi besar untuk semakin meningkatkan jumlah tentara IDF dan Polisi Israel yang tewas maupun luka-luka," kata Ibrahim kepada Republika, Jumat (3/5/2024)

Ibrahim mengatakan, saat ini saja, lebih dari 606 tentara IDF dan 61 polisi Israel tewas di Jalur Gaza dan Tepi Barat, Palestina. Sebanyak 7.209 IDF mengalami luka-luka dan menerima perawatan medis. Maka, rencana penyerbuan ke Rafah dapat menimbulkan bencana kemanusiaan di Israel dan Palestina.

Ibrahim menjelaskan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu harus berpikir ulang untuk menyerang Rafah. Pemerintah Israel akan mengalami kerugian besar jika meneruskan rencana tersebut.

Apalagi saat ini, Pemerintah Turki di bawah kepemimpinan Presiden Recep Tayyip Erdogan telah menghentikan seluruh transaksi perdagangan (ekspor-impor) dengan Pemerintah Israel, sebagai dampak dari memburuknya tragedi kemanusiaan di Palestina.

Baca Juga


Volume perdagangan antara Turki dengan Israel...

Tercatat bahwa pada 2023, volume perdagangan antara Turki dengan Israel mencapai nilai 6,8 miliar dolar AS atau sekitar Rp 109 triliun.

"Jadi rencana penyerbuan rezim Zionis Israel ke Rafah merupakan bentuk genosida dan terorisme negara yang jelas menjadi tindakan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) berat bagi warga Palestina," ujar Ibrahim.

Ibrahim menegaskan dampaknya Palestina akan mengalami bencana dan tragedi kemanusiaan jika Rafah diserang. Apalagi saat ini, tercatat sejak 7 Oktober 2023 hingga 1 Mei 2024, jumlah korban yang wafat atau syahid akibat aksi teror dan agresi militer zionis Israel (IDF) di Jalur Gaza telah mencapai 34.658 jiwa, seperti dikutip dari Kantor Berita Wafa, Palestina.

Bahkan terdapat 77.765 orang terluka sejak dimulainya Operasi Pedang Besi oleh rezim zionis Israel hingga 1 Mei 2024.
 
"Innalillahi wa inna ilaihi rojiun, saya selaku anggota Dewan Pakar OIC Youth Indonesia menyampaikan simpati dan duka cita mendalam atas jatuhnya puluhan ribu korban jiwa rakyat Palestina akibat kebiadaban, agresi militer, dan aksi teror Israel di Jalur Gaza, Palestina," kata Ibrahim.

Ibrahim menegaskan tindakan Israel sebenarnya juga akan merugikan perekonomian Israel, termasuk bencana kemanusiaan di negeri zionis itu, akibat perlawanan dan perjuangan mulia sayap militer dari faksi-faksi Palestina di Jalur Gaza.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler